2. Mr. Annoying

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Happy baca 💜
Sorry for typo
.
.
.

Ezar mencoba menyembunyikan senyum yang tanpa sadar membentuk dari lengkungan kedua sudut bibirnya. Aneh! Padahal dia sedang dongkol gara-gara ulah salah satu staf-nya yang terkenal ceroboh. Si anak magang yang baru bergabung di perusahaan ini kurang lebih enam bulan. Ada saja tingkah dan polah ajaibnya yang kadang membuat Ezar hanya bisa menggelengkan kepala tak percaya.

Seperti kemarin pagi, harusnya fail berisi data hasil riset pengembangan ide dan kreativitas pemasaran sudah ada di meja Ezar untuk kemudian dia check ulang sebelum dibawa ke meeting. Namun, gara-gara ulah Rumaisha yang teledor - meninggalkan fail penting di rumah, membuat Ezar harus memamerkan urat-urat lehernya saat memuntahkan omelan pada gadis 23 tahun itu. Puas sekali rasanya berhasil membuat Maisha mematung tidak berkutik saat dia menyerukan perintah agar Maisha segera bergegas mengambil fail yang tertinggal.

Meninggalkan angan tentang Rumaisha, atensi Ezar kembali fokus pada meeting yang dia pimpin siang ini.

"Identifikasi dan penilaian pada produk yang akan dipasarkan menjadi PR tersendiri untuk kita semua sebelum dilempar pada pasar. Termasuk riset langsung tentang segmentasi, harga, distribusi dan promosi." Ezar menatap serius satu persatu staffnya yang berkumpul menempati war meeting siang ini. Tangannya sibuk menunjuk board presentasi yang terpampang di depannya.

"Untuk promosi kita bisa coba tingkatkan kuantitas siaran langsung atau live untuk produk-produk unggulan kita, Pak." Mbak Meta menukas dengan percaya diri. Sebenarnya ide pemasaran adalah tugas divisi marketing, tetapi semua staff divisi masing-masing diberi kebebasan berpendapat selama itu baik untuk pertumbuhan perusahaan.

"Cari materi atau opening yang sejajar dengan motto, visi dan misi kita. Value for money. Ada kualitas untuk sebuah harga." Ezar menambahkan. Semua staff mengangguk sembari sibuk mencatat notulensi hasil meeting.

"Riset untuk kompetitor kita bagaimana, Zal?" Atensi Ezar beralih pada Mas Rizal. Laki-laki tiga puluh delapan tahun yang juga senior analyst itu sibuk menekan slide layar laptopnya saat menjabarkan data hasil risetnya.

"Sementara ini aman, Pak. Society lebih main ke banyak pre-sale untuk menarik minat audiensi." Society adalah rival terkuat Lazarus. Kedua brand ini bersaing sengit di pasaran. Awalnya Society hanya memasarkan produk kebutuhan rumah tangga, tetapi perlahan start-up satu itu mulai meniru ide Lazarus dengan merambah pangsa fashion dan kecantikan menyaingi popularitas Lazarus sebagai satu-satunya e-commerce pencetus produk fashion dan kecantikan.

"Usul Pak. Mungkin bisa dipertimbangkan untuk menghire talent yang lagi viral di media sosial. Sejauh yang saya amati S banyak menghire talent atau selebgram yang sedang naik daun untuk mempromosikan produk-produk mereka." Nina - manager marketing menjabarkan usulan. Ezar mengangguk sebagai pertimbangan. Memang saat ini sedang ramai banyak perusahaan e-commerce menggandeng selebgram atau selebriti media sosial yang terbukti ampuh menaikkan retensi penjualan mereka.

"Wah, kalau itu sih enggak perlu jauh-jauh. Maisha aja tuh, Pak. Dia jago kalau soal promosi, publik speakingnya oke." Mbak Meta menimpali.

"Boleh saja, nanti kita meeting-kan ulang tentang itu. Dan, saya tetap maunya kalau kita hire selebriti media sosial jangan yang sekadar viral karena sensasi. Bagaimana pun value-nya harus tetap menjadi pertimbangan utama nanti." Ezar setuju dengan ide-ide yang dijabarkan perwakilan staf-nya.
Meeting ditutup dengan beberapa target dan goal yang harus dicapai setiap divisi dalam satu bulan kedepan.

Ezar pamit keluar ruang meeting seraya menenteng laptopnya. Melewati koridor divisi analis, matanya sempat mencuri pandang menembus pintu sliding kaca bening, matanya terpaku sebentar mencari sosok yang siang ini absen hadir di dalam meeting. Setiap divisi memang hanya diwakilkan oleh beberapa staff, dan biasanya para senior yang akan ikut langsung saat ada meeting atau pertemuan penting dan selanjutnya informasi akan diteruskan pada staff lain yang dianggap masih junior.

Ezar masih mematung - mengamati Maisha yang sedang sibuk menekuri layar komputernya tetapi pemandangan lain yang tak kalah menarik atensi adalah suapan camilan yang tidak ada jeda terus mengarah dari tangan ke mulut gadis itu. Ezar hanya bisa menggelengkan kepala mendapati polah Maisha yang menurutnya untuk seukuran gadis 23 tahun tidak ada jaim-nya sama sekali.

Biasanya cewe seusia Maisha ini banyak yang jaga imej. Enggan ketahuan suka makan atau nyemil, berbeda dengan Rumaisha yang tampak santai seakan tidak terganggu oleh lirikan orang-orang sekitarnya.

Sepasang kaki jenjang Ezar melangkah memasuki divisi analyst. Lelaki itu bergeming tepat di sisi kubikel Maisha.

"Maisha," panggilnya. Maisha yang sedang menekuri layar laptopnya sontak mendongak dibarengi ekspresi kaget.

"Pak Ezar ngagetin. Enggak kedengaran masuknya kok tahu-tahu di sini? Ada apa, Pak?" Maisha memasang wajah datarnya.

Ezar meletakkan tas laptopnya di meja Maisha. "Ikut saya meeting sama klien." Titahnya tanpa basa-basi.

Maisha melongo. "Sekarang, Pak?"

"Tahun depan. Ya sekarang, Maisha! Saya tunggu di lobi." Tanpa menunggu jawaban Maisha, Ezar melangkah lebih dulu meninggalkan  divisi analyst.

Maisha mendengkus. Bibirnya mencebik sempurna menampani perlakukan Pak E. This another level of annoying. Maisha mendumal seraya mematikan komputernya. Padahal sebentar lagi jam makan siang, niatnya mau makan bareng Rendra di kafe yang tidak jauh dari kantornya. Lagian Maisha ini, kan, junior analyst, bisa-bisanya selalu direpotkan jadi asisten dadakan Pak E setiap kali ada meeting di luar. Berdalih publik speaking Maisha yang lumayan bagus menurut Pak E. Lumayan pemirsah?! Gengsi sekali Pak E mengakui kalau bakat publik speaking Maisha memang di atas rata-rata.

"Lama sekali, Maisha?" Begitu Maisha sampai di lobi, Pak Ezar yang duduk di sofa segera bangkit, plus mengeluarkan protesan.

"Ya elah, Bapak. Ke toilet dulu, Pak. Cuma lima menit ini," sahut Maisha enteng. "Lagian menemani Pak Ezar meeting di luar, kan, bukan jobdesk saya, harusnya Pak Ezar sering-seringlah datengin anak HR tanyain, kok lama banget enggak dapat asisten barunya?" Dumal Maisha tanpa sadar. Maisha curiga, jangan-jangan saking annoying-nya Pak E, sampai tidak ada yang betah kerja bareng sebagai asisten lelaki itu.

Ezar menggeleng samar, lelaki jangkung itu melangkah menuju mobil kantor yang sudah terparkir menunggunya di depan lobi.

"Kayaknya salary saya bakalan nambah ini bulan depan, ya gimana, dobel jobdesk." Maisha membuka suara - sengaja ingin mengenyahkan hening yang merambat antara dirinya dan Pak Ezar. Mobil telah berjalan kurang lebih lima belas menit meninggalkan pelataran kantor. Ezar sibuk menekuri layar ponsel di tangannya. Sementara Maisha lebih memilih melabuhkan pandangan pada sisi jalanan yang padat oleh kendaraan.

"Kita sekalian makan siang, jangan khawatir, saya yang traktir, Maisha." Ezar mengalihkan topik. Sengaja ingin menekan aura cemberut yang sejak tadi memancar dari rona Maisha.

Maisha berusaha menyembunyikan raut gemasnya - menahan agar jangan sampai jarinya lancang melayang memukul lengan Pak E saking sebalnya. Yang ngajak kerja di luar siapa? Ya kali makan siang Maisha harus bayar sendiri?! Kikir amat si Pak E!

"Meetingnya cuma sebentar, Maisha, paling hanya satu jam, jadi tolong jangan memasang wajah cemberut seperti itu." Peringat Ezar lagi.

Skakmat! Maisha refleks menutup mulutnya dengan telapak tangan. Rupanya diam-diam Pak E memperhatikan ekspresi Maisha.

"Saya enggak cemberut, Pak." Bantah Maisha.

"Kemarin sore kamu sama siapa, Sha?" Obrolan berganti topik lagi. Maisha menunjuk dirinya.

"Saya?"

Ezar mengangguk samar.

"Pak Ezar nguntit saya, ya?" Tanya berbalas tanya. Ezar terkekeh pelan merespons pertanyaan Maisha.

"Kurang kerjaan saya nguntit kamu, Sha. Kemarin sore saya ada janji temu di kafe, kebetulan enggak sengaja lihat kamu sama seseorang." Jabar Ezar. "Siapa Sha? Pacar?" Pengimbuhan yang langsung direspons Maisha dengan anggukan.

Ezar manggut-manggut pelan. Dugaannya mutlak benar, Rumaisha telah memiliki pacar. Lelaki itu tersenyum tenang sebagai respons. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya akan status Maisha.

"Pacaran terus, Sha. Hati-hati bosan."

"Enggak bakal bosan lah, Pak? Pacaran itu urusan pribadi kali, Pak. Saya harap Pak Ezar enggak sangkut-pautin sama kerjaan. Saya berusaha profesional kok, kemarin enggak ada yang dikerjakan lagi, makanya saya pulang cepat trus jalan sama pacar saya." Maisha memasang wajah super serius. "Makanya Bapak punya pacar kek, biar bisa seru-seruan bareng pacarnya."

"Saya cuma khawatir kalau pacarmu itu cuma jagain jodoh orang, Sha."

Maisha mendelik. "Stop deh, Pak. Kenapa jadi bahas kehidupan pribadi saya, ya? Mendingan kita bahas yang mau diomongin sama klien nanti."

"Nanti kamu yang opening presentasi di depan klien ya, Sha."

"Saya lagi, Pak?"

Ezar mengangguk singkat. Laki-laki itu sibuk membuka draft powerpoint yang tersaji di layar laptopnya. "Ini bahan presentasi, kamu pelajari dulu, masih ada waktu sebelum kita sampai tempat meeting." Melirik sekilas arloji di tangan kirinya saat menyerahkan komputer jinjingnya pada Maisha.

_____











Komenlah genks, biar saya semangat update. 🥺






















02-03-2024
1335

Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro