HARAPAN DAN MIMPI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah hari itu, grup mereka resmi berdiri. Dylan menjadi lebih dewasa karena Revan. Tidak ada ketua tim disana, padahal Dylan, Vino, dan Kesya sempat meminta Revan menjadi pemimpin. Tapi yang ditunjuk malah merasa, bahwa mereka semua adalah ketua, mereka semua berjuang keras untuk dipandang sama rata.

Awalnya mereka hanya mencoba bermusik pada sore hari di taman. Jenis musik yang mereka pilih akhirnya adalah musik indie. Alasannya karena lagunya bermakna, seperti perjalanan mereka sejauh ini. Melodinya dibuat halus, serta diselingi bagian rap dengan kalimat-kalimat bernada menyindir pihak yang mengucilkan mereka. Menceritakan jatuh bangun mereka dalam memperjuangkan harapan mereka. Meskipun beberapa kali sempat ditentang segelintir pihak, atau terhalang oleh keadaan.

Dylan sangat mencintai musik, ia ingin menjadi musikus. Tapi impiannya harus dibuang jauh-jauh karena biaya kuliah yang tinggi mengharuskannya berhenti di tengah jalan.

Vino? Mamanya justru sangat membenci hal yang malah ia cintai setengah mati. Tentunya terlalu bertolak belakang. Kesya, tak ada yang tahu gadis itu sungguh berbakat dalam bernyanyi, sampai pada hari itu, bakatnya akhirnya nampak ke permukaan. Revan, begitu juga. Kedua orang tuanya tak ingin anaknya itu terkenal karena sama saja akan mempermalukan Mama dengan aibnya. Semakin banyak orang yang menyukai Revan, semakin banyak pula orang yang akan mencari tahu kehidupan pribadinya. Maka dari itu, aib bahwa Revan lahir tanpa ayah pun bisa terkuak ke permukaan.

Revan dan Kesya memiliki cara khas untuk mempromosikan lagu mereka. Yaitu dengan merekam diri mereka membawakan lagu orang lain, pada akhir video tetap diselipkan rekaman grup mereka. Lalu dimasukkan ke salah satu web video terkenal di internet.

Suara keduanya memang bagus dan cukup digemari beberapa kalangan saat membawakan lagu orang. Tapi nyatanya tidak dengan lagu mereka sendiri. Lagu indie dengan sedikit campuran rap di dalamnya membuat lagu itu terdengar unik. Orang-orang yang merasa asing berusaha menjatuhkan mereka. Mencaci maki karya yang mereka buat susah payah. Mereka nyaris jatuh, terpuruk dan putus asa karena karya mereka dianggap sampah.

Ujaran kebencian terus dilemparkan kepada mereka. Kontrak kerja sementara di kafe pun batal karena pemilik kafe yang tiba-tiba menolak lagu mereka. Merasa lagu mereka terlalu aneh untuk diperdengarkan kepada seisi kafe. Belum lagi, orang tua Vino yang mengetahui hal ini. Sang Mama berniat memisahkan Vino dari kecintaannya terhadap musik, terlebih setelah beliau tahu posisi Vino kembali berada dibalik tuts hitam putih. Kadar kebenciannya terhadap musik makin tinggi. Vino dipaksa pulang, melupakan semua hal yang pernah terjadi selama ini, melupakan kawan-kawannya serta mimpi dan harapan yang pupus begitu saja.

Mama seperti ini, karena dulu kakak perempuan Vino yang tengah sakit keras memaksakan diri ikut konser tunggal dari tempat kursus musiknya. Bermain piano sambil bernyanyi, lalu berakhir jatuh di atas panggung. Sampai rumah sakit, nyawa sudah melayang.

Kemudian Revan, orang tuanya juga menyuruh Revan membuang gitar akustik miliknya. Merasa musik hanyalah membuang waktu dan tenaga. Kembali memaksa Revan mencari pekerjaan karena tentunya mereka tetap tidak ingin membiayai hidup Revan.

Dylan semakin parah, bandar obat nya terus-terusan menghampiri. Membutuhkan Dylan agar terus membeli barangnya. Dylan semakin candu dan ketergantungan. Stres yang melingkupi karena usahanya gagal, uangnya terkuras habis, dirinya sakit.

Kesya bingung. Gadis perempuan satu-satunya disana, paling muda, hilang arah. Tak tahu harus kemana. Satu-satunya pelarian hanya rumah Vino. Kebetulan, saat itu hanya ada Papa Vino dirumah, mengingat Mama sedang ada acara dengan teman-temannya di puncak selama tiga hari. Ia menceritakan seluruh keluh kesahnya tanpa terlewat sedikitpun. Menceritakan keadaan para belahan jiwanya yang kini berpencar entah kemana. Menceritakan awal dari kehancuran mereka, menceritakan seluruh keputus asaan mereka. Seluruhnya, jatuh bangun mereka, sekeras apa mereka berusaha untuk dipandang, memulai semuanya dari nol.

Papa tentu saja terenyuh mendengar pernyataan jujur dari gadis lugu itu. Kemudian diam-diam menyuruh Vino—yang tenyata sedang menatap kosong potret dirinya dan tiga sahabatnya di kamar—untuk keluar.

Meraih harapannya lagi, dengan janji akan tetap fokus belajar karena ujian sebentar lagi. Dengan janji berbicara sendiri akan kemauannya kepada Mama guna membuat Mama mengerti, bahwa hidup tanpa bisa melakukan hal yang dicintai rasanya seperti mati. Memberitahu Vino agar tetap melanjutkan minat hidupnya, itu haknya, asal tak berusaha terlalu keras dan meyakinkan Vino serta Kesya bahwa kegagalan itu wajar, selalu menyertai setiap perjuangan.

Kedua anak itu lalu beranjak mencari alamat rumah Revan. Dulu, Revan memang sempat memberitahukan mereka. Setelah ketemu, mereka mengintip jendela kaca pada rumah besar itu. Ada Revan, masih setia duduk menekuk lutut dan memegangi gitar akustiknya. Maka dengan keberanian penuh, Kesya dan Vino beralih mengetuk pintu rumah Revan. Meminta izin kepada sepasang pria dan wanita paruh baya untuk membawa Revan melanjutkan mimpinya.

Tentu saja ditentang keras. Terlebih saat Revan tiba-tiba keluar dari kamarnya, ikut menghamba, berharap benteng kokoh di hati kedua orang tuanya runtuh. Tak perduli orang-orang menganggap mereka gila, tak perduli bahkan orang terdekat mereka menyebut mimpi mereka aneh. Dengan tekad kuat, walau kedua orang tuanya kukuh menentang, Revan memutuskan lari dari rumah secara tiba-tiba. Tanpa aba-aba diikuti oleh kedua sahabatnya. Ia sudah muak, dengan larangan menyakitkan dalam hidupnya.

Tanpa bisa lagi kedua paruh baya itu menentang kemauan anaknya.

Beranjaklah ketiga anak itu ke kos-kosan Dylan.

Yang mengejutkan, kos-kosan itu sudah kosong sejak dua hari lalu. Pemiliknya entah kemana.

Ketiga remaja itu kembali kalang kabut mencari keberadaan Dylan. Mulai dari arena balap liar yang pernah dikenalkan Dylan kepada mereka, hingga kafe yang batal mereka bintangi.

Akhirnya, mereka berhenti disana. Melihat Vino tengah berbincang serius dengan seorang pria dewasa, menandatangani sesuatu, sebelum mata ketiga anak itu bertemu dengan mata elang milik Dylan.

Dengan senyum sumringah, Dylan menghampiri mereka secara tergesa. Tubuhnya nampak lebih sehat daripada dua hari lalu Kesya melihatnya kesakitan.

Kemudian, Dylan memeluk mereka secara tiba-tiba, membuat ketiganya berjengit kaget akan perubahan pada dirinya. Lalu menunggu Dylan mengeluarkan kata-kata.

"Kita bisa rekaman!" Dengan senyum secerah mentari.

Dua hari dihabiskan Dylan untuk putus dari pengaruh obat, melakukan seribu satu cara untuk mencari pemilik label rekaman kecil-kecilan yang mau menampung mereka. Berniat mewujudkan kembali mimpi yang putus ditengah.

Akhirnya, berhasil.

***TAMAT***

Yey! Bener kan, mepet 3500. Btw, krisarnya yaaa! luv u!
Part terakhir songfict buat event GhibahWriters

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro