|1|

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kurona menunggu. Seluruh waktunya digunakan untuk menunggu, ia tak mengetahui ada berapa kalinya ia selalu menunggu. Orang-orang berlalu lalang di sekitarnya, anak-anak yang berteriak riang, remaja-remaja yang saling berbagi lelucon, ataupun sesama orang tua yang berbagi cerita.

Ia sempat melihat Iyo-san bolak-balik menyapa tamu, dengan senyum ramahnya yang menghangatkan, ataupun Issei-san yang membawa seluruh kebutuhan pengunjung tanpa ada protes yang keluar. Dan Kurona tetap menunggu, tetap diam di posisinya, ia merasa hampir menyatu dengan dinding untuk kenyamanan pengunjung.

Namun Kurona tak masalah. Ia tak masalah menunggu, sebab hal itu tidak sebanding dengan apa yang telah diberikan keluarga Isagi kepadanya.

Ia tak tahu sudah berapa lama ia tinggal bersama mereka. Kurona tak dapat mengingat, ia selalu lemah dengan ingatannya. Yang melekat di ingatannya, hanya dimana ia pertama kali menemukan Yoichi, di tengah salju dan Kurona hampir dimakan kesepian. Yoichi datang seperti bunga sakura di musim dingin, itu mengejutkan, dan terlalu indah untuk diabaikan. Kurona mengikutinya, menyerahkan semua dirinya pada keindahan bunga sakura. Yoichi tak mengatakan apapun, ia hanya membawanya ke tempat hangat, dan keluarga Isagi yang menyediakan makanan dan kenyamanan.

Kemudian sejak saat itulah, tempat ini menjadi rumah Kurona.

Sejujurnya ia benci keramaian, ia seharusnya tak menyukai penginapan keluarga Isagi dari sekali pandangan, namun ia terkejut ketika merasakan kenyamanan yang dirasakannya di sini. Kenyamanan itu membujuknya untuk tetap tinggal di sini, dan Kurona menyerahkan seluruh yang ia punya untuk tempat ini, untuk keluarga Isagi, meskipun lagi-lagi ia tetap dibuat menunggu. Tapi tak masalah, sebelum ia menemukan Yoichi, ia sudah terbiasa menunggu.

Kurona tak tahu hal itu sudah dilakukannya berapa lama, sampai akhirnya ia menyerah dan menerima takdirnya. Barangkali saja seluruh hidupnya memang ditugaskan untuk menunggu, sampai kapanpun. Meskipun Kurona tak mengetahui, apa hal yang ditunggunya sebenarnya.

Setidaknya ia punya rumah sekarang, hanya itu satu-satunya pemikiran yang berusaha menghiburnya.

Kurona menatap sekeliling, tetap diam, dan orang-orang mengabaikannya. Ia tak masalah, lagipula ia benci perhatian. Kurona tetap menunggu, hingga ia mendengar suara yang dikenalnya, dan saat itulah ia dapat merasakan sepasang matanya yang terburu-buru menangkap sosok yang telah ditunggunya.

(—ah, apakah memang benar ini yang ditunggunya?)

"Tadaima."

Isagi Yoichi berdiri di sana, dengan seragam sekolahnya dan senyum yang selalu hangat. Kurona mendekat seperti sebelum-sebelumnya, ia selalu merasa nyaman ketika berada di dekat Yoichi. Bukan berarti orang tua Yoichi tidak ramah, keduanya selalu ramah dan memperlakukannya dengan baik, namun tanpa Yoichi, entah kenapa Kurona tak dapat merasakan kenyamanan itu.

Ia dapat mendengar suara Iyo-san yang menyambut. Ibu Yoichi menghampiri mereka, menyuruh Yoichi untuk segera berganti pakaian dan membantu. "Makanan sudah ada di meja, Yo-chan," tambahnya dengan nada yang riang, sebelum kembali ke tugasnya menghadapi pengunjung.

Kurona menatap Yoichi, remaja itu hanya mengangguk dan tertawa, sebelum melakukan apa yang telah diperintahkan.

Dan seperti biasa, Kurona mengikutinya dalam diam.

.

Ia dan Yoichi selalu ditugaskan membersihkan kamar kosong yang akan digunakan, ataupun mengecek pemandian air panas sebelum pengunjung bangun untuk esok harinya. Kurona selalu menyukai tugasnya dengan Yoichi, ia menikmati membantu Yoichi membersihkan debu-debu, atau mengatur selimut dan futon, atau melihat pemandian dan menyiapkan semua yang diperlukan pengunjung di sana.

Kurona senang membantu Yoichi dalam diam. Dan Yoichi, seperti biasa, tersenyum ramah kepada pengunjung lain atau orang-orang yang bekerja untuk membantu penginapan Isagi.

Kurona selalu mengharapkan senyuman dari Yoichi setelah ia membantunya dengan baik, namun Kurona yang paling tahu, hal itu tak akan pernah didapatkannya. Tak bisa, lebih tepatnya.

Yoichi akan memberikan senyum kepada siapapun, pengunjung, keluarganya, ataupun teman-temannya di sekolah. Semua yang ada di semesta ini akan mendapatkan senyum dari Yoichi, kemudian hanya menyisakan dirinya.

Satu-satunya yang tak pantas mendapatkannya.

.

Pagi ini dimulai dengan aneh, setidaknya bagi Kurona. Entah mengapa ia merasa lebih kesepian dari biasanya. Kurona benci perasaan itu, ia pikir kesepian sudah meninggalkannya ketika ia menemukan Yoichi, namun kesepian sangat keras kepala dan sekali-kali datang untuk menganggunya. Kurona benci kesepian, karena ini ia tak dapat membantu Yoichi sesempurna biasanya.

"Ah, Yo-chan. Tolong sambut pengunjung sebentar yah setelah ini." Hari itu hari minggu, dan ketiga anggota keluarga Isagi sarapan bersama. Iyo-san mengatakan itu ketika sarapan, setelah memberikan Yoichi banyak lauk dengan harapan ia dapat tumbuh, ketika mendengar Yoichi mengeluhkan tingginya.

Yoichi mengangguk, memberikan senyum kepada Ibunya. Kurona memperhatikan Issei-san yang tertawa, dan merangkul istri dan anaknya. Kurona mengerjap, tanpa sadar menundukkan kepalanya, dan kembali menunggu dalam diam.

Setelah membereskan sisa sarapan, keduanya kembali bertugas dan menuju meja depan. Keduanya menyambut pengunjung yang berdatangan dengan ramah, itu berjalan dengan baik setidaknya. Meskipun Kurona lebih menyukai tugas mereka yang biasa, namun menyambut pengunjung dan menyerahkan kunci juga bagus untuk sekali-kali.

Kurona perlahan-lahan menikmati tugas menyambut ini, ia berpikir tugas ini akan berjalan lancar tanpa halangan, sebelum kemudian pengunjung itu datang.

Itu pukul 10 pagi, dan pengunjung selanjutnya datang dengan barang bawaan mereka. Kurona memperhatikan kedua pengunjung di hadapannya, rambut mereka terlalu menarik untuk diabaikan. Sepertinya Yoichi juga berpikir seperti itu, sebab Kurona memperhatikan Yoichi melirik ke penampilan mereka sekilas, sebelum berganti menjadi senyum ramahnya.

"Selamat datang. Etto, atas nama Michael Kaiser-san yah?"

Salah satu pengunjung mengangguk, ia melepas kacamata hitam yang digunakannya, sebelum memberi senyum lebar. Kurona menatap bingung ketika mendengar bahasa asing yang tak dimengertinya, sebelum pemahaman memasuki, dan Kurona mengangguk. Ah pengunjung dari luar negeri? Tumben sekali.

Bukan berarti penginapan Isagi belum pernah kedatangan pengunjung dari luar negeri, tetapi hal itu sangat jarang. Mungkin dapat dihitung jari.

Kurona menyerah dengan ketidak pahamannya pada bahasa yang mereka gunakan, jadi ia memperhatikan Yoichi dan pengunjung dengan rambut pirang itu dalam diam. Ia menatap Yoichi yang berusaha mempertahankan senyum ramahnya, sebelum kemudian ke pengunjung pirang yang entah kenapa membuat Kurona kesal dengan memandangnya.

Apakah mereka berdebat?

Kurona memiringkan kepalanya, menatap keduanya dengan kebingungan, sebelum memutuskan menatap pengunjung lain yang semenjak tadi ikut diam memperhatikan. Kurona memperhatikan partnernya lebih pendiam, dan ia hanya menatap keduanya dalam diam, sama seperti apa yang dilakukan Kurona.

Kurona memperhatikan penampilannya, surai magentanya tidak terlalu menarik perhatian, berbeda dengan partnernya. Ekspresi yang digunakannya netral, dengan senyum ramah, namun entah mengapa Kurona merasa bahwa pengunjung itu kesal melihat perdebatan yang terjadi. Ia berdiri dengan pakaian tebal, dilapisi mantel, serta membawa tas besar di punggungnya.

Kurona tanpa sadar menatap lebih lama dari yang diperlukan. Ia baru saja akan mengalihkan perhatiannya kembali kepada Yoichi, ketika perlahan-lahan sepasang magenta pengunjung itu mendadak jatuh ke arahnya.

Kurona terburu-buru mengalihkan wajah, mencoba memperhatikan apa yang didebatkan Yoichi dan pengunjung pirang. Ia mencoba tidak terlalu berpikir, dan membuang semuanya jauh-jauh.

Ya, barangkali saja itu cuma kebetulan. Itu tak mungkin, jika bukan sekedar kebetulan.

(—betul, 'kan?)

.

Seperti hari-harinya yang biasa, Kurona kembali menunggu. Ia menunggu dengan sabar di lorong yang jarang dilewati pengunjung. Ia mencoba mengabaikan kesepian, yang kembali menghampiri dan menganggunya akhir-akhir ini.

Ia menunggu, tetap diam di posisinya, hingga ia kembali menemukan Yoichi. Ia tetap menunggu, hingga Yoichi kembali datang dengan seragam sekolahnya. Ia memperhatikan Iyo-san dan Issei-san yang bekerja, dan merasa dirinya tidak berguna.

Kurona memperhatikan sekeliling. Pengunjung pasti banyak yang belum bangun, Kurona bersyukur untuk yang satu itu. Ia kembali menatap kosong dinding di hadapannya, sebelum ekor matanya menangkap sosok pengunjung dari luar negeri kemarin.

Pengunjung pirang itu tak terlihat, hanya pengunjung magenta dengan senyum ramah, berjalan ke arahnya dengan tenang. Kurona bertanya-tanya sejenak, menatapnya lamat-lamat ketika ia melewatinya. Kurona memperhatikan sebentar, sebelum mengalihkan pandangannya dengan acuh tak acuh, dan kembali menunggu.

Namun sepertinya semua hal yang ada di sini, selalu tak berpihak kepadanya.

"Oh, kau lagi. Selamat pagi untukmu, apakah kau mau menemaniku hari ini?"

(—huh?)

Kurona mengerjap. Suara itu benar-benar mendadak, dan lebih mengejutkannya berasal dari pengunjung itu. Kebetulan kemarin mampir kembali ke ingatannya, membuat Kurona menoleh ke belakang, mencoba memastikan apakah pengunjung itu benar-benar berbicara dengannya. Namun Kurona sama sekali tak menemukan sosok lain di sekitarnya, dan baru saat itulah ia melempar tatap.

Kembali mengejutkan, pengunjung itu masih berbicara dengan tenang. Kurona memperhatikannya dengan kebingungan. Ia juga sempat terkejut, saat ia berbicara lancar dengan bahasa mereka. "Seorang kenalan merekomendasikan tempat ini, sebab kami belum pernah pergi ke hotspring sebelumnya. Aku tidak tahu dimana temanku, tetapi jalan-jalan sendiri bukankah terdengar menyedihkan?"

Kurona menatap senyum yang diarahkan kepadanya. Kali ini kebingungan benar-benar menghantamnya, sebelum ia menatap sepasang tangannya, memastikan bahwa keduanya masih tetap pucat.

"Kau bisa melihatku?" Untuk pertama kalinya, Kurona membuka mulutnya setelah sekian lama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro