1. Complicated

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Yuk, lanjut kenalan sama Maisha.

Happy baca 💜
Sorry for typo
.
.
.

Suara ketukan heels lima senti menggema di lorong lobi perkantoran yang bergerak di bidang e-commerce. Rumaisha Shakila Mufti berjalan lemah, langkahnya kuyu dengan tatapan memancar layu. Gadis itu sedang tidak bersemangat pagi ini. Jangankan untuk ngantor, Maisha bahkan enggan bangun akibat kesulitan menampani semua fakta yang tersaji ; jika sebentar lagi dia akan dinikahkan dengan laki-laki yang sama sekali tidak dicintai. Alih-alih cinta, kenal saja tidak. Tetapi menilik dirinya yang baru beberapa bulan diterima magang di perusahaan bonafit impiannya, maka, mau tidak mau Maisha harus mengumpulkan segenap tenaga untuk berangkat kerja.

Otaknya sibuk membayangkan berbagai kemungkinan dan reaksi Rendra - kekasihnya saat Maisha memberi tahu permintaan Eyang Kakung nanti. Memikirkannya saja sudah membuat kepala Maisha mau pecah rasanya. Rendra adalah kekasihnya selama kurang lebih dua tahun ini. Mereka menjalin hubungan ketika Maisha masih berkuliah, sementara Rendra adalah senior di kampusnya.

Rumaisha saat ini bekerja sebagai junior staff analyst di sebuah perusahaan e-commerce terbesar kedua di Indonesia. Lazarus adalah nama brand e-commerce yang tidak hanya berpusat pada shoping online tapi juga memiliki banyak offline store di beberapa kota besar di Indonesia. Lazarus merupakan  brand lokapasar berbasis teknologi dengan bisnis ritel yang berpusat pada produk fashion kekinian serta produk perawatan tubuh. 

"Sha, Pak Ezar minta laporan data internal yang kemarin Lo kerjain." Itu suara Mbak Meta, senior Maisha. Mbak Meta sibuk menyeruput kopinya sembari menunggu komputernya panas. Maisha mengangguk singkat.

Dengkusan pelan menguar dari mulut Maisha ketika merogoh tas kerjanya merasai sesuai yang ganjil. Fail data hasil risetnya tidak ada di dalam tasnya. Wajah Maisha sontak memucat menyadari kecerobohannya.

"Kenapa, Sha?" Mbak Meta sepertinya menyadari polah Maisha yang bergerak tak tenang.

Menggaruk rambutnya yang tidak gatal, Maisha menatap Mbak Meta dengan raut sesalnya. "Mbak, fail-nya enggak ada," sahutnya menspoiler. Kedua alis Mbak Meta sontak terangkat bersamaan. Maisha masih sibuk mengacak-acak isi tas ranselnya dengan gerakan gugup.

"Enggak ada gimana, Sha?" Delik Mbak Meta ikutan panik. "Sha, gue enggak ikut-ikutan, ya. Bisa perang dunia ketiga kalau gini. Lo tahu, kan, gimana reaksi Pak Ezar kalau ada anak buahnya yang enggak disiplin. Waduh, ngeri sendiri gue, Sha." Mbak Meta memasang tampang sok takut yang dibuat-buat.

Bahu Maisha melorot menampani semua frasa seniornya barusan. Masalahnya dia masih dalam masa percobaan di kantor ini. Jika enam bulan kedepan kinerjanya bagus maka perusahaan akan memberikan kontrak ekslusif, tetapi justru sekarang Maisha dalam masalah besar.

Oh, tentu Maisha tidak akan melupakan orang seperti apa Pak Ezar itu. Laki-laki super workaholic yang sukanya ngendon di kantornya - baru keluar jika ada kerjaan urgent atau ada meeting di luar kantor. Laki-laki tiga puluhan tahun yang sikapnya super duper nyebelin menurut Maisha. Untung sengaknya tertolong oleh wajahnya yang lumayan tampan - eh- ralat, sedikit tampan, menurut Maisha. Sedikit ya, tolong dicatat. 

"Mbak, aku harus bilang apa ini?" Maisha memasang wajah sendu di depan Mbak Meta. Perempuan empat puluh tahunan dengan potongan rambut bob pendek itu hanya mengangkat kedua bahunya, rautnya ikut memancar bingung.

"Ngadep aja dulu sana, Sha, ngaku kalau emang salah dan minta maaf. Pasti Pak E mau memaklumi." Mbak Meta berusaha meyakinkan Maisha.

Ah, iya, Pak E - adalah akronim panggilan dari anak-anak staff untuk pimpinan mereka, Ezar Malik Kamajaya. Si putra mahkota pemilik Kamajaya Group. Perseroan yang merajai bisnis pusat perbelanjaan ternama di negeri ini. Lazarus hanya satu dari sekian cabang anak perusahaan di bawah naungan Kamajaya Group.

"Udah sana, Sha, daripada Pak E tantrum kalau Lo kelamaan." Peringat Mbak Meta. Rumaisha mengangguk singkat. Kakinya melangkah dengan dada berdegup super kencang, takut menampani murkanya Pak E sebentar lagi. Maisha bisa memprediksi pasti laki-laki yang memiliki tinggi di atas 180 senti meter itu akan segera memuntahkan lahar amarah padanya.  Ah, sial sekali hidupmu, Sha! Dumal Maisha dalam hati.

Pelan Rumaisha mengetuk pintu ruangan kantor Pak Ezar. Batinnya sibuk mengafirmasi kalau semua akan baik-baik saja.

"Masuk!" Suara bariton itu menembus telinga Maisha. Gegas dia menguak pintu dan melenggang masuk setelah merapal kata permisi.

"Mana fail yang saya minta, Sha? Mau saya check sekali lagi sebelum dibawa meeting nanti siang." Todong Pak Ezar.

Mati kamu Maisha! Gadis itu memejamkan mata sejenak mendengar todongan Pak Ezar. Laki-laki berjas abu-abu di hadapannya menadahkan telapak tangan - meminta benda yang ditunggunya sejak tadi.

"Maisha!" Tegur Pak Ezar menyadarkan keterpakuan Maisha.

"Ma-maaf, Pak. Fail-nya ...." Lidah Maisha mendadak kelu. Gadis itu refleks menggigit bibirnya sendiri guna menekan rasa bersalah sekaligus takut akan respons Pak Ezar.

Benar saja, setelahnya dengkusan panjang menguar dari mulut Pak Ezar. Maisha sudah siap dengan segala risiko yang akan dia terima.

"Kali ini apa lagi, Maisha?" Cerca Pak Ezar. Maisha mengangkat pandangan sebentar, melirik sekilas mata Pak Ezar yang berkilat. Apa lagi? Perasaan dia baru sekali ini melakukan kesalahan fatal - yang kemarin-kemarin seperti telat absen, sedikit teledor salah input data, itu tidak masuk hitungan kesalahan besar, kan? Maisha sibuk pembelaan dalam hati.

Tragedi fail yang ketinggalan pagi ini terjadi  gara-gara wacana Eyang Kakung semalam. Andai saja Eyang tidak mengatakan hal di luar nalar - menurut Maisha, pasti dia tidak akan kepikiran sampai kerjaannya keteteran seperti sekarang. Seingat Maisha dia sudah memasukkan soft fail ke dalam tasnya, setelah semalaman begadang menyelesaikan tugas yang diminta Pak Ezar. Sebagai data analyst tugasnya adalah menganalisis data perusahaan untuk kemudian dikembangkan sebagai metode pengembangan dalam inovasi pemasaran produk perusahaan. Enam bulan bergabung di kantor ini jujur Maisha sangat betah. Selain satu visi dengan passionnya, menjadi wanita karir yang merintis dari nol tanpa embel-embel 'orang dalam' adalah salah satu goal-nya. Karena itu juga Rumaisha enggan bergabung dengan perusahaan milik Eyang Kakung yang saat ini berada di tangan Ghani - papanya.

"Maaf Pak. Kayaknya fail-nya ketinggalan, Pak." Maisha menjawab lemah. Wajahnya kembali menunduk sempurna. Ezar terekam membidiknya dengan tatapan tajam - bak lesatan anak panah yang siap menembus jantung Maisha. Decakan laki-laki bermata hazel itu terlontar seketika dari bibirnya.

"Kayaknya?!" Sentak Pak Ezar. Maisha mengkerut mendengarnya. Dulu sih waktu awal-awal mendapati sikap Pak Ezar begini bisa dipastikan Maisha akan langsung berlari ke toilet dan menangis sepuasnya di sana. Sekarang Maisha sudah lumayan kebal dengan omelan Pak E.

"Jelas-jelas fail-nya tidak ada dan kamu masih bilang kayaknya?! Teledor sekali kamu, Sha!" Itu adalah pembuka dari sekian rentetan omelan Pak Ezar pagi ini. Tangannya menuding Maisha lantas kembali terparkir di atas tetikus dengan mata menatap layar laptopnya tapi mulutnya tetap memuntahkan kemarahannya pada Maisha. Tidak ada toleransi karena detik itu juga Pak Ezar menginginkan Maisha kembali ke rumah dan melarangnya datang kembali ke kantor tanpa fail di tangannya.

"Sha, mental aman?" Adalah preambul Mbak Meta ketika Maisha kembali mengenyakkan tubuh di kursi kubikelnya.

"Budeg kupingku, Mbak. Itu Pak E sarapan apaan sih, masih pagi ngocehnya sudah lancar banget, kalah burung beo." Cibiran Maisha menciptakan kekeh tawa Mbak Meta.

"Pisang kali, Sha," sahut Mbak Meta asal.

"Lagian Lo emang salah, Sha. Pantes lah diomeli." Dari kubikel sebelah, Mas Rizal - senior Maisha yang lain melongok saat menukas obrolan dengan ekspresi santainya. 

"Bodo amat, Mas. Aku enggak sengaja, semalam kayaknya udah ada kok di tas." Maisha denial. "Lagian juga udah tak ambil balik ke rumah. Impas, kan!" Lanjutnya memasang wajah cemberut.

"Udah sih, yang penting masalahnya udah kelar. Lanjut kerja, fokus, nanti siang meeting sama Pak E, jangan sampai kinerja kita terlihat menurun. Gue belum siap menyaksikan ketantruman Pak E." Mbak Meta menimpali. Maisha kembali fokus menatap layar laptopnya begitu pun dengan Mas Rizal dan Mbak Meta.

___

"Kenapa sih, mukanya ditekuk terus dari tadi?" Pertanyaan Rendra sama sekali tidak menarik atensi Maisha. Seharian ini moodnya benar-benar anjlok ke dasar jurang. Banyak problem yang menjejali otaknya. Pulang ngantor seperti biasa Rendra standby menjemput Maisha. 

Moni Cooper milik Rendra memecah jalanan ibukota yang padat dan ramai oleh kendaraan. Mobil berjalan super pelan beriringan dengan banyak kendaraan lain. Rendra - laki-laki 24 tahun itu duduk di depan setir kemudi seraya sesekali menatap kekasihnya yang cemberut.

"Ada masalah di kantor?" Tanya Rendra lagi. Maisha menggeleng pelan. Iya, meski itu salah satu dari sekian masalah penyumbang moodnya memburuk hari ini, tetapi yang menjadi penyebab utamanya adalah keinginan Eyang Kakung untuk menjodohkan Rumaisha.

"Sayang, ada masalah apa-apa sih?" Rendra tidak tahan melihat kegemingan Maisha. Gadis itu berdecak pelan.

"Enggak tahu, pusing banget kepalaku, Yang."

"Terus kamu maunya gimana? Kita cari minum dulu, ya?" Tawaran Rendra diangguki Maisha.

Rendra membelokkan mobilnya memasuki pelataran kafe yang dilewati. Keduanya lantas turun dan menempati salah satu meja yang ada di sudut kafe bernuansa couzy ini. Maisha memesan teh bargamot sementara Rendra memesan iced kopi favoritnya. Duduk berhadapan bersekat meja bundar, tatapan Rendra intens tertuju pada Maisha.

"Cerita sama aku, kamu kenapa?" Cecar Rendra langsung. Tangan lelaki itu merangkum jemari Maisha yang dia letakkan di atas meja ke dalam genggaman.

"Ndra, kalau aku dijodohin sama cowo lain gimana ini?" Tembak Maisha tanpa basa-basi. Rendra menatapnya tanpa kedip beberapa saat kemudian cowo itu tertawa ringan. Sumpah, rasa bete Maisha bertambah volumenya akibat respons Rendra yang menganggap remeh statementnya.

"Aku serius, Ndra. Eyang Kakung semalam bilang kalau mau jodohin aku sama cowo yang aku enggak kenal." Maisha ingin tahu bagaimana reaksi Rendra. Dia sedang tidak bercanda apa lagi ngeprank ala-ala anak zaman now. Galaunya bukan dibuat-buat. Maisha sedang diambang frustrasi. Harusnya respons Rendra lebih serius alih-alih tertawa seperti barusan.

Rendra tak langsung menjawab. Lelaki itu sibuk menyeruput es kopinya sebelum membuka suara. "Kenapa bisa begitu? Kolot banget keluarga kamu, Sha. Pakai acara jodoh-jodohan segala."

"Lantas sikap kamu gimana, Ndra?" Tegas Maisha. Berharap Rendra bisa mengambil sikap yang akan menguntungkan hubungan keduanya nanti.

Hening merayapi keduanya. Rendra sibuk bergeming, sementara Maisha menatap balik seraya sibuk dengan isi kepalanya sendiri.

"Ndraa ...."

"Aku enggak tahu, Sha."

Maisha mencelus. Tatapannya melayu mendapati jawaban Rendra.

"Kamu enggak serius sama aku, Ndra?"

"Kenapa tanya begitu? Tantu saja aku sayang dan serius sama kamu, Sha."

"Kalau gitu lamar aku di hadapan papa, mama dan Eyang Kakung secepatnya." Tantang Maisha. Rendra kembali terdiam, membuat perasaan Maisha mencelus atas respons kekasih.

"Maaf Sha, kamu tahu kan, aku belum siap buat nikah. Aku masih meniti karir, gaji aku belum memadai buat kita berumah tangga." Jawaban Rendra menciptakan kilat bening di kedua mata Maisha. Sudah dia duga pasti Rendra akan berkata begitu. Ini bukan pertama kali Maisha menantang keseriusan Rendra. Lelaki itu masih sama dengan prinsipnya ; belum ingin berumah tangga, menunggu karirnya mapan - yang entah kapan akan terwujud.

______











Sudah tahu ya, ini ceritanya siapa? Yang baca Epiphany pasti tahu sama Mas Ezar.

Gimana chapter 1-nya?

Yuk, komen yang banyak. Insyaallah besok lanjut lagi.

29-02-24
1737

Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro