31. Kehilangan Buah Hati

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

            Faris mengikhlaskan segala sesuatu yang terjadi pada sang istri dan buah hati, karena ia percaya ada suatu alasan disetiap kejadian. Ia menerima kepedihan yang menimpa. Keluarganya juga turut sabar dan menyerahkannya kepada Allah Subhanahuwata'ala. Namun, mereka masih mempertanyakan mengapa kecelakaan ini bisa terjadi?

Belum diketahui siapa tersangka dibalik kecelakaan, entah disengaja atau tidak baik keluarga Alma maupun Faris ingin bertemu dengan si pelaku. Mereka hanya meminta penjelasan, apabila bisa dilanjutkan ke jalur hukum mau tidak mau tersangka harus siap menerimanya.

"Adnan Khiar Ardhani, laki-laki bagaikan Surga Firdaus menjadi pilihan yang terbaik dan suci. Semoga kamu bisa memberikan pertolongan bagi orang tuamu di akhirat nanti."

Para Ulama berkata janin yang meninggal dalam kandungan jika memasuki kehamilan trimester dua atau usia janin empat bulan, maka jenazah bayi wajib diberikan nama, dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dimakamkan seperti jenazah orang dewasa. Bersama orang-orang terdekat pemakaman dilaksanakan tanpa kehadiran Ibu dari jenazah bayi yang belum sadarkan diri pasca selesai di operasi caesar. Waktu terus berjalan, setelah proses pemakaman selesai Faris menaburkan bunga diatas makam buah hati kecilnya, ia sangat mencintai dan menyayangi bayi itu seperti darah dagingnya sendiri.

Ikut hadir di pemakaman, Supri turut berduka atas musibah yang menimpa sahabatnya. Ia menepuk-nepuk pundak Faris mencoba menenangkannya, meyakinkan bahwa Faris sosok yang kuat dan tabah menghadapi ujian. Sebenarnya yang benar-benar membutuhkan itu adalah istrinya.

Faris sangat mengenal istrinya, seterpukul apa dia siuman nanti bila mengetahui ini sudah terbayang dipikiran Faris. Tidak ada yang bisa disalahkan, jika usia memang hanya sebatas di dalam kandungan, kita sebagai manusia bisa apa?

Faris meninggalkan setangkai bunga tulip warna putih di atas makam bayinya, lalu pergi bersama kedua ayahanda-nya dan segera kembali ke rumah sakit.

Ia khawatir dengan keadaan orang tuanya, terutama ayah martuanya yang semakin lemas. Sengaja Faris selalu berjalan disamping Buya bersama abi-nya yang juga ikut merasakan hal yang sama, besannya itu sangat keras kepala. Takut tiba-tiba Buya tak sadarkan diri. Berkali-kali mereka mencoba membujuk untuk mengantarnya pulang berisitirahat, tapi Buya tetap tidak mau. Faris dan abi-nya hanya tidak ingin penyakit Buya kambuh lagi.

"Saya yakin, tidak hanya saya yang sedih kehilangan cucu pertama saya, terutama kamu Faris. Kamu anak yang baik dan berjiwa besar. Saya selalu berdoa kamu dan Alma akan terus bersama selamanya. Barakallahu fiikum."

"Aamiin Allahumma Aamiin."

Mobil mulai melaju, Supri mengantar mereka ke rumah sakit. Tak membutuhkan waktu lama sampailah di sana, mereka bergegas menuju ke ruang penginapan Alma. Mendapat kabar bahwa istrinya telah siuman Faris mempercepat langkahnya. Tak terkejut lagi, Faris sudah tahu akan seperti ini. Belum membuka pintu, ia sudah mendengar suara jerit tangis istrinya. Sangat memilukan, hatinya terasa remuk. Ini terasa lebih sakit dibandingkan mendengar tangisan Alma sebelum-sebelumnya. Faris menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan, ia berusaha menahan bendungan air matanya dan masuk ke ruang itu bersama Ayahnya dan Buya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Seketika ruang ini menjadi hening, tampak dua orang wanita paruh baya itu sedang menangkan Alma yang histeris.

"Hub..by," lirih Alma tersedu-sedu menatap lekat sang suami. Air mata bercucuran dipipinya. Tangisnya kembali pecah.

Faris mendekat pada Alma. Memeluknya erat, mengelus-elus pucuk kepala Alma dengan lembut, dan sesekali menciumnya.

"Aku gak mau tahu pokoknya dia harus dihukum!" pekik Alma.

Faris tahu siapa maksud Alma. "Polisi akan menemukannya, jangan khawatir saya ada di sini," balas Faris.

"Padahal aku jalan udah minggir, tapi kenapa aku masih ditabrak? Dan dia pergi gitu aja gak nolongin aku, dia sudah membunuh anakku. Pembunuh, aku gak akan maafin dia!"

"Istigfar, nak. Sabar, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar," ucap Buya.

"Gak, gak bisa Abi. Alma gak bisa sabar terus!" teriaknya.

"Sayang, hei. Dengar, siapapun yang diberi ujian anaknya diambil oleh Allah, Insya Allah nanti anak kamu bisa menuntun kamu menuju ke surga."

Tangan Faris menepuk-nepuk ringan dada Alma, mencoba menguatkan istrinya yang saat ini sangat terpukul. "Sabar, serahkan semuanya kepada Allah, ya."

Alma tertegun, menyadari apa yang diucapkan suaminya memang benar. Sikapnya terlalu berlebihan bahkan lupa bahwa ia punya Allah sang maha melihat, maha mendengar dan maha mengetahui apa yang terjadi. Alma menghela napas berat, akan mulai mengikhlaskan dan merelakan kepergian buah hatinya. Ia beristigfar dalam hati seraya memejamkan mata sejenak, Faris mencium keningnya.

"Astagfirullahaladzim, ya Allah mohon ampuni aku. Maafkan atas segala perbuatanku, tolong bantu aku menjadi wanita yang sabar tanpa batas dan ikhlas tanpa membekas luka."

Suasana mencekam kini kembali tenang, semilir angin malam menembus jendela yang sedikit terbuka membuat tirai beterbangan. Dinginnya angin terasa begitu menusuk kulit, senyum pilu terukir di wajah keriput mereka dengan hati yang damai menyaksikan betapa indahnya cinta anak dan menantu mereka seakan mengingatkan mereka kembali ke masa muda.

Tanpa disadari ada seseorang menguping di dekat pintu luar sana, tersenyum miring. Merasa puas dengan percakapan di dalam, ia melangkah pergi dari rumah sakit ini.

***

Supri diberikan kepercayaan oleh Faris untuk menemukan tersangka atas kecelakaan yang menabrak Alma, bersama Polisi yang ikut serta menyelidiki. Mereka bersama-sama ke tempat kejadian perkara. Tidak ada CCTV yang memantau jalan perkomplekan, tapi kejadian itu terekam disalah satu CCTV atas rumah warga tepatnya di lantai dua yang mana berfungsi untuk merekam halaman rumah, meski CCTC tak sepenuhnya dapat merekam kecelakaan tersebut terbukti bahwa adanya tindakan disengaja. Namun, Polisi belum dapat memastikan motif yang sebenarnya. Apalagi tidak ada saksi yang melihat kejadian selain tersangka dan korban. Polisi sulit mencari keterangan dan barang bukti.

"Barusan ada informasi kejadian mobil hangus terbakar di pinggir jalan, tidak diketahui siapa pemiliknya. Belum tahu kabarnya, teman-teman masih dalam penyelidikan."

"Loh? Apa iya?"

"Saya lihat mobil kebakaran itu pak," potong Supri ketika mendengar percakapan kedua polisi.

"Waktu saya mengantar Ustadz Faris ke rumah sakit, saya melihat mobil sedan di pinggir jalan terbakar. Suasana di sana sangat ramai, sempat macet sebentar tadi," lanjut Supri.

"Di jalan mana?" tanya salah satu Polisi.

"Jalan kebun bunga nomor 12 cinde," jawab Supri.

"Tunggu-tunggu..."

"Mobil sedan, ya?"

"Iya, pak."

"Waduh, bisa panjang kasus ini."

Supri sudah curiga sejak melihat rekaman CCTV, mobil sedan hitam tanpa plat milik tersangka sangat mirip dengan mobil terbakar yang dilihat Supri tadi siang. Untung dua polisi ini membahasnya terlebih dahulu, Supri jadi berani membuka mulut. Mereka bersiap-siap untuk segera pergi ke lokasi mobil yang terbakar itu dan menemui para penyidik di sana.

Bersambung~


Hallo semua..

setelah sekian purnama akhirnya bisa update kembali AHAHA..

maaf yak tetiba ngilang :")

biasalah author moodyan.

doain ya semoga diriku bisa selesaiin cerita ini sampai TAMAT.

ohya, btw kalian masih ingat cerita ini kan? 

dahlah, pasrah aje. moga masih ada yg inget dan yang terpenting kalian masih mau baca. Aamiin :*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro