20. Jealous (?)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sorry for typo
.
.
.


"Biasa aja kali, Sha!" Nada suara Pak Ezar terdengar mengandung tendensi di telinga Maisha. Gadis itu mengernyit heran selama beberapa detik. Lantas fokus Maisha kembali pada permainan piano Elbayu. Tidak menampik rasa kagum meruangi perasaan Maisha menyaksikan kelincahan jari-jari teman baik Pak Ezar itu bertandang di atas grand piano. Alunan lagu bertajuk Sandaran Hati yang pernah dipopulerka band asal Yogyakarta- Letto, mendendang syahdu.

"Lebay kamu, Maisha!" Pak Ezar kembali bersuara. Ada nada protes dalam ucapannya.

Maisha berusaha tak acuh dengan reaksi Pak Ezar yang menurutnya agak berlebihan ; mata lelaki itu menyirat tajam ketika bicara disertai dengan tampilan sepasang rahangnya yang mengetat sempurna. Seperti seseorang saat sedang menahan emosi.

Lo yang lebay, Pak! Refleks Maisha. Tentu saja hanya diucapkan dalam hati.

"Enggak usah cemburu kali, Zar. Kayak sama siapa aja. Gue emang keren dari dulu, kan!" Elbayu menukas dengan santai. Kalimatnya yang mengandung godaan berhasil menciptakan tawa renyah Tante Bulan. Perempuan paruh baya itu sejak tadi sibuk mengamati ketiga anak-anak di dekatnya lewat gerakan mata.

Airmuka Ezar berubah datar. Decihan kecil melesat dari bibirnya merespons godaan Elbayu. Kentara sekali aura ketidaksukaan merebak di wajah lelaki itu.

Tanpa disadari kedua sudut bibir Maisha melengkung tipis ; merasa sikap Pak Ezar lucu. Cemburu tapi gengsi.

"Apa sih, Pak Ezar?" Maisha menampilkan wajah sebalnya.

"Sudah punya calon suami, enggak usah ganjen." Ezar merespons ucapan Maisha. Seketika sang gadis melongo, sama sekali tidak terpikirkan dalam benak Maisha jika Pak Ezar akan segamblang itu. Bukankah mereka tidak pernah membuat komitmen apa pun? Selain dekat sebagai atasan dan anak buah. Ya, itu yang terakhir Pak Ezar ucapkan kala itu, meski Maisha tahu jika mereka digadang akan dijodohkan, tapi lelaki itu sendiri yang memberi saran agar Maisha jangan terbebani dan santai saja.

"Zar, berlebihan kamu." Interupsi Tante Bulan. Maisha mengaminkan ucapan mamanya Elbayu dalam hati.

"Maisha mau ngobrol, enggak, sama Tante?" Tawar Tante Bulan setelahnya. Maisha menoleh bimbang. Matanya teralih pada Ezar, seperti meminta pendapat lelaki itu lewat tatapan dan Ezar yang langsung memberinya anggukan samar. 

"Biarkan duo sahabat ini saling ngobrol, sesama cowo. Maisha sama Tante, yuk, kita ke teras samping, enak di sana semilir anginnya bikin enggak gerah." Pengimbuhan Tante Bulan diangguki Maisha. Gadis itu beranjak dan mengekori langkah Tante Bulan.

Melewati pintu sliding kaca yang berada tepat di sisi kiri ruang santai, Maisha dan Tante Bulan duduk berhadapan di kursi yang ada di teras samping. Benar kata mamanya Elbayu, di teras samping yang berhadapan langsung dengan taman terasa sejuk semilir angin. Deretan pot berisi macam-macam anggrek serta sanseviera menjadi utama pemandangan yang langsung tertangkap mata.

Tante Bulan meletakkan cangkir berisi teh kamomil miliknya dan milik Maisha yang masih menyisakan setengah ke atas meja bundar berbahan marmer.

"Tante penasaran, kamu sama Ezar, kalian sudah berapa lama menjalin hubungan, Sha?" Preambul Tante Bulan. Perempuan bergamis magenta itu lantas menyeruput pelan isi cangkirnya sebagai jeda. "Kalau Tante lihat, kalian ini pasangan serasi banget." Pengimbuhan yang menciptakan semburat merah di pipi Maisha.

"Enggak kok, Tante. Maisha sama Pak Ezar malah enggak terlibat dalam hubungan apa pun," tampik Maisha tanpa sadar terpancing. Di seberangnyaTante Bulan tersenyum simpul.

"Oh iya?"

"Iya, Tante."

"Tapi, Ezar bilang kamu calon istrinya gitu, Sha."

Maisha tertawa pelan. "Oh, itu gara-gara ...." Maisha lancar bercerita pada Tante Bulan awal mula dia tahu siapa sebenarnya Pak Ezar. Tanpa ditanya lebih banyak, dirinya merasa nyaman ngobrol dengan perempuan paruh baya di seberangnya itu. Maisha bahkan tanpa sadar bercerita tentang kandasnya hubungan yang dijalani selama dua tahun bersama Rendra plus sikap kasar lelaki itu. Tante Bulan menjadi pendengar setia tanpa banyak memberi interupsi. Mamanya Elbayu sesekali merespons dengan mulut mengangkat atau gelengan tak percaya setiap kali intonasi suara Maisha meninggi saat membahas perlakuan Rendra.

"Tante turut prihatin atas apa yang menimpa kamu ya, Sha." Tangan Tante Bulan mendarat di punggung tangan Maisha. Meremasnya pelan sebagai implikasi dukungan.

"Kenapa ya, Tan, kebanyakan cowo tuh ngerasa terintimidasi kalau lihat cewenya selangkah lebih maju. Mereka selalu merasa insecure, entah itu karena pendidikan atau penghasilan perempuan yang lebih tinggi. Padahal perempuan kan, enggak pernah beranggapan ada sebuah kompetisi di dalam hubungan." Maisha terpantik berkisah. Tanpa ditanya mulutnya menjabarkan spoiler tentang sikap Rendra yang menurutnya sangat menyebalkan.

Tante Bulan meresponsnya dengan senyuman teduh. Ah, ternyata lega sekali bisa bercerita pada seseorang yang dianggap mampu menampung segala unek-unek Maisha selama beberapa waktu belakangan ini. Entah karena pembawaan Tante Bulan yang santai dan bersahabat, Maisha jadi nyaman bercerita meski tanpa banyak ditanya.

"Itulah kenapa salah satu syarat kalau kita mau mencari pasangan harus sekufu, Sha."

"Tapi, Tan, harusnya laki-laki yang smart itu mendukung, bukan insecure terus malah cari pembenaran sendiri, kan?" Sangkal Maisha. Tante Bulan manggut-manggut.

"Iya, Tante setuju sama kamu, Sha. Laki-laki yang dewasa secara mental akan lebih mudah mengelola emosinya, termasuk cara menghadapi pasangan yang dianggap lebih unggul darinya. Tante turut prihatin sama apa yang menimpah kamu, beruntung kamu sudah bisa lepas dari dia, Sha."

"Enggak pa-pa, Tante, makasih. Semua udah berlalu dan aku baru sadar kalau firasat orangtua itu enggak pernah salah ya, Tan."

Tante Bulan manggut-manggut setuju. "Terkadang, apa yang menurut kita baik, belum tentu menurut Tuhan juga baik, Maisha. Dan, mau sehebat apapun seorang anak membuat kecewa, keluarga adalah tempat kita dirangkul tanpa ada apanya. Maisha hebat, sudah berani mengakui kesalahan, mau berubah dan mau mengambil keputusan yang tepat. Sudah benar keputusan Maisha buat menyudahi hubungan, karena mau diterusin pun, tabiat seseorang itu enggak bisa berubah kalau bukan karena keinginan kuat yang bersangkutan untuk berubah."

Maisha mengangguk ; mengaminkan setiap tutur Tante Bulan. "Tante benar, padahal Tuhan udah kasih banyak sinyal ke aku kalau dia itu red flag, akunya aja yang terlalu bebal," aku Maisha tanpa bisa sembunyikan sesal yang menyirat di kedua matanya.

"Gimana perasaan kamu sekarang, Nak?"

Maisha tertegun sejenak. Biasanya dia tidak gampang membaur dengan orang baru. Apalagi beda generasi yang otomatis banyak sekali perbedaan sudut pandang. Tetapi, entah kenapa bersama Tante Bulan yang baru dikenal belum lama, Maisha sangat luwes bercerita segala hal yang dia hadapi. Tante Bulan orangnya sangat care sekali. Nada bicaranya sangat lembut dan keibuan. Pantas saja Pak Ezar beberapa kali menyatakan kalau Tante Bulan sudah seperti ibu keduanya.

"Alhamdulillah, sekarang udah lebih baik, Tante."

"Tante doakan kamu sama Ezar berjodoh, ya. Saling menyayangi, mencintai dan menjaga satu sama lain." Kali ini Maisha bingung harus mengaminkan atau tidak kalimat Tante Bulan barusan.

"Maisha enggak tahu, Tante. Lihat aja kedepannya nanti gimana. Yang pasti sekarang Maisha belum ada rasa sama Pak Ezar."

Tante Bulan tersenyum teduh.
"Cinta itu, kan, sesuatu yang abstrak, Sha. Hari ini enggak cinta, besok bisa jadi merasakan cinta. Hari ini cinta enggak keruan, besoknya jadi benci sebencinya juga ada. Kalau hari ini ku dan Ezar belum merasakan apa-apa, belum tentu besok akan sama."

Maisha tidak menampik statement Tante Bulan. Dia mengangguk setuju untuk kesekian kalinya. "Makasih Tante Bulan sudah mau dengerin banyak banget curhatan aku."

"Sama-sama, Nak."

___

"Sha, fail kontrak kerjasama sudah clear, kan?" Pertanyaan itu Ezar lontarkan siang ini saat dia dan juga Maisha sedang berada di salah satu Kafe bernuansa retro klasik di bilangan Surabaya Timur. Sembari menunggu Elbayu dan Tsabita datang, Ezar ingin mempersiapkan kontrak kerjasama yang akan disepakati antara brand milik Tsabita dan Lazarus.

Popularitas marketplace terus bertambah setiap tahunnya terlihat dari jumlah pengunjung satu platform saja bisa mencapai jutaan. Tingginya animo konsumen tersebut membuat Lazarus terus berupaya menjadi penyedia jasa layanan jual-beli online yang tidak hanya mengedepankan kualitas tapi juga integritas tinggi.
Apalagi Lazarus merupakan salah satu marketplace populer di Indonesia. Sudah lebih dari 500 brand Lolak bergabung dengan Lazarus.

Berbeda dengan marketplace besar lainnya, Lazarus menawarkan sistim berjualan consignment. Seller menyerahkan seluruh sistem penjualan ke perusahaan. Simpelnya, Seller hanya menyediakan stok barang, kemudian Lazarus yang akan menyimpan di gudang dan mengirimkan ke pelanggan.

"Gimana, Sha?" Ezar melirik polah Maisha. Gadis itu sibuk menatap layar komputer jinjingnya tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya.

"Udah, Pak. Ini lagi mau saya check ulang," sahut Maisha yang sedang sibuk memasang diska lepas pada sambungan laptop, dibarengi tangannya bergerak  lincah mengklik tombol tetikus. Klausul kerjasama telah Maisha siapkan sehari sebelum keberangkatannya ke Surabaya, tapi karena satu dan lain hal, Maisha lupa mengeprint surat kontrak. Alhasil kontrak kerjasama hanya ada dalam bentuk soft fail.

"Tinggal diprint aja sih, Pak. Maaf, kemarin saking buru-burunya sampai lupa belum saya print. Saya print bentar ya, Pak, kayaknya dekat sini ada fotocopy."

"Mana coba saya lihat dulu, Sha." Titah Pak Ezar. Maisha mengangguk sekilas lantas ingin menyodorkan laptop ke hadapan Pak Ezar, tapi belum sempat dia lakukan, lawan bicaranya lebih dulu beranjak dari duduk; kontan mendistrak polah Maisha. Selang beberapa detik Pak Ezar sudah berdiri tepat di belakang kursi Maisha. Tangan besar Pak Ezar melewati pundak Maisha saat menyentuh kursor laptop.
Maisha kontan membeku, ditambah lagi ketika merasai embusan napas lelaki itu terasa hangat menyapu tengkuknya. Belum lagi aroma kayu berpadu musk dan bargamot yang tanpa permisi menyambangi indera penciumannya, semakin menambah jumpalitan jantung Maisha.

"P-Pak, tolong jangan begini." Maisha salah tingkah. Matanya bergerak ke segala arah, ingin mengalihkan rasa rikuh, juga takut ada yang memandang aneh ke arahnya dan Pak Ezar. Dia ingin menghindar tapi kungkungan tangan Pak Ezar mutlak mengunci pergerakannya.

"Enggak enak dilihat orang, Pak." Belum ada respons. Pak Ezar masih sibuk memindai layar laptop selama beberapa menit.

Lelaki itu berdeham singkat, lantas berkata-kata, "Saya cuma mau bilang ...." Pak Ezar akhirnya mengeluarkan suara. "Jangan memuji cowo lain di depan saya." Pengimbuhan yang bercabang makna. Maisha baru akan menyahut tapi lebih dulu disabotase Pak Ezar. "Saya enggak suka, Maisha...."






Genks, maaf ya, belum sempat ceki-ceki dan memutuskan siapa pemenang GA novel Epiphany. Dari kemarin masih disibukkan sama urusan duta. Insyaallah bab depan ya, diumumkan pemenang GA. Mohon bersabar, ya.








09-06-2024
1600

Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro