5 Februari 2024 [Ersa]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Buatlah cerita yang mengandung tiga kata ini; sungai, bianglala, rentenir. Maksimal 1000 kata.

*゚+ 700 kata *゚+

Duda itu terus memepetku ke mana-mana. Dia benar-benar tak sadar usia sedang mendekati anak SMA. Aku bahkan tidak tahu dan tidak peduli siapa namanya, tetapi kalau boleh memberinya nama, akan kupanggil dia Rentenir. Seumur-umur rasanya aku tidak pernah berhutang kepada siapapun, tapi kenapa orang ini terus mengikutiku?!

"Beri aku satu kesempatan," ujarnya sambil mengejarku di tengah alun-alun.

Dengan langkah tergesa menyelinap di antara kerumunan orang bahagia, aku merutuk dalam hati. Ke mana, sih, Illxa dan yang lain?! "Denger ya, aku bahkan nggak tau Om siapa atau aku punya hutang apa padamu, tapi pergilah, Bung. Aku miskin dan ginjalku tinggal satu."

"Ersa, aku naksir sama kamu!"

"LALALALA LA LALALALA!" jeritku sambil berlari semakin kencang seperti orang kesurupan, bahkan nyaris menabrak wahana tong setan. Aku tidak peduli dengan tanggapan orang lain kalau disangka punya keterbelakangan mental. Terakhir kali aku dipepet orang seperti itu, mata dan pikiran suciku nyaris ternodai.

Jadi, aku melarikan diri ke tempat di mana aku bisa sendirian: naik bianglala.

"Tiket buat satu orang, Bang." Aku menyodorkan uang, tetapi detik itu juga tanganku langsung ditepis dengan uang yang lebih besar.

Sosok itu datang lagi di sebelahku. "Dua orang, Bang. Yang ini sama saya."

Aku bisa saja membantingnya dan mengeluarkan jurus taekwondo-ku, tetapi terlalu banyak pasang mata yang melihat. Bisa-bisa aku diseret ke Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dengan tidak hormat. Apa kata dunia?!

Mau tidak mau, aku terpaksa diam saja saat orang itu menyeretku ke dalam sangkar burung yang muat disinggahi empat orang. Jengkel, aku duduk berseberangan dengan duda sok keren itu sambil merengut dan enggan melihat wajahnya.

Bianglala mulai bergerak dan rentenir itu mulai mengintrogasiku sambil mengulurkan tangan. "Aku Aya—"

Kutampar tangannya secepat kilat. "Aku Nggak Peduli. Salam kenal." Kemudian aku memutuskan untuk membuka ponsel dan mengirimkan spam chat ke nomor Illxa, memintanya untuk segera menyusulku ke bianglala dan menyelamatkanku dari rentenir berkedok Aya.

Aya siapalah itu melongo sejenak, kemudian terkekeh. "Nona Nggak Peduli," Tatapannya membuat tanganku gatal ingin meninjunya. "sudah punya pacar belum?"

Aku menelpon Illxa dan detik itu juga panggilanku diangkat. "Suamiku, aku diculik suaminya Buaya dari Sungai Amazon. Katanya namanya Pak Aya. Bisa tolong dikembalikan ke habitatnya?"

"Iya, cintaku. Nyalakan speakernya dan lihat ke bawah."

Pak Aya yang penasaran ikut melongok ke bawah, tepat di mana orang-orang sudah berkumpul mengelilingi bianglala sambil mengarahkan kameranya pada kami. "Apa-apaan itu?! Kau bukan mafia seperti di film-film yang punya banyak anak buah, 'kan?"

Aku terkekeh geli sambil mematikan mikrofon dan membuka dua kancing teratas kemejaku. "Mana ada yang begitu di Indonesia, sayangku."

"Terus mereka itu?"

Sentuhan terakhir, aku mengacak-acak rambutku seperti orang kesetanan. "Oh, mereka bukan siapa-siapa. Aku cuma anak SMA yang ikut ekskul teater."

Sekuat tenaga aku meloncat-loncat heboh dan membuat kegaduhan sambil menyalakan mikrofon. "Ah, tolong! Ah! Jangan sentuh aku, Mas. Aku jijik!"

Pak Aya melotot. Suaraku sampai di ponsel Illxa yang menyalakan speaker. Semua orang di bawah sana mendengarnya. Seruan-seruan kerumunan masa serta-merta menggema tak keruan berisi umpatan-umpatan kebun binatang.

"Ah! Tolong! Om, jangan, Om! Aku masih segel!"

"Heh, diem kau! Aku nggak berbuat apa-apa!"

Aku tersenyum semakin lebar. "AH! JANGAN! TOLONG!"

Jeritan semakin terdengar memanas di bawah sana. Petugas sepertinya terpaksa mempercepat putaran bianglala agar sangkar yang kami tempati semakin cepat tiba di permukaan.

Kukeluarkan air mata buaya dan menangis tersedu-sedu hingga sesenggukan parah. Seluruh wajahku, terutama hidung, berubah warna merah parah. Begitu sangkarnya dibuka, aku langsung berusaha mendorong Pak Aya ke tepi dan menghambur ke pelukan Illxa dengan gaya paling dramatis yang pernah kulakukan.

Tidak ada satupun orang yang tidak percaya dengan gadis bertampang berantakan, ingus meler, dan dikurung bersama seorang duda. Sebagian masa berlari ke arah kurungan tadi, hendak meninju terduga pelaku perbuatan asusila. Sebagian lagi yang didominasi ibu-ibu ikut mengerumuniku dan bertanya apakah aku baik-baik saja, sambil menelpon pihak berwenang untuk menangani duda cabul lepasan Sungai Amazon itu.

Illxa menenangkan mereka dengan mengatakan dia adalah suamiku. Anak itu memasang wajah panik dan terharu melihatku ditemukan. Dia mengarang cerita bahwa sebelumnya aku hilang dan tidak bisa dihubungi.

Kemudian Lembaga Pemberdayaan Masyarakat datang dan menangkap Pak Aya dengan bukti rekaman suara serta video.

Semua orang percaya pada dua anak SMA yang khatam dunia teater selama tiga tahun.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro