|2|

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pertama kali Kurona terbangun, ia menangkap pemandangan jalan raya, suara bising kendaraan, serta suara anak-anak yang bermain di taman. Kurona tak mengingat apapun, ia hanya merasakan kekosongan di dalam dirinya. Setiap waktu, ia tanpa sadar menunggu. Tak mengetahui apa yang ditunggu, siapa. Yang Kurona tahu, ia hanya harus menunggu.

Tak pernah ada yang memperdulikannya, meskipun kaki Kurona tak menjajak aspal. Tak pernah ada yang meliriknya, meskipun kulitnya terlalu pucat dan tubuhnya terlihat transparan. Kurona dibiarkan melayang tanpa tujuan, menunggu sesuatu yang tidak diketahuinya, dimana kesepian dan kekosongan melahap dirinya seutuhnya. Orang-orang berlalu lalang, bertambah usia, dan dirinya tetap saja masih sama.

Ia menunggu, menunggu, menunggu hingga anak-anak yang bermain di taman mengurang, menjelma sebagai pekerja yang berlalu lalang melewatinya dengan mudah.

Ia merasa tersiksa, hari demi hari, musim terus berganti; semi, panas, gugur, salju, hingga kembali ke semi. Namun Kurona masih tak mengetahui apa yang ditunggunya, berapa lama lagi ia harus menunggu? Ia muak, muak dengan semuanya, dimana kesepian semakin menggerogotinya setiap waktu bergerak, hingga kemudian ia menemukan Yoichi.

Isagi Yoichi, Kurona mengetahui nama itu dari kartu yang menempel di seragamnya. Pertama kali menemukam Yoichi, Kurona merasakan dorongan untuk mengikuti remaja itu. Ia tak tahu kenapa, ia hanya merasa lebih nyaman dengan Yoichi. Semua rasa muak yang dirasakannya seolah lenyap, digantikan dengan kenyamanan yang ia rasakan saat ia berada di dekat Yoichi. Dan sejak saat itulah, Kurona mengikutinya, berusaha mencari jawaban, sesuatu yang ia cari dan tunggu selama ini.

(-atau mungkin, ia hanya tidak mau sendirian lagi)

Setiap melihat Yoichi dan teman-temannya, Kurona merasakan sesuatu yang aneh, dan ketika ia menyadarinya itu kesepian yang kembali mengganggunya. Atau ketika melihat interaksi keluarga Isagi, atau senyum Yoichi kepada pengunjung yang tidak dikenalnya. Kurona sudah lama menyerah, ia tahu ia masih menginginkan perhatian seseorang, namun orang-orang itu tetap melewatinya, menembus tubuhnya, tak akan pernah meliriknya. Begitu juga dengan Yoichi.

Jadi ketika sepasang mata pengunjung itu jatuh kepadanya, pemikiran pertama Kurona adalah menolaknya. Ia yakin itu kebetulan, itu tak mungkin terjadi, sebab bagaimana pengunjung asing itu dapat melihatnya? Sosoknya yang transparan dan melayang-layang, semua orang mengabaikannya, bagaimana pengunjung yang tidak dikenalnya bisa melihatnya? Jadi Kurona berpikir itu sama sekali tak mungkin, barangkali itu cuma kesepian saja yang berusaha menjahilinya.

Namun hari ini, pengunjung itu benar-benar berbicara dengannya, mengucapkan kalimat yang ditujukan kepadanya. Sepasang magentanya menatapnya, tak menembus tubuhnya, itu benar-benar menatapnya. Sementara sebuah senyum diarahkan kepadanya, senyum yang tak pernah Kurona bisa dapatkan, senyum dari orang asing yang bahkan Kurona tak ketahui namanya. Ia sudah lama menyerah, menyerah agar seseorang memberinta perhatian, dan saat ini perhatian yang sudah lama ia inginkan telah diberikan tanpa aba-aba.

Kurona tak tahu, ia tak tahu harus merasakan apa. Kebingungan mendominasi, namun ada perasaan aneh lain, sesuatu berbeda yang ia rasakan saat menemukan Yoichi dulu. Perasaan itu sama, ketika ia membayangkan berada di posisi anak-anak yang bermain di taman waktu itu.

Kurona terkejut, ketika ia menemukan dirinya membuka mulut. Setelah sekian lama ia memutuskan menutupnya, sebab tak akan pernah ada orang yang bisa mendengarnya, dan hari ini akhirnya ia dapat membuka mulutnya lagi. "Kau bisa melihatku?" Kurona baru menyadari, ia hampir lupa dengan suara yang ia miliki.

Kurona masih menatap kedua tangannya yang pucat, sebelum perlahan-lahan memberanikan diri menatap sosok pengunjung itu. Ia mendapati pengunjung itu mengerjap, ia tak dapat mendengar gumaman pengunjung itu, sebelum sepasang magenta itu kembali tertuju padanya.

"Apa kau tenggelam?"

(-apa?)

Kurona mengerjap, terkejut dengan pertanyaan aneh yang diberikan. Ketika pemahaman memasuki, barulah ia menatapnya dengan tak terkesan, sebelum menggeleng.

"Ah, kalau begitu jatuh dari ketinggian?"

Kurona menggeleng lagi.

"Atau-"

Sebelum pengunjung itu menanyakan sesuatu lagi, Kurona buru-buru menyela. "Aku tidak ingat, kenapa aku bisa berakhir seperti ini."

Bisa tidak, orang ini tidak mengacaukan suasana hati?

Kurona memperhatikan pengunjung itu mengerjap, sebelum mengangguk. Tangan diletakkan di dagu, dan sepasang mata itu masih menatapnya. "Lalu apakah kau tinggal di sini?"

Kurona terdiam sejenak. Berdebat sejenak haruskah ia memberi tahu pengunjung ini yang sebenarnya atau tidak, dan seolah kesepian berpihak pada pengunjung itu, Kurona pun mengalah.

Ia menceritakan semuanya kepada pengunjung itu, semua yang terjadi, sebelum bertemu Yoichi, pertama kali ia terbangun. Kurona menceritakan semuanya, perlahan-lahan menyisihkan seluruh perasaannya, ia menceritakan itu dengan datar, tenang, seolah bukan ia yang mengalami semua itu.

Kurona menyadari bahwa pengunjung itu, mengurangi jarak mereka ketika ia menumpahkan semuanya. Melangkah lebih dekat ke arahnya, Kurona mendapati pengunjung itu memperhatikannya dengan lekat, mendengarkan semua apa yang dia katakan dengan diam.

Aneh rasanya, mendapati seseorang yang memperhatikannya.

"Menurutmu apakah Yoichi benar-benar mengenalmu?" Setelah ia menceritakan semuanya, pengunjung itu melempar pertanyaan kepadanya. Ia berdiri di sisinya, punggungnya disandarkan di dinding, sementara sepasang magentanya berkilat dengan tertarik.

Kurona menggeleng, namun pertanyaan itu seolah membaca semua apa yang dirasakannya selama ini. "Entahlah, aku tidak tahu."

Kurona mendengar suara gumaman, kemudian mendapati pengunjung itu melangkah lebih dekat ke arahnya. "Kalau begitu, mau membuat kesepakatan?"

"Kesepakatan?"

"Hm. Aku akan membantumu mencari jawabannya, dan kau harus menemaniku selama tiga hari di sini."

"Kau benar-benar kesepian, terus menyuruhku menemanimu."

"Kau kesepian, aku kesepian, lalu kenapa kita tidak menghabiskan waktu bersama saja?"

"Bahkan jika aku hantu?"

Kali ini Kurona mendengar suara tawa. Ia memperhatikan pengunjung itu tertawa kecil dan melebarkan senyumnya. "Hm, bahkan jika kau hantu. "

Kurona mengerjap, merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang melebihi ketika ia bersama dengan Yoichi. Perasaan itu lebih hangat, lebih nyaman, Kurona tak dapat mendefinisikannya.

"Baiklah. Mulai besok?"

Ia hampir melangkah mundur, ketika pengunjung itu menatapnya dengan antusias. Kurona dapat membayangkan, jika pengunjung itu mempunyai ekor, mungkin itu akan bergoyang-goyang sekarang. "Yep, mulai besok."

Kurona mengangguk, mencatatnya di pikirannya. Pengunjung itu sangat aneh, namun Kurona tak dapat menahan perasaan yang selama ini ia tahan dan inginkan.

"Ah yah, ngomong-ngomong namaku Alexis Ness. Dan namamu?"

"Kurona."

"Kurona?"

"Aku tak ingat nama depanku."

Ness mengangguk singkat, ia segera membalikkan badan. Kedua kakinya telah siap melangkah pergi, tidak lupa ia melempar senyum kepadanya sebelum itu. "Kalau begitu sampai jumpa besok, Kurona."

Kurona tanpa sadar mengangguk, merasakan kebingungan di dalam dirinya.

(-apakah selama ini yang ia tunggu berhubungan dengan Yoichi? Ataukah ia hanya kesepian? )

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro