Huni-5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



Rasa lelahku sudah berada di puncak ketika kekacaun lainya terjadi di depan mataku. Sepertinya ide berpura pura sakit adalah ide yang sangat bagus untuk mengambil jeda, aku tidak sanggup lagi mendengarkan ocehan panik dari bu jollie tentang hilangnya dana sebesar 200 juta sebagai dp venue acara projek kami. Dana sebesar itu entah kenapa bisa menghilang secara tiba-tiba, maksud ku itu dana sebesar gajah agaknya mustahil bisa mendadak hilang dari pandangan mata seperti orang bodoh saja yang tidak menyadari uang sebesar itu di hilangkan.

Rapat dadakan soal project, BST Awarding Award yang ku pegang untuk ketua kordinasinya, akibat insiden konyol seperti ini, rasanya seperti membuang buang waktuku yang berharga. Bu Wahyuni selaku ketua divisi keuangan bahkan ikut turun tangan untuk kasus konyol ini, aku melihat wajahnya yang sedikit bingung, sama sepertiku menolak mempercayai kejadian bodoh seperti ini.

Rapat terjadi di kantor depok, diadakan disana akibat pak Lim selaku ketua penangung jawab acara sedang berada disana serta orang orang yang tertrack dalam kasus hilangnya uang itu berada disana. Aku Bersama bu jollie dan beberapa perwakilan divisi keuangan akhirnya menyusul ke depok untuk melakukan rapat dadakan itu.

Bu jollie tampak menegang panik, sedangkan aku memanfaatkan waktu dalam perjalanan untuk memakan makanan untuk mengisi tenagaku sebisa mungkin. Aku ingin mengkomplain soal bu jollie yang menyetir seperti orang kesetanan, tapi berkatnya lah kami sampai 15 menit lebih cepat dari yang perkirakan.

Kantor cabang di depok memiliki Gedung yang lebih luas dan besar, akibat pemilihan lahan yang besar membuatnya semakin lebih memiiki keindahan dalam pengkosepan Gedung. Gedung di Jakarta terlihat lebih tua dan simple, mungkin karena belum di renovasi besar semenjak dulu kala, ditambah lahan yang pas membuatnya harus mengunakan space sedikitpun yang ada. Berbeda dengan perusahaan lainya, Bst malah mengumpulkan para petingii perusahaan di Gedung cabang di depok, jadi deretan pemilik bangku memiliki kantor di depok, seperti contohnya ayah yogi. Dalam beberapa tahun lagi pun yogi akan di pindahkan ke kantor cabang.

Selepas memakirkanya di parkiran bawah tanah, aku dan mbak jollie berjalan cepat menuju lantai 2, dimana para terlibat sudah berunding disana. Sebenarnya ini tidak sedarurat itu kalau saja maksimal penyerahan dp venue acara adalah esok hari, inilah yang membuat semuanya kebingungan dan panik.

Atmotfir sudah terlihat sangat gelap hanya bahkan di depan ruang meeting yang transparent, suasana lebih parah dari yang kubayangkan  sebelumnya, bulu kuduku merinding seketika ketika angin dingin dari ac menerpaku saat memasuki ruangan. Semua mata tertuju pada aku dan mbak jollie.

Mbak jollie mengambi tempat duduk di samping mas purna, aku di sebelah mbak jollie. Kami duduk selurusan jauh dengan pak Lim yang sudah tampak merah seekali wajahnya, marah sampai sampai menahan mulutnya saat ini. Kulihat para karyawan lainya menunduk takut-takut, saling tatap untuk memberi kekuatan.

Perwakilan divisi keuangan datang tidak lama dari itu, wajah dari bu wahyuni masih tampak bingung ketika datang. Tampa bas abasi ia mulai menodong pertanyaan bahkan ketika dirinya belum sempurna duduk di kursi samping pak lim.

"agaknya lucu uang bisa hilang begitu saja, coba jelaskan." Bu wahyuni yang tegas sepertinya tidak ingin membuang-buang waktunya.

Mas Purna berdeham untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Saya kurang mengertibu kenapa bisa hilang, tadi pagi saya sudah siap siap bersama bu maya buat fiksasi vendor stadionnya, sudah diserahkan ATM divisi kita tapi ternyata pemberitahuan di mesin kecil atmnya kalau saldo kurang dari jumlah pengiriman. Saya langsung bingung bu, saya sama bu maya langsung ke atm chek saldo tapi kok berbeda dari yang sudah di informasiin sama pak Andre, dana beda jauh dari informasi, jadi saya lapor mengchek ke pak andre"

Pak andre yang menjadi tersangka utama kini mendecak sebal, ia menegakan tubuhnya dari posisinya yang terkesan santai. "gini bu, enggak, mas Purna kok ya bilang ke saya mepet-mepet. Saya enggak tahu menahu soal isi dana ATM, saya menduga saja dari anggaran yang sudah di pakai di tambah uang yang sudah di kirimkan oleh bu wahyuni mungkin akan menjadi sekian. Yasudah atm saya kasih pak purna untuk bayar." Jawab beliau dengan ketus

"ya kok anda bisa begitu, tidak tahu menahu soal dana. Pak andre ini kepala kordinasi satu loh, masa hal kaya gini gak di chek dulu. Memang anda lulusan sd sampai bisa gak pake akal kaya gini?" pak lim membuka mulutnya dengan tajam.

"Kartu ATM setelah saya tranfer di pegang bapak doang kan?" tanya bu wahyuni

Pak andre menggeleng, lalu ia menoleh kepadaku. "bu diana."

Baru kusadari semua matapetaka di hadapanku. Tubuhku megenang, ku tegakan pungungku dengan wajah serius. "di saya cuman beberapa jam kok pak, disainer pakaian buat MC bilang sudah jadi, jadi saya butuh buat tranfer biayanya ke butiq. Setelah bayar saya kembalikan ke ruangan pak andre kok, ada asisten bapak juga disana." Tuturku dengan gugup.

Bapak bapak berkumis itu tertawa kecil, membenarkan keras kemejanya yang kulihat mencekik lehernya kuat-kuat. "saya denger juuga dari asisten saya kalau bu diana juga membeli tas putih mahal juga pas di butik itu, pake duit siapa? Gak dijadiin satu kan notanya?"

Loh? Alisku menukik kesal. Kenapa juga bawa-bawa tas kado ulang tahu bunda yang sudah ku bayar jauh-jauh hari?. "enggak pak, pas itu saya gak beli tas tapi saya ambil pesanan tas milik saya. Saya gak ngelakuin transaksi dibutiq itu kok, saya cuman ngambil jadi gak mungkin notanya saya satuin."

"kamu kok bisa begitu? Itu kan jam kerja kenapa kamu pakai buat belanja?" pak lim kini mulai melototiku.

Jantungku berdetak tidak karuan, tubuhku mendingin tahu kini semua orang menaruh curiga padaku. "saya gak belanja pak, kebetulan saya ada urusan disana. Saya gak melakukan transaksi, lagi pula ada di buku nota anggaran kalau hari itu cuman saya gesek untuk baju dress MC projek kok."

"urusan apa? Urusan pribadi? Loh kok urusan pribadi di satuin dengan kerjaan."

Si tua ini melimpahkan semua kesalahan padaku kini? Sialan.

Tanganku mengepal di bawah meja, menatapnya dengan penuh emosi hingga bu jollie berusaha menenangkanku.

Perempuan yang sedikit miirp dengan cucu presiden Indonesia itu, bu wahyuni mulai membuang wajahnya malas menyelaku yang hendak bicara. "yasudah, mintaa orang bank buat kirim data transaksinya sudah?" tanyanya

Mas purna menganguk. "sudah bu, akan di kirimkan sebentar lagi."

"makanya, bu wahyuni tolong deh daftarin mbanking di ponsel divisi perusahaan biar gak ribet chek transaksi seperti ini. Kuno sekali perusahan kita setiap transaksi harus ke bank" saran pak lim.

Perempuan paruh baya itu hendak melayangkan pertanyaan kepadaku jika saja pak purna tidak buru buru melihat laptopnya dan memberitakan bahwa histori transaksi sudah sampai pada emailnya. Pak lim langsung saja mebyerahkan kabel infokus untuk menshare layer ke layer lebar agar semuanya terlihat. Di saat seperti ini mbak Lana masuk dalam ruangan, beliau adalah asisten pak andre, aku menatapnya yakin, ia bisa bersaksi nanti jika aku menyerahkanya pada meja pak andre, enak saja si tua bangka itu melemparkan kesalahanya padaku.

Jantungku semakin berdetak kencang ketika data histori transaksi di tampilkan. Mataku dengan jeli mencari waktu waktu dimana atm aku pegang untuk melakukan pembayaran gaun untuk MC  projek.

"apa ini transaksi a summer dress? sepatu? Siapa yang belanja kaya gini di butiq, bu Ann?"

Nafasku tercekat ketika melihat transaksi di outlet butiq. 3 item asing di luar hal yang ku serahkan untuk pembayaran siang itu. Tubuhku benar benar gemetar, bagaimana mungkin semua bukti mengarah padaku? Aku bahkan tidak melakukan hal itu.

"tapi bu wahyuni, ada jeda waktu antara transaksi gaun sama tiga item itu. Saya beli dress nya saat waktu sebelum makan siang, lalu saya serahkan sebelum jam makan siang berakhir. Sedangkan item itu di beli pukul dua siang? Saya sudah menaruh atm itu di meja pak andre, mbak lana disana juga kan mbak?" jelasku, suaraku benar benar tercekat, bergelombang akibat tubuhku yang sudah lemas dahulu.

Bibir mbak lana yang terpoles lipstick merah menyala mendadak memanyun menyebalkan sebelum ia mulai menumpu kakinya dengan galak. "loh? Mbak diana kasih atmnya pukul 3 sore kok mbak? Saya ingat setelah saya anter berkas ke divisi sebelah pukul 3 sore"

Rasanya ini adalah hal paling menyebalkan selama hidupku selain di tuduh adiku akibat kejadian buku tulisnya yang ditumpahkan. Tapi ini lebih menyebalkan karena aku di tuduh sebagai pelaku pembuat menjijikan seperti penggelapan dana seperti itu. Mulutku benar benar menganga tidak percaya perempuan ini bicara hal aneh seperti ini.

"enggak mbak, saya kasih sebelum makan siang. Saya ingat kok saya buru buru naruh atm itu di meja pak andre pas mbak lana lagi ngambil kopi bekas pak andre di meja, saya buru buru karena saya laper pas itu." Ujarku terus mengeluarkan argumenku.

Mbak lana tertawa sarkas melihatku. "mbak ini ngarang apa sih? Sekarang mbak nyalahin lana? Pak andre gak minum kopi"

Tapi aku ingat mbak lana mengambil segelas kopi hitam masih panas di mejanya. Aku ingat selalu, tidak mungkin aku salah ingatan, lagi pula memang ada manipulasi ingatan? Si lana jalang ini malah berbohong?

"loh memang saya terlihat semiskin itu sampai belanja pakai uang kantor?" kini emosiku malah tidak terkendali.

"sebelumnya kan memang terlihat begitu mbak, makanya nikah sama pak yogi kan yang kaya raya."

Tanganku mencengkram gelas aqua kuat kuat sebelum botol itu mulai melayang kuat ke arah mbak lana dengan kencang dan melset menghanta kaca belakang, menibulkan suara kencang dan teriakan perempuan perempuan lainya, semakin kacau keadaan saat ini. Mbak jollie menahan tubuhku ketika yang lain mulai menuju mbak lana yang sudah menjerit ketakutan. Semua keributan ini tidak begitu aku ingat dengan baik selain betapa besarnya rasa amarahku.

"kalau masih seperti ini saya panggil polisi saja!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro