01-Aku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Diam dan mendengarkan apa yang diucapkan oleh wali kelas setelah gadis itu memperkenalkan diri, memperhatikan tingkah laku teman-teman sekelas karena mareka sedari tadi menatapnya tanpa henti. Apa ada keanehan sampai-sampai mereka tidak mau mengalihkan pandangan? Sudahlah, gadis bernama lengkap Ralifa Safran itu menghela napas panjang. Ini resiko menjadi siswi baru, mendapatkan perhatian lebih meski dia tidak ingin.

"Lifa, sekarang kamu bisa duduk di situ." Bu Merta menunjuk bangku kosong tak jauh dari pintu masuk, lebih tepatnya di sebelah seorang cowok yang sedang menatap Lifa dengan sorot tajam.

"Saya harap di awal kelas dua belas ini kalian lebih semangat lagi belajarnya." Setelahnya, guru itu pamit keluar kelas.

Lifa mengangguk sopan, lalu tersenyum sebelum melangkah ke tempatnya. Tanpa pernah berkedip, dia juga menatap Dean seraya tersenyum miring. Entahlah, Lifa tidak tahu sedang menghadapi siapa sekarang sampai-sampai cowok itu menatap sebegitu rupa. Apakah dia most wanted dengan predikat bad boy terpintar?

Ah, rasanya tidak mungkin mengingat si cowok mengenakan seragam begitu rapi, sepatu tanpa noda, serta buku tulis dan buku paket sudah tersuguh di atas meja. Sebelum duduk, Lifa kembali menatap seluruh isi kelas. Wah, mereka semua sibuk bersama buku masing-masing tanpa memedulikannya lagi. Ternyata dia berada di tengah-tengah orang ambisius.

"Fa, gak lihat gue?"

Lifa baru saja duduk, belum melepas ransel, bahkan belum menyapa teman sebangkunya yang sudah berhenti melempar sorot tajam dan kini sibuk bersama buku paket, tiba-tiba seseorang memanggil dari belakang tempat duduknya. Dia berbalik sambil tersenyum tipis, tak lupa mengulurkan tangan layaknya ingin berkenalan.

"Gue Ralifa, salam kenal."

Cowok yang memanggilnya tadi langsung menepis tangan Lifa dan menggeleng pelan. "Lo pikir gue lupa sama sahabat kecil gue yang pindah ke Medan terus balik karena--" Ucapannya terpotong ketika guru pengajar tiba-tiba masuk kelas.

"Assalamu'alaikum."

"Nanti aja, Ga, ngomongnya," ujar Lifa sambil membalikkan badan.

Cowok bernama Gani itu pun hanya bisa mengangguk lemah, padahal dia sangat ingin bercerita dengan sahabatnya yang telah lama pergi dan seketika kembali ke Jakarta hanya karena ... sehelai sticky note?

~~~

"Dasar dari sifat koligatif larutan yaitu hukum Roult. Ada yang tahu apa bunyi dari hukum ini?"

Setelah menjelaskan sedikit mengenai materi terkait, akhirnya Bu Dian mengajukan pertanyaan dan itu cukup membuat Lifa membuang napas legah. Di banding belajar dengan metode ceramah, dia jauh lebih menyukai metode debat. Lifa memandang teman-temannya, ternyata mereka semua sangat antusias. Mereka memang tidak bersuara seperti kebanyakan siswa lain saat dilemparkan pertanyaan untuk dijawab, melainkan seisi kelas hanya mengacungkan jari dan menunggu Bu Dian memilih penjawab soal.

Lifa tersenyum miris, ternyata hanya dia seorang yang tidak mengangkat tangan. Gadis itu melirik teman sebangkunya.

"Serius banget," desisnya.

"Saya mau kamu yang menjawab." Bu Dian menunjuk Lifa hingga seluruh pasang mata beralih ke satu titik.

"Saya, Bu?" Jelas saja Lifa sadar akan menjadi sasaran empuk oleh telunjuk Bu Dian. Hanya dia yang tidak mengacungkan jari. Gadis itu membuang napas pendek.

"Iya, kamu siswa baru,'kan? Saya tahu kamu belum punya buku paket, sementara yang lain memiliki buku itu. Mudah saja mereka menjawab karena memiliki pegangan, tetapi kamu tentu saja tidak. Silakan Lifa."

Gadis berambut panjang itu menampilkan senyum lebar, ternyata guru ini sedang mengujinya. Bu Dian pikir dirinya bisa masuk ke kelas ini karena menyogok kepala sekolah? Tidak, Lifa ada di sini karena memang nilai di sekolah sebelumnya memang mumpuni menginjakkan kaki di sini. Tak dapat dipungkiri kalau dia sedikit jengkel.

Oke, Lif. Tunjukin kalau lo bisa.

"Hukum Roult dicetuskan oleh Francois M. Van Roult. Francois mengatakan bahwa tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut." Lifa bertutur sangat santai tanpa gugup sama sekali hingga membuat teman-temannya terkesima.

"Oke. Jadi benar yang dikatakan oleh Lifa tadi mengenai hukum Roult. Sekarang kita lanjutkan ke macam-macam sifat koligatif larutan."

Mudah saja bagi Lifa menjawab pertanyaan itu. Sebagai anak sekolah yang selalu menghabiskan waktu di rumah untuk membaca buku membuat Lifa mengetahui banyak hal.

Mungkin bagi gurunya, Lifa sedang dites tingkat pemahamannya, tetapi bagi gadis itu sendiri tindakan Bu Dian cukup membuatnya tersinggung. Baiklah kalau memang di sini persaingan jauh lebih ketat, dia yakin bisa melampaui mereka.

Lifa mengetuk-ngetukkan pulpen di atas meja, netra gadis itu menatap tanpa minat rumus-rumus di atas sana. Sampai ketika tangan seseorang menahan pergerakan tangannya dia langsung menoleh.

"Bisa lo gak ribut?" ucapnya terdengar seperti berbisik, tetapi cukup mengintimidasi.

Gadis berumur delapan belas tahun itu kembali menampilkan senyum miring andalannya. Tak lupa melepaskan tangan dari genggaman erat cowok di sebelahnya. Lifa memperhatikan cowok itu dan membaca nama di seragam.

"Dean Arhanda Rasyid. Emang gue ganggu kalau kayak gini?" Lifa kembali mengetuk-ngetuk meja menggunakan pulpen hingga membuat Dean memutar bola mata karena kesal.

"Ganggu banget."

Setelahnya, Dean kembali fokus ke papan tulis dan Lifa tidak melakukan tindakan yang mampu membuat fokus Dean terpecah. Namun, tak cukup lima menit, lagi-lagi gadis itu kembali berulah. Kali ini Lifa menggerak-gerakkan kaki di atas pijakan kaki meja.

Dean mengerutkan hidung, memicing, dan mencoba memahami penjelasan Bu Dian, tetap saja otaknya tidak mampu mencerna dengan baik karena kaki Lifa di bawah sana tidak bisa tenang barang sedikit. Bagi cowok berambut cepak itu, pergerakan sedikit saja mampu merusak konsentrasi, bahkan suara selain guru pun berpotensi menganggu fokusnya.

"Lo! Bisa diem gak, sih!" Kali ini Dean menegur dengan suara tertahan. Semakin ke sini dia semakin kesal saja.

Lifa langsung menengok ke sumber suara. "Hah? Kenapa lagi, sih?"

"Kaki lo berhenti gerakin."

Gadis itu melihat ke bawah, tetapi tak berniat mengentikan pergerakannya. Dia nyaman belajar sambil menggerakkan sesuatu. Akan tetapi, cowok ini malah menyuruhnya diam untuk kedua kali.

"Gak bisa, gue lebih fokus kalau gerak," sanggahnya, lalu kembali melihat ke papan tulis.

Dean menggenggam erat pulpen di atas meja, melempar tatapan permusuhan kepada siswi baru itu. Tanpa banyak berpikir, dia lantas menginjak kaki Lifa agar berhenti bergerak.

"Au!" jerit gadis itu.

Bu Dian sontak melihat ke arah sumber suara. "Siapa itu? Saya tidak mau ada suara lain selain saya, jadi perhatikan baik-baik!"

Lifa dan Dean saling melempar tatapan membunuh. Sepertinya tak ada perdamaian jika seperti ini. Kemauan yang saling bertolak belakang dan sikap sama-sama keras kepala mendukung ketidakcocokan mereka berdua.

Gadis berkucir kuda itu langsung membuang muka dan kembali mendengarkan penjelasan guru, begitu pun Dean juga melakukan hal serupa. Cukup lama mereka hanya mendengarkan suara Bu Dian dan itu sangat melelahkan bagi Lifa. Gadis itu berharap agar pelajaran cepat selesai.

"Sebelum saya menutup pelajaran hari ini apakah ada yang tahu apa pentingnya hukum Roult?" Di akhir kelas, Bu Dian melempar pertanyaan yang tidak memiliki jawaban di buku paket.

Pemandangan tak terduga bagi Lifa. dia pikir akan ada banyak yang mengacungkan jari seperti tadi. Namun, ternyata kali ini hanya Dean sendiri.

"Silakan, Dean."

Dean langsung mengutarakan pendapatnya dengan lancar hingga membuat seisi kelas lagi-lagi takjub. Begitulah Dean, peraih juara 1 Olimpiade Sains Nasional, selalu berada di peringkat pertama kelas dan seantero SMA Merah Putih. Sekali bicara, seluruh atensi tertuju padanya.

Melihat ketakjuban teman-temannya, Lifa langsung memotong ucapan Dean. "Penjelasan lo terlalu kepanjangan. Saya bisa jelaskan lebih singkat lagi, Bu."

Dean menggeram jengkel, untuk pertama kalinya dia diperlakukan seperti ini. "Gak bisa, Bu. Saya belum selesai."

"Teruskan Dean."

Seisi kelas yang awalnya tegang semakin tegang saat Lifa bersuara. "Hukum Raoult sangat penting untuk mempelajari sifat karakteristik fisik dari larutan seperti menghitung jumlah molekul dan memprediksi massa molar suatu zat."

"Lo!" Dean mengenggam bukunya erat-erat, ingin sekali rasanya melayangkan benda itu ke wajah Lifa yang malah tersenyum manis.

"Sudah-sudah. Saya rasa dari penjelasan Dean dan tambahan dari Lifa tadi cukup memperjelas semuanya. Oke, untuk tugas pertama, saya ingin kalian berpasangan dengan teman sebangku untuk pengerjaan makalah."

"Hah!" Dean dan Lifa kompak bersuara saking kagetnya.

~~~
~Day 1~

Halo. Saya kembali lagi bersama cerita baru di event yang sama. Apalagi kalau bukan Anfight 💪.

Hope you like it.

Hari ini kenalan sama Lifa dulu, yuk.

Ralifa Safran

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro