Rhyme 3 : Ketika Emosi Ingin Menguasai Raga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berbekal petunjuk dari resepsionis, Michel sampai di depan ruang pertemuan. Setelah menunjukkan undangan, Michel masuk ke ruangan itu. Ruang pertemuan itu cukup besar dengan meja-meja bundar. Di tengah ada meja panjang yang berisi makanan dan minuman. Panggung diisi oleh dua orang penyanyi dan band-nya. Para tamu undangan yang mengenakan pakaian formal berdiri, mengobrol dengan satu dan lainnya.

Sambil berkeliling, mata Michel mengedar ke setiap tamu yang ada di ruangan itu. Sebagian besar tamu-tamu memiliki rambut beruban seperti Michel. Warna rambut yang sebenarnya dampak dari kurangnya pigmen rambut, fenomena ini diturunkan secara genetik. Meskipun begitu, tidak semua anggota keluarga besar Michel memiliki rambut beruban. Bahkan bagi Michel sendiri, melihat sekian banyak orang-orang berambut uban terasa asing di matanya.

Beberapa tamu berhasil Michel kenali. Di sebuah meja bundar di dekat panggung, ada ayahnya dan sepupu ayahnya—Om Eka—yang kini menjabat sebagai pimpinan utama KPK. Kedua pria berambut putih keriting itu duduk bersebelahan dengan pria paruh baya yang rambut putihnya disisir rapi ke belakang. Pria paruh baya itu wajahnya sering kali muncul di televisi akhir-akhir ini. Beliau adalah Menteri Energi dan Sumberdaya yang baru saja dilantik beberapa bulan yang lalu, menggantikan menteri lama yang kini mendekam di penjara KPK.

Di antara orang-orang penting di sekeliling ayahnya, Michel tertarik dengan seorang wanita duduk tepat di sebelah kiri Ayah Michel. Wanita berhijab itu mengenakan kain songket yang cukup membekas di ingatan gadis itu. Bunga anggrek yang mencolok juga berada tepat di depan ayahnya. Posisi duduk si wanita sangat dekat ayahnya. Bahu mereka saling menempel. Tangan Ayah Michel melingkar di pundak wanita itu. Bahkan saat tertawa wanita berhijab itu menyembunyikan wajah ke arah leher Ayah Michel.

Michel mematung di tengah-tengah keramaian. Perlahan gerakan lalu lalang orang seakan-akan tidak terlihat bagi gadis itu. Suara keras dari panggung bagaikan tidak terdengar, begitu pula suara ramai perbincangan para tamu. Arah mata gadis itu tepat tertuju pada ayahnya. Tanpa sadar tangan Michel mengepal kuat-kuat hingga gemetar. Namun kaki gadis itu tidak melangkah dan bibirnya terkatup rapat-rapat. Ekspresi wajah yang datar berubah menajam dan kaku.

"Michel!"

Fokus si gadis berambut uban hilang seketika. Pandangan gadis itu tertutupi oleh seorang laki-laki berjas yang berdiri tepat di depannya. Laki-laki itu tersenyum, namun terasa ganjil. Tangan laki-laki itu menepuk pundak Michel pelan.

"Michel, makan dulu yuk. Kamu belum makan sejak tadi pagi kan? Sambil makan kamu mau kakak kenalin sama calonnya kakak," ujar laki-laki itu.

Michel perlahan menurunkan tangan Arwin. Gadis itu menggelengkan kepala dan menatap wajah si kakak tanpa berkedip.

"Kak, jelasin dulu ke Michel. Ayah maunya apa? Nikah lagi?" tanya Michel.

"Iya. Kan kakak udah bilang kemarin. Ayah juga udah bilang di grup WhatsApp kan? Ayah mau nikah lagi," jawab Arwin. "Jangan tantrum di sini. Biar gak bikin malu."

"Terus Michel enggak boleh marah?" tanya si adik.

"Boleh, tapi enggak sekarang. Michel boleh tantrum tapi enggak sekarang dan enggak di sini."

"Kenapa kok Michel harus nurutin Kakak!" balas gadis dengan nada tinggi.

"Soalnya kakak enggak pengen Michel kelihatan jelek di mata orang lain."

Michel menundukkan kepala. Ia mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskan napas perlahan. Sayangnya setiap hembusan napas, bahu gadis itu bergetar. Kepalan tangan gadis itu mulai terlepas setelah hembusan napas ke lima. Pada hembusan napas ke dua puluh, barulah getaran bahu gadis itu reda. Kerutan di dahi gadis itu sedikit demi sedikit memudar. Pada hembusan napas ke dua puluh lima, Michel baru bisa mengangkat wajah dan menatap wajah kakaknya.

Si kakak tetap menunggu hingga emosi Michel mereda. Bahkan Michel baru menyadari ekspresi khawatir yang kental di wajah si kakak.

"Sudah kalem emosinya?" ucap Arwin berusaha memastikan kondisi si adik.

Michel menggelengkan kepala lagi. Bahu gadis itu bergetar lagi.

"Michel boleh balik ke kamar dulu?" tanya gadis itu.

Arwin terdiam sejenak. Ia melirik sekitarnya lalu kembali fokus kepada si adik.

"Iya. Nanti kakak bawakan makanan ke kamar."

Tanpa pamit, Michel berbalik. Gadis itu berjalan cepat menuju pintu keluar.

Langkah kakinya membawa diri ke toilet lobi. Ia memasuki salah satu bilik dan mengunci pintu bilik toilet. Ia mendudukkan diri diatas water closet dan mengangkat kaki hingga ia bisa memeluk kedua lututnya. Jari-jari tangan kanan Michel menutup bibir rapat-rapat. Napas pendek diikuti bahu yang berguncang. Mata gadis berambut uban itu berkaca-kaca hingga tumpah membasahi pipi. Siang itu si gadis berambut uban membiarkan emosinya keluar.

Michel berdiam diri di toilet cukup lama. Setidaknya wajah berubah sembab dan penampilannya jadi berantakan. Baju batik yang dikenakan kusut dan rambut gadis itu berantakan. Ujung rok batik basah karena air mata dan ingus. Setelah air mata tidak lagi keluar, Michel keluar dari bilik toilet.

Gadis itu melihat ke arah cermin dan mulai merapikan penampilannya. Ia menyisir rambut dan mengikat rambut pendeknya. Merapikan baju dan menghapus makeup yang luntur. Ia membubuhkan bedak dan lipbalm sekenanya. Kemudian rambut pendek gadis itu kembali digerai. Setelah merasa cukup rapi, fokus Michel beralih ke ponsel. Ia mengabaikan semua notifikasi WhatsApp dan membuka aplikasi taksi online.

Michel memesan taksi online dan kembali ke bilik toilet. Ia menunggu taksi online yang dipesan melalui fitur pelacak di aplikasi. Begitu taksi online yang dipesan di dekat area hotel, Michel keluar dari bilik toilet. Ia menuju ke pintu utama lobi. Gadis itu datang, tepat saat taksi online yang dipesan tiba. Tanpa basa-basi, Michel langsung masuk ke kursi penumpang.

"Pagi kak, tujuan ke Pantai Kelan ya?" sapa sang sopir taksi online.

"Iya pak, ke Pantai Kelan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro