6 Februari 2024 [Candala]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Buatlah cerita dari trope sesuai bulan lahirmu. Saya dapat yang friends to lovers '-')7

Tapi saya nggak pernah berhasil bikin romance yang "romance" (。ノω\。)

*゚+ 620 kata *゚+

[Side story CANDALA]

Sebenernya, kami tidak pernah resmi menjadi teman. Atau pasangan.

Aku dan Nadir tidak pernah bicara lebih dari satu menit. Kami lebih suka jalan-jalan pulang sekolah dalam keheningan dan pikiran masing-masing. Bahkan ketika aku tetap harus membunuhnya, aku tidak pernah tega melakukan itu.

Sebelumnya, misiku hanya pindah ke sebuah sekolah negri bergengsi di tepian ibukota. Kemudian Sang Petinggi Negeri memintaku secara khusus mendekati gadis bernama Nadir yang diketahui adalah anak dari pasangan mata-mata berbahaya. Tujuannya simpel. Aku hanya perlu membuatnya percaya padaku sebelum dijadikan sandera agar kedua orang tuanya memberikan dokumen rahasia yang dicari Sang Petinggi Negeri.

Semuanya berjalan mulus, sampai aku tahu bahwa gadis itu benar-benar tidak mudah untuk didekati. Nadir bahkan tidak pernah bicara dengan teman sekelas kecuali Abidine yang belakangan kuketahui sepupu dekatnya. Aku mencoba berbagai cara agar dia mau membuka suaranya untukku, tetapi percuma. Nadir tetap mengunci bibirnya rapat-rapat, seolah semua yang keluar dari mulutnya adalah rahasia.

Tapi tenang saja. Candala yang hebat ini tentu saja dapat meluluhkan hati seorang Nadir. Yah, walau tidak mudah dan memerlukan dua puluh chapter sampai dia benar-benar menerimaku menjadi temannya secara tidak langsung.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku punya seorang teman. Yang benar-benar peduli tentangku. Misi menjadi teman seorang Nadir sukses besar, tetapi gagal total di saat bersamaan.

"Apa yang kau lihat, huh?"

Aku menggeleng dan meneruskan langkah menyusuri lorong menuju lab kimia lama, tempat kami harus melakukan pengambilan nilai praktikum kimia. Sudah lebih dari enam bulan sejak misiku menjadikan Nadir sandera dimulai, dan sampai sekarang aku masih belum sanggup melaksanakannya.

Rambut panjangnya yang indah tergerai sampai pinggang. Mata sinis dan bibir manis yang irit kata. Senyumnya yang jarang terbit tetapi menghangatkan. Sorot matanya yang menatapku nanar ....

"Kau ini kenapa? Kesurupan?"

Aku menggeleng lagi dan kami sampai di lab kimia. Sepanjang pelajaran, aku tidak bisa fokus pada larutan yang kukerjakan. Mataku terus fokus pada sosok bernama Nadir yang suasana hatinya sedang tidak bagus.

Di sisi lain, aku harus segera menyelesaikan misiku pada Sang Petinggi Negeri. Sejak awal, adalah salahku memiliki perasaan lebih pada seorang target. Setidaknya, sebelum mengakhiri misi, aku harus memberitahu Nadir yang sebenarnya.

Bahwa tujuanku menjadi temannya adalah untuk membunuhnya.

Dan segala rasa untuknya harus padam dan berakhir.

Kemudian aku melihat ada yang janggal dengan labu yang dikerjakan Nadir dan temannya. Asapnya mulai keluar, padahal seharusnya tidak seperti itu. Firasatku sudah mengatakan hal yang tidak-tidak. Tubuhku bergerak sendiri mengikuti insting manusia untuk menyelamatkan diri.

Aku berlari menuju pintu keluar, hendak menyambar Nadir ikut serta. Namun, semuanya sudah terlambat.

Ledakan dahsyat melempar tubuhku ke luar lab hingga menabrak dinding. Di antara kepulan asap yang tebal dan lantai yang masih bergetar, aku berusaha bangkit dan mencari sosok yang tak pernah luput dari pengawasanku.

Perlu setidaknya lima belas detik untukku menyadari bahwa sosok yang kucari berada tak jauh dari anak tangga di sebelah lab. Tangga itu rawan, sudah tua dan tak lagi sekokoh dulu. Aku berlari ke arahnya ketika getaran terjadi semakin kencang.

Dengan satu kali gerakan, kutarik Nadir hingga bertukar tempat denganku. Detik berikutnya, duniaku hancur, lebur bersama tubuhku di antara puing-puing tangga yang runtuh.

Kenapa aku melakukan ini?

Padahal misiku adalah membunuhnya. Tadi itu adalah kesempatan yang bagus untuk tidak mengotori tanganku. Namun, aku membuangnya cuma-cuma dengan bayaran nyawaku.

Kenapa aku mau berkorban untuknya?

Alih-alih menjauhkannya dari sosial, aku malah membantunya bersosialisasi dengan lingkungan yang sulit. Sosok Nadir yang sudah kubangun selama ini ... aku ingin melihatnya berkembang lebih banyak lagi. Namun, aku bahkan tidak pernah berhasil mengatakan kalau aku menyukainya sejak awal misi ini dimulai.

Hubungan kami akan terus seperti ini. Kami tidak akan pernah bisa saling memiliki.

"Hiduplah untukku," bisikku sebelum menariknya tadi. Netranya yang membulat sempurna adalah pemandangan indah terakhirku sebelum gelap gulita menyapa.

Sampai jumpa.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro