06-Butuh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika malam sebelumnya Dean tidak dapat keluar rumah karena tertangkap basah, kali ini dia berhasil lolos. Fika telah selesai melakukan inspeksi tengah malam dan Dean bisa bebas sekarang meskipun jam sudah menunjukkan pukul 02.30. Namun, tidak masalah baginya. Dia benar-benar ingin bebas barang sebentar.

Ke sekolah bertemu buku, kembali ke rumah dan bertemu buku lebih banyak lagi selama ini membuat Dean ingin muntah rasanya. Dia jarang keluar rumah selain mengikuti les tambahan sepulang sekolah, jalan-jalan ke tempat lain selain perpustakaan daerah pun dia tidak pernah.

Dean menunduk seraya menendang kerikil kecil yang ditemuinya di jalan. Sembari berjalan dia memikirkan tindakan mamanya selama ini. Dia tahu pasti mengapa dia harus belajar lebih keras daripada teman-teman lainnya. Semua karena sang mama mendapatkan perlakuan jelek di masa lalu dan merembes kepada sang anak, dididik keras dengan cara tiger parenting.

Tiger parenting adalah model pengasuhan otoriter. Orang tua mendorong dan menekan sang anak untuk mencapai akademik yang tinggi. Beginilah Dean dibesarkan hingga membuat cowok itu tertekan setiap hari.

Waktu kecil dia selalu dikurung, akses bersosialisasi bersama orang lain hanya bisa dia dapatkan saat di sekolah, itu pun kebanyakan dari mereka membenci dirinya karena terlalu arogan, ambisius, dan perfeksionis. Dean kesal karena tidak ada yang ingin berteman dengannya selama sembilan tahun, sampai dia bertemu Gani di SMA.

Dean tertawa kecil. "Pertemuan gue sama Gani juga gak enak, sih. Tapi, gue bersyukur karena setelahnya gue bisa akrab sama dia."

Cowok itu berhenti, menatap Alfamart di depan sana. Kemarin dia harus ke sini, tetapi nahas karena sang mama mendapati dirinya. Barulah hari ini dia bisa merealisasikannya meskipun tanpa Gani. Dia berjalan memasuki gerai dua puluh empat jam itu, setelah membeli minuman kaleng barulah dia keluar dan berniat duduk di salah satu kursi yang tersedia.

Namun, kakinya tertahan saat melihat seseorang yang dia kenali di sana, terduduk dengan wajah ditekuk. Dean menghela napas, lalu melihat ke sisi lain untuk mencari kursi, tetapi kursi kosong ternyata hanya tersedia di depan cewek itu saja. Dia menimbang-nimbang sebentar antara duduk atau kembali ke rumah. Akan tetapi, dia tidak ingin pulang sekarang.

"Ck, gak ada pilihan lain." Dia memutuskan untuk duduk di depan cewek itu.

Dean memperhatikan wajah Lifa yang tak biasanya seperti ini. Tidak ada wajah menjengkelkan di sana meski melihatnya seperti ini tetap sedikit menyentil emosi. Tidak ada sapaan ramah, bahkan gadis itu sama sekali tidak berminat menatap sosok lain yang duduk di depannya.

"Kenapa?"

Lifa kontan menegakkan punggung saking kagetnya. Dia memegang dada untuk menetralkan pacuan jantung di dalam sana. Setelah berhasil tenang, barulah dia menyorot tajam cowok di depannya.

"Kalau lo dendam sama gue gak gini caranya," ucap gadis itu seraya meraih sebatang rokok.

Dean sigap menahan tangan Lifa ketika hendak mengisap rokok yang telah dibakar ujungnya. Kejadian tarik-menarik tangan pun terjadi. Lifa menarik tangannya agar bisa lepas dari cekalan Dean, cowok itu berusaha menjauhkan benda bernikotin tersebut dari mulut cewek gila di depannya.

"Lepasin!" bentak Lifa, tetapi Dean tidak terpengaruh sama sekali.

"Gue heran sama anak muda zaman sekarang," jeda sejenak.

Dean menyandarkan siku di atas meja berbahan stainless hingga siku Lifa juga turut melakukan hal serupa. Jadi, posisi keduanya seperti ingin berpanco.

"Kenapa kebanyakan dari mereka selalu lari dari masalah dengan cara merokok." Cowok itu kembali meneruskan kalimatnya.

Lifa menghempas paksa tangannya. "Anak baik-baik gak bakalan tau rasanya jadi anak nakal. Seru, tau," ujarnya sambil tersenyum miring.

"Jadi, lo bukan anak baik-baik?"

Skak!

Gadis itu memilih tidak menjawab dan beralih mengisap rokok. Tidak peduli dengan Dean beserta sorotan tajam untuknya. Lagipula sejak kapan cowok ini jadi pengertian seperti sekarang?

"Di dalam rokok ada 4000 jenis bahan kimia. 400 zat berbahaya dan 43 zat penyebab kanker. Lo tahu fakta itu, 'kan?" Pelan-pelan Dean memberikan peringatan kepada gadis di depannya. Akan sangat sulit jika melerai gadis itu seperti tadi, lebih baik menakut-nakutinya saja dengan fakta agar tercipta kesadaran tentang bahaya rokok.

"Tau." Lifa tahu, tetapi memilih tidak peduli. Beginilah kebiasaan gelapnya. Setiap tidak bisa tidur pasti melarikan diri ke benda bertembakau ini.

Sewaktu di Medan dia selalu insomnia karena kebiasaan begadang untuk belajar. Akan tetapi, dia muak dan memilih mencoba rokok saat tak bisa tidur. Sekitar satu bulan dia menghabiskan waktu bersama benda berbahaya itu tanpa sepengetahuan orang tuanya, tetapi mengingat apa yang dia kerjakan tidak baik dia akhirnya berhenti.

Namun, kabar buruk dari sang kakak ternyata membawanya lagi ke fase buruk ini. Menjadi susah tidur dan memilih rokok sebagai teman begadang.

"Terus kenapa lo masih berani ngerokok? Gue tahu lo paham tentang karbonmonoksida, tar, nikotin yang berbahaya. Tap--"

"Tuh, cobain." Dengan berani Lifa melempar sebatang rokok ke dalam mulut Dean saat berbicara. Dia ingin tenang, tetapi tak bisa. Lifa bingung mengapa Dean ada di sini.

"Lo gila, hah! Lo emang gak bisa menghargai orang lain kal--"

"Lo gak tau tentang gue, jadi berhenti nyerocos kayak tadi."

Dean tertawa, lama-lama tawanya semakin keras hingga membuat Lifa mengernyit. Jika Dean mengungkapkan sisi hidupnya yang tak pernah bertemu tenang, mungkinkah Lifa akan berkata demikian?

"Mungkin lo kesal sama hidup lo, tapi lo gak pantas bertindak paling merana di dunia ini, gue pun bahkan gak berhak untuk itu."

Dean bangkit dari duduknya dan hendak pergi. Akan tetapi, Lifa lebih dulu meninggalkan Dean begitu saja. Cowok itu geleng-geleng kepala, setidaknya Lifa membuang rokoknya. Kalau dipikir-pikir mengapa dia harus peduli seperti ini? Hah, mungkin dia memang ditakdirkan menceramahi orang-orang seperti Lifa.

Cowok berjaket parasut hitam itu melihat ke arah mana Lifa meniti jalan, tetapi bukannya hanya menemukan Lifa di sana, melainkan ada tiga orang cowok sedang menghadang langkah gadis itu. Tanpa pikir panjang Dean buru-buru mendekati ke sana. Dia yakin seratus persen orang-orang tersebut adalah preman jalanan.

Tangan Dean sigap memegang pergelangan tangan Lifa ketika tiba di hadapan orang asing ini. Lifa menatap Dean dengan raut terkejut.

"Dompet serahin ke kita." Salah satu dari mereka mendekati Dean dan Lifa.

"Sabar, Bang. Gue ambilin," cegah Dean.

Dean pun pura-pura merogoh saku celana, sementara tangan lainnya semakin mengenggam erat tangan Lifa. Pada menit berikutnya, dia langsung lari secepat kilat bersama Lifa. Aksi kejar-kejaran terus berlanjut hingga membuat Dean berusaha berpikir keras untuk menghentikan ini semua, berusaha mencari tempat persembunyian.

Ketika Lifa sudah tidak kuat berlari lagi di saat itu Dean menemukan tempat untuk mengelabuhi preman-preman tadi. Kedua insan tersebut bersembunyi di depan mobil pick-up, tak jauh dari tempat mereka bersembunyi ketiga preman itu semakin mendekat.

Dean menunduk bersama Lifa dan mereka mengelilingi mobil hingga berhasil mencapai bagian belakang kendaraan beroda empat. Preman tadi terus berlari ke depan, sementara Dean dan Lifa berlari ke arah berlawanan.

"Makasih," ucap Lifa setelah tiba di depan sebuah rumah yang dia yakini adalah kediaman Dean.

Dean mengangguk dan segera masuk ke dalam rumah. "Lo pulangnya hati-hati."

"Rumah gue dekat dari sini, tinggal belok. Ternyata kita beda gang aja."

"Ya udah, gue masuk."

Lifa mengangguk dan melihat Dean sampai cowok itu benar-benar hilang di balik pintu rumah. Apa-apaan ini, biasanya si cowok akan mengantarkan si cewek pulang lebih dulu, tetapi yang dia dapatkan justru berbeda. Yah, seharusnya Lifa tidak perlu terkejut akan tingkah Dean, cowok itu memang berbeda dari lainnya.

Dia hendak berjalan, tetapi ketika mendengar suara bentakan dari dalam rumah dan permohonan maaf seorang cowok dia urung berlalu.

"Ampun, Ma."

Lifa mendengar jelas itu suara Dean, dia semakin mendekati pagar rumah. Apa yang terjadi dengan Dean sekarang?

"Masuk kamar kamu!"

~~~
Day 6

Daripada begadang bareng rokok, mending begadang sambil makan mie aja. Ditemenin, tuh sama Dean😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro