Huni-1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng
















"saya sampai lima belas menit lagi, nanti tolong siapkan mobil sendiri buat ibu ke depok ya. tolong kasih tau mbak Rin juga siapin snack jajanan pasar buat meeting nanti. Nanti pak Broto juga ikut hadir, data statiska penjualan tolong dihitung ulang, saya kemarin sempat lihat salah datanya tapi belum saya check kembali ke pak putra untuk pagi hari ini."

Aku menoleh kepada yogi yang masih sibuk dengan telfonya, alih alih memulai meminum kopinya yang  masih hangat ia malah sibuk mempersiapkan meetingnya, mungkin juga dirinya gugup sebab kakinya tidak mau diam, bergetar untuk menghilangkan rasa gugupnya. tapi aku jadi merasa sia-sia membuatkan kopi di tempat minum untuknya dipagi hari, sengaja aku tuang di tempat tertutup agar bisa di minum saat di mobil, tetaap saja tidak di lirik olehnya.

"ibu sama bapak hari ini bajunya kembaran ya, romantis loh liatnya saya" lontaran dari pak selamet, pria yang mengendarai mobil hitam kami, beliau melirik kami dari kaca tengah mobil sambil menyengir dengan cerah.

aku bahkan tidak sadar kami memakai pakaian yang senada, kemeja cream serta rok midi press tubuhku memang satu pasang dengan jaz yogi yang sedang di pakai hari ini. entahlah mungkin di buat dua tahun lalu? seingatku hadiah dari Alesha si disainer teman kuliahku dulu. lemari di kamar kami baru di ganti yang lebih besar jadi baju baju lama kembali di pajang oleh mbak nana, asisten rumah tangga dirumah yang ikut membantu beres beres lemari. Yogi juga bukan tipe yang minta di siapkan pakaianya, ia hanya mengambil baju yang paling depan di lihat mata.

Merespon pujian dari pak selamet, Yogi sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya, ia meliriku sambil melemparan senyuman tampan ultinya kepadaku. "wow, masih muat di kamu? aku gak sadar loh."

masih muat? senyumanku luntur lagi, mentang mentang beratku bertambah 3 kilo ia malah bersifat seolah olah aku mengalami kenaikan badan 10 kilo. lagi pula aku menaikan berat badanku akibat menstruasiku yang mulai tidak jelas, obat dari dokter malah ternyata menambah nafsu makanku.

wajahku memaling untuk memandang jalanan kota jakarta yang masih pagi buta, ketika embun masih menempel pada kaca, matahari masih bersiap siap di balik awan. Sebagai karyawan perusahaan yang terkenal aturan ketatnya, tentu saja aku harus berangkat sejam sebelum batas akhir waktu kedatangan, jakarta super macet dan tidak bisa di prediksi, jalanan yang bisa di tempuh 6 menit di desa bisa bisa di tempuh 2 jam di jakarta. kemacetan sudah seperti hujan yang bisa turun kapan saja. Yogi berbeda denganku, ia bisa datang pukul 9 setiap hari, kami jarang berangkat bersama kecuali kasus seperti ini, jika yogi ada urusan pagi yang satu arah dengan kantor, jadi kami memutuskan untuk berangkat bersama.

Pak selamet ini jadi supirku saat pagi sekaligus supir pribadi yogi. beliau sangat cekatan, sudah faham betul bagaimana jalan jakarta bekerja, jalan jalan kecil untuk menghindari kemacetan atau paparazi mendadak. katanya juga pak selamet sudah mengabdi sejak hadin di bawa kerumah bastoro, sudah lama sekali tentunya.

"saya ingat loh, pertama kali nganter bapak sama ibu ke kantor, hehehe. bajunya juga kembaran, saya liatnya kaya bapak sama ibu besar loh. Memang ya kalau nikah atas cinta, udah bakal sehati urusan apapun, sudah mengerti tampa harus janjian, bahasa apa tuh kalau kata anak muda? iya bahasa cinta."

pak selamet kembali membuka suaranya, berceloteh seperti biasanya mengisi waktu perjalanan. aku tidak suka menyalakan radio, itu membuatku berisik dan memperngaruhi moodku, sangat bahaya jika aku membutuhkan stamina dan mood yang ceria tapi ternyata lagu di radio malah menyetelkan lagu mellow.

aku dan yogi sama sama tidak membuka suara, tenggelam pada kegiatan masing-masing.


________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro