huni-2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng













what is real meaning of married? bagaimana cara kamu mengkonsep rumah tangga kamu nantinya? dimana kamu menaruh tujuan dari visi misi kalian menikah?

seharusnya, pertanyaan pertanyaan seperti itu sudah terjawab sebelum si pria selesai menyebutkan akad sah pernikahaan, semua sudah di konsep dengan sempurna dan matang. begitupun aku dan yogi, fakta bahwa kami berbincang panjang tentang tujuan pernikahaan kami tidak bisa merubah situasi saat kini yang entah kenapa lebih sulit dari pada apa yang kami rencanakan.

sudah sekitar dua bulan kami bertengkar dan sduah seminggu terakhir ini aku dan yogi tidur pisah kamar, memang kami terlihat baik-baik saja, tapi aku tahu dirinya masih marah denganku akibat pertengkaran terakhir kami. frustasi, yogi lihai menipu semua orang bahwa kami baik-baik saja, memojokanku pada sebuah kesalahan dan membuatku terus memikirkannya. lambat laun pun aku semakin lelah dari sifatnya, lalu kubiarkan mengikuti permainanya, aku berhenti meminta maaf dan bersifat sama sepertinya, tidak peduli.

"memang rencananya kamu bagaimana? kok bisa dirasa menyimpang dari tujuan gitu?"

tanganku mengelus foto 5x4 cm yang menunjukan hasil usg keponakanku, sejujurnya aku tidak mengerti hasil dari foto hitam putih ini dan bagaimana cara melihat foto bayinya. tapi sepertinya bunda yogi pernah menjelaskan bahwa sebenarnyna usg bekerja dengan simple, dengan cara memancarkan gelombang ultrasound melalui sebuah transducer dengan media perantara gel, kemudian gelombang ultrasound tersebut akan dipantulkan kembali dalam bentuk gambar di sebuah layar monitor. jadi aku menebak nebak saja kepala besar ini adalah kepala keponakanku, bagian bawahnya adalah badan dan kepalan tangan ini adalah tanganya. lucu sekali melihatnya sudah menjadi sebesar ini, padahal minggu lalu masih menggumpal daging.

"bayimu perempuan atau laki-laki?" tanyaku sambil menaruh foto usg itu di meja makan.

"Ann. can we just focus--" omongan cezka ku sela dengan cepat, helaan nafasku barangkali terlalu keras hingga membuat cezka menegakan pungungnya dengan cepat seirama dengan deru nafasku.

ku taruh tubuhku duduk dengan duduk di kursi bar depan meja makan, mengetuk ngetuk jariku pada permukaannya hingga menimbulkan suara jelas pada keheningan rumah cezka dan hadin. rumah besar indah ini memang untuk sementara masih terlalu sepi, mungkin dua tahun lagi ada banyak suara gaduh dari anak kecil yang berali akibat di kejar oleh ayahnya, bermain main hingga sampai ke arah danau buatan di belakang rumah. Omongan bunda memang tidak salah, Hadin lebih pandai untuk merangkul manusia manusia lainya sehingga menciptakan suasana lebih bewarna, ditambah cezka yang selalu masuk dalam bercandaanya.

"bunda berharap aku bisa belajar dari dia, bergaul sama kerabat, ngatur pengeluaran rumah. Akhir akhir ini proyek rewarding award tuh buat pusing. pengkonsepan gak selesai selseai, manager atas selalu ngasih perubahaan dadakan terus menerus, udah gitu tim dari divisi keuangan komplain mulu soal dana yang selalu bertambah, all of this shit tuh intinya aku sibuk. Aku cerita ke yogi, dan kamu tau? dia malah ngomongin hal lainya. and guest what he say!"

Cezka berjalan pelan sambil menyodorkan segelas teh hangat yang sudah dia seduh di dapur sebelumnya. "he say????" tanyanya hati-hati

"nawarin jabatan! Orang paling gila tuh dia! Kepala seksi program gantiin daniel yang pindah. dia bilang aku mampu ngemban jabatan itu, dia kasih rekomendasi aku ke Pak ruhdi. dan kamu tahu cez ada berapa banyak karyawan kita yang naruh namanya dalam jabatan kosong itu? ada 36, rata-rata karyawan senior yang sudah lama. ada 36 orang berprestasi yang siap mangku jabatan itu dan yogi si anak pemilik gedung malah merekomendasiin istrinya yang baru 4 tahun di perusahaan itu. aku ngerasa kalau misal bunda sama yogi ngasih sesuatu yang besar tapi gak bisa aku jalani, aku tahu value sebagai istrinya memang tinggi, aku sudah bilang kalau aku gak bisa jalanin tapi dia malah maksa aku? cuman karena dia yakin aku bisa dan he say about responsibility. bukanya udah jelas dia maksa aku buat bisa menuhin ekpetasi standar istrinya? setelah aku bicara kaya gini dia malah marah, katanya meragukan prefosionalistas dia dalam bekerja, 12 jam kerja kayaknya kurang cukup sampai makan malem pun ngebahas soal kerja."

"aku tahu memang ucapanku terlalu tajam, aku sudah minta maaf. tapi dia malah berusaha menghindar dari aku, susah banget ngajak dia ngomong empat mata lagi. tadi pagi kopi buatanku gak di minum, aku udah minta maaf lagi tapi gak di respon. bukan salah aku bica bicara kaya gitu kecuali dia yang mulai, dia gak bisa ngerti aku."

untuk sesaat cezka terdiam, mengelus perutnya yang mulai membuncit sambil sesaat seperti mencerna ceritaku. ia memandangku dengan lembut, berusaha meyakinkanku bahwa ia berada di kubuku. melihat kerutan di dahinya aku menebak cezka sedang buru buru menyusun kata kata untuk menjawab soal keluh kesahku.

"mbak."

hadin? aku membelak menoleh kepada cezka, saat memasuki rumah tadi kukira hadin masih bekerja sebab tidak ada mobil jeep kebanggangan di parkiran depan rumah. kepalaku mendadak pening takut jika hadin mendengar keluh kesahku, bagaimana jika ia mengadukanya pada keluarganya? hadin yang baru turun dari lantai atas menghampiri kami dengan senyum meremehkanya.

merentangkan tanganya, hadin tersenyum pada kami. "so, welcome to bastoro. ada uang, ada tuntutan. ada kekayaan, ada tangung jawab. lo pikir semua fasilitas, uang, rumah, makan kaya gitu gak ada harganya? ada mbak, apa bayaranya? tuntutan. segila-gilanya bang yogi sama lo, lo bakal tetep harus nangung semua itu. lagi pula, kayaknya gak ada orang yang tergila-gila sampai segitunya sampai bisa ngebebasin lo dari tangung jawab?"

"hadin, shut up ur fucking mouth!" cezka menyela dengan kencang, memekik tinggi.

adik iparku duduk tidak jauh dariku dengan ekpresi yang sama. ia mengambil sendok untuk mencicipi masakan istrinnya yang berjejer di meja makan. Sudah di marahi istrinya tapi hadin masih gatal berbicara tampa diminta.

"bukanya udah ada alasanya kenapa bang yogi cuman punya mantan dua? yang satu udah di nikahin. apa lagi alesanya kecuali dia tau ada tuntutan besar kalau berdiri di sebelah dia, bervalue tinggi yang setara sama dia. tapi sayangnya dia belum bisa nemui tuh yang sekedudukan sama dia? dari keluarga kaya, pinter bisnis, disayangi publik, megang jabatan tinggi, cantik, cerdik, dan dia sukai? lo tau akhirnya dia ambil jalan apa karena frustasi gak nemu standarnya? cari yang punya ciri ciri bakal berkembang sederajat sama dia."

tangan cezka hendak membekam mulut hadin kuat kuat, tapi aku terus menatap hadin dengan alis terukik, apa maksud dari bicaranya? aku tidak mengerti.

hadin kembali melanjutkan. "lo kira ini cerita apa? cinderella? oke lo cantik menurut standart dia, pinter, banyak pengalaman, tapi emang sebanding sama kasta sosialnya? terus dia bakal nerima lo apa adanya gitu? gak!, dia jatuh cinta sama lo, bukan tergila gila sampai segitunya. dapet kepercayaan tinggi dari mana sih mbak sampai berharap dia bisa nerima lo apa adanya? satu tahun nikah masa lo baru sadar sekarang? gue pas kecil aja udah tau"

semua omongan hadin membuatku tidak bisa membatah satupun ucapanya. semuanya benar, apa yang dikatakan hadin begitu masuk akal walau pemilihan katanya begitu menyesakan.

"terus kenapa dia mau nikah sama gue?" tanyaku frustasi

"of course lah! dia liat lo mampu, walau mungkin belum bisa menuhin standartnya tapi dia liat lo bisa menuhin standartnya kalau dia bimbing mungkin juga ditambah lo pernah kenal sama dia, jadi gausah susah susah nyamain masa lalu dan lain-lain, dia sibuk kan lo tau."

cezka ikut terdiam, kami terdiam saling pandang. Tanganku di bawah meja mengepal, nafasku menderu memutar otak mencari alasan untuk membantah ucapan hadin yang meremehkan usahaku selama ini.

perempuan yang sedang hamil itu menghela nafasnya panjang sambil berkaca pingang. "tapi yang, kamu gak bisa naruh ekpetasi apa apa sama orang lain, harapan kamu tuh bukan tangung jawab orang itu."

tanganku terangkat untuk memijat pelipisku yang semakin penat, menatap langit langit rumah dengan kosong. "tapi gue gak bisa din, harapan dia tinggi banget."

"emang jahat sih tapi begitulah bastoro. gue sempet burn out juga dulu pas abis kuliah makanya kabur kaburan, main-main, stress di harepin jadi yang terbaik. tau gue mbak mereka tuh berharapnya baik baik kan? baik banget bunda, ayah, bang yogi, gue sayang sama mereka, tapi ya itu, konsekuensinya emang sebanding."

hadin kembali berbicara setelah meneguk teh hangatnya yang di sodorkan oleh istrinya. "pilihanya dua mbak, terima kesempatan itu buat lo semakin tinggi, apa kabur."

tanganku di gengam oleh cezka, ia berusaha meyakinkanku dengan lembut. "coba bicara sama yogi dulu, aku yakin dia gak sejahat itu kalau kamu ngomong sama dia, dia pasti ngerti Ann."

mataku mendadak berkaca-kaca, terpukul kenyataan tidak pernah semenyakitkan ini. hadin bicara apa adanya, sesuai keadaan yang sedang aku hadapi. aku sudah tahu hal ini sejak dulu, tapi memang ku tutupi saja, aku tidak mau memikirkan hal ini sebab sudah membuatku takut sendirian. sadly aku berharap yogi bisa mencintaiku apa adanya, menuntutnya untuk menerimaku sedangkan dirinya terus naik perlahan menupgrade dirinya.

"mbak, sekali lagi ya, yang lo hadepin tuh bukan cowo kaleng-kaleng. dia mungkin diem, tapi dia gak bego. Bisnis man, national in-law, keponakan mantan presiden, ada banyak jabatan yang bakal turun sama dia. lo gak malu emang kalau gitu gitu aja?"

air mataku jatuh semakin deras, semakin kencang juga cezka memeluku erat serta bayinya yang serasa ikut iba padaku. aku tahu ucapan hadin tidak berniat jahat kepadaku, memang dialah yang satu satunya berfikiran logis dari sisi lainya yang ku maki-maki selama ini. keputusanku untuk datang ke rumah hadin dan cezka tidak lah salah, masalah yang ku kira buntu kini mulai menampakan titik terangnya walau hanya sekedar informasi sebetulnya tentang masalahku, aku begitu lega bahwa cezka tetap mengulurkan tanganya padaku, bahwa hadin masih menunjukan sikap membantuku, bahwa calon bayi mereka juga ikut mendengar keluh kesahku. beban beban berat itu yang menyeretku tiap hari sekarang mulai terasa ringan walau hatiku hancur sehancur hancurnya oleh perkataan hadin, tertampar fakta begitu menyakitkan.

"Hadin, lagi pula kamu gak berhak ngomong kaya gitu. Itu dari sisi kamu, bukan yogi." cezka kembali bicara galak pada suaminya, tanganya masih mengelus ngelus pungungku dengan panik

Yang di ajak bicara diam sedikit lama sambil menyantap sayur kangkung buatan cezka. "Enggak ay, aku tuh udah gatel mau ngomong kaya gini. Bosen di curhatin bang yogi mulu dari bulan bulan kemarin."

wajahku yang jelek penuh air mata dan ingus ini mendadak menoleh kepadanya tampa melepaskan pelukanku pada perut cezka. "Yogi cerita apa?!" Tanyaku galak

"ya apa lagi?! KELUH KESAHNYA BERANTEM SAMA ISTRINYA, SEDIHNYA, MARAHNYA. Sejujur jujurnya bang yogi tuh ngeselin kalau lagi ngambek, YAKAN? RESE KAN? DIEM DOANG BIKIN PENGIN ROBEK MULUTNYA. Mana tiap hari nelfon, katanya sakit hati soalnya harga dirinya di jatuhin sama istrinya, di katain apa tuh sama lo mbak? Pembisnis kotor, wkwkw kocak banget, suruh gue katain balik malah gak tega. Nih ya mbak, bang yogi kalau marah butuh waktu sendiri, calm down nya lama, bisa sebulan."

Satu tahun. Satu tahun menikah tapi ternyata aku masih tidak tahu siapa dirinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro