♡30: Jebakan♡

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hai sumber bahagiaku, aku pamit."

—Bulan Faressa

Mereka mengendap-endap mendekati pintu gudang itu. Sky menatap ke sekelilingnya, bangunan ini terlihat seperti bekas pabrik, bangunan tua yang dikelilingi semak belukar, belum lagi sampah plastik dan beberapa puntung rokok yang tergeletak di tanah.

Begitu ia berbalik, matanya membulat sempurna melihat Joy mau membuka pintu gudang itu. Dia segera berlari dan mencekal tangannya.

"Kau gila? Mereka ada di dalam katamu, terus mau langsung masuk gitu aja?"

Joy terdiam, ia menatap netra Sky dan tersenyum.

"Pak, nanti kalau terjadi hal yang tidak diinginkan. Bapak tahu siapa yang harus diprioritaskan kan, Pak? Jaga dia ya."

Mereka mengintip di celah yang ada di sana. Joy dan Sky menyipitkan mata mereka, berusaha melihat dengan jelas apa yang terjadi di dalam.

Sky terkejut melihat gadis itu berdiri dengan kedua tangan terikat ke atas.

Lalu, ada beberapa orang datang dan menendang badan gadis itu.

"Bangun gadis sialan! Tidur terus! Kamu kira tuan puteri kali ya! Dasar perebut gebetan orang!"

Teriakan itu tidak asing di telinga mereka, jelas mereka kenal siapa orang itu.

"Ya, biasalah. Dasar beban keluarga!" teriak yang lainnya sambil menjambak rambut Bulan keras.

Badannya gemetar, kepalanya pusing sekali, ia tidak yakin bisa bertahan lebih lama lagi.

"Sabar sayang. Kita siksa anak ini pelan-pelan. Kesempatan bagus bisa menyiksa dia di depan Ayahnya sendiri. Biar tahu rasa betapa menderitanya anak angkat saya,"ucap seorang pria tua sambil mengasah pisaunya.

"Anak angkat?" bisik Sky heran.

Lalu, ia mendengar kekehan di dekatnya.

"Bisa-bisanya percaya sama saya, dasar bodoh."

Tidak, dia bukan Joy yang dia kenal. Dengan senyuman mengerikan dan tatapan tajam dia memukul kepala Sky hingga ia tidak sadarkan diri.

***

Sayup-sayup ia mendengar tangisan dari gadis itu.

Tidak hanya tangisan, tapi tawa bahagia Joy menggema di ruangan ini.

"A-apa maksudmu, Joy?! Kamu dalangnya?" teriak Sky gusar.

"Oh, pahlawan kesiangan kita sudah bangun."

Ia tidak bisa bergerak banyak. Selain kepalanya yang pusing, ia sudah diikat dan dijaga oleh seseorang.  Betapa terkejutnya ia melihat sosok itu.

"Rida? Lavenia?"

Mereka tersenyum genit.

"Halo Bapak ganteng."

"Ganteng sih, tapi sayang terlalu perhatian sama gadis sialan itu," tukas Rida.

"Heran deh, dibayar berapa sih sama gadis sialan itu? Dasar!"

Sky terlalu mendengarkan mereka hingga tidak sadar jika Joy sudah berada di depannya. Ia menghajar Sky hingga puas dan memaki pria itu.

"Berkat bapak saya bisa tahu betapa murahan pacar saya," bisiknya tepat di telinga Sky dengan santai.

"Sialan kau!" teriak Sky.

"Sini dong, Pak. Hajar saya. Kenapa? Oh, diikat ya tangannya? Kasihan."

"P-pak Sky?" ujar Bulan dengan lemas.

Sebenarnya ia tidak ditutup matanya. Tapi, ketika Joy membawa Sky masuk ke ruangan, matanya langsung ditutup  oleh kain. Lalu, dilepas lagi sekarang.

Ini mimpi buruk bagi Bulan. Lebih buruk dari perkiraan Joy akan memutuskan hubungan mereka karena ia tidak bisa menerima masa lalunya.

Setelah puas menghajar Sky, ia memandang gadisnya yang terlihat mengenaskan di sana.

Ia  berjalan mendekati Bulan dan menepuk pipinya pelan.

"Kenapa syok gitu? Oh, karena aku nggak sebaik Pak Sky? Dasar murahan!"

Ia tersenyum dan mendekatkan pisau di leher gadis itu lalu berbisik pelan.

"Sadar nggak alasanku melakukan ini?"

Namun, gadis itu masih diam dan menggelengkan kepala kencang.

"Karena perbuatan hina Papimu kepada ibuku," bisiknya tepat di telinga gadis itu.

"BOHONG!"

Jantungnya berdegup semakin kencang lalu ia menangis.

"Cengeng!" pekiknya keras.

“Kak Joy? Sadar kak! Aku pacar kakak! Lepasin aku kak!" seru Bulan keras.

Kekehan terdengar dari Joy.

“Bodoh! Buat apa aku susah-susah menyekapmu kalau akhirnya akan kulepaskan?”

Sky, Bulan dan Ferdi terdiam menatap cowok itu dengan wajah penuh amarah. Tentu saja, mereka sudah dibohongi oleh cowok itu.

“Kenapa Kakak lakukan ini?” tanya Bulan lagi. Ia sudah menahan air matanya, ia tidak kuat melihat Papinya menderita.

“Oh, kamu nangisin Papimu? Bukannya dia enggak perduli kamu gila dan masuk ke rumah sakit jiwa atau tidak?”

“Bagaimana kamu bisa tahu Papi perduli atau tidak?”

“Dasar. Aku sudah mengawasimu sejak lama, sayang. Kenapa kamu bisa dibully juga karena ulahku," kekehnya pelan.

"Aku yang menyuruh mereka untuk membuatmu sengsara hinga tidak bisa berpikir jernih. Abis itu, tinggal desak orang tuamu biar membuatmu sengsara juga, kalau tidak nyawamu akan langsung aku habisi.”

Joy tersenyum, rencananya berjalan dengan mulus. Berkat bantuan ayah angkatnya, bantuan Rida serta Lavenia akhirnya ia bisa menggenapi janjinya, membuat Ferdi dan keluarganya menderita.

“Kenapa kamu lakukan ini?” tanya Bulan sambil terisak.

“Ayahmu, dia sudah membuat ibuku menderita. Ia membuat aku ada, tapi pergi meninggalkan ibu begitu saja. Ibuku menderita dan akhirnya tidak kuat lagi bertahan hidup," ujarnya sendu.

"Kau kira hidup kami bahagia? Makian dari semua orang membuat ibu semakin depresi! Belum lagi ia dipecat dari tempat kerjanya, padahal ia harus membanting tulang untuk menghidupiku," ceritanya penuh emosi.

"Semua berkat kalian. Akhirnya, aku berjanji untuk membuat Papimu menderita dan aku tahu caranya. Mau tahu caranya, cantik?” ujarnya sambil mengusap puncak kepala gadis itu.

Bulan menggeram kesal, ia tidak sudi disentuh orang seperti Joy.

“Caranya dengan membuat gadis cantiknya menderita. Yah, dengan meneror, membuat orang tuamu ketakutan hingga menuruti keinginanku menjadi jalan satu-satunya,” bisiknya tepat di telinga Bulan.

“Brengsek. Di mana Mamiku?!” desis Bulan marah padanya.

“Oh, dia ada di rumah kalian. Sudah aku ikat di gudang, sepertinya dia dehidrasi parah sebentar lagi.Kenapa khawatir dengan dia? Bukannya kamu membencinya?” tanya Joy sambil membelai pipi gadis itu pelan.

Gadis itu mengeyahkan tangan Joy dari pipinya dengan menggelengkan kepalanya. Ia sudah kesal dengan cowok itu.

"Oh! Apa aku suruh orang buat bakar rumahmu saja ya? Biar kamu merasakan penderitaanku hidup tanpa ibu?"

Bulan semakin terisak mendengarnya.

“Oke, sekarang kita apakan ya Papimu ini? Dipukulin saja kali ya sampai babak belur?” tanya Joy sambil tertawa.

Bulan menangis keras, ia menatap ke arah Sky yang sudah dipukuli dan Ferdi yang menatapnya dengan wajah memelas. Ia tahu, Papinya tidak akan kuat. Ia bahkan belum sembuh.

“KAK JOY!” teriaknya keras membuat cowok itu berbalik dan menatapnya heran.

“Kakak maunya buat aku menderita kan? Kalau itu yang kakak mau, oke. Ayok buat aku menderita secara batin dan fisik saja. Tapi lepaskan mereka kak. Biarkan mereka pergi, aku mohon.”

“Hahaha, kamu yakin dengan ucapanmu? Kamu paham kalau kamu akan menjadi milikku seutuhnya dan aku bebas menyiksamu.”

Dia mengangguk sambil menangis.

"Oh iya, ada hal yang perlu kamu ketahui. Mendekatimu dan menjadikanmu sebagai pacarku adalah bagian dari rencanaku. Aku nggak pernah menyukaimu, gadis bodoh."

"Maksud kakak?"

Joy mendengus kesal, "Tidak pernah ada kita. Aku cuman mau membuatmu jatuh cinta padaku, lalu kutinggalkan begitu saja."

"Brengsek!" pekik Sky keras.

Ia kira dia bisa mempercayakan Bulan padanya, ternyata ia salah.

Joy tertawa dan mendekatkan diri ke Bulan.

Joy datang dan memeluk Bulan erat. Dia sudah bersiap dengan pisau di tangannya, ia hendak menusuk gadis itu lalu melarikan diri bersama ayah angkatnya, Rida, dan Lavenia. Tidak lupa membakar gudang ini, membiarkan jejak mereka lenyap.

Sayang, semua tidak berjalan sempurna.

Bruak!

"Angkat tangan kalian!" teriak beberapa orang polisi. Mereka berhasil menemukan keberadaan mereka, beruntung kenalan Sky langsung bergerak cepat dan berdisuksi dengan rekan kerjanya yang lain.

Mereka berhasil melumpuhkan ayah angkatnya, Rida dan Lavenia. Serta membebaskan Sky.

Melihat itu, Joy tertawa.

"Bunuh saja saya, pak. Lagian, saya sudah muak hidup susah!" pekik Joy sambil mendekatkan pisaunya di leher Bulan.

"K-kak Joy? Ma-maafin Bulan," ujar gadis itu.

Ia menatap wajah khawatir Ferdi dan Sky. Mungkin, ini kali terakhir ia bisa menatap wajah mereka.

"Semakin kalian mendekat, semakin saya akan tusuk gadis ini!" teriaknya keras.

Gadis itu meringis, Joy secara tidak sadar sudah mengiris lehernya. Darah mengalir dari sana.

"K-ak? Aku tulus sayang sama kakak. Maafin Papi ya, kak? Dia menyesal sudah berbuat seperti itu," ujarnya tulus.

Joy menatap ke arah Ferdi. Pria tua itu meringis, lukanya belum pulih betul.

"Benar Joy! Saya minta maaf sudah berbuat tidak pantas kepada ibumu! Maafkan saya."

"Om kira minta maaf bisa membuat ibu saya hidup lagi?! Om kira minta maaf bisa membayar penderitaan saya selama ini?!"

Ferdi bersimpuh sambil menangis keras.

Joy tersenyum. Sebenarnya, ada kelegaan yang ia rasakan di hatinya. Selain itu, ia sudah dikepung oleh polisi, dengan senjata yang diarahkan padanya. Ia sudah tahu jika ia tidak bisa kabur.

Joy berdiri di belakang Bulan dan melempar pisau itu.

Dia mengangkat tangannya tapi tidak menjauh sedikitpun dari gadis itu, dia menjadikannya sebagai tameng. Lalu, ia menghela napas dan menjauh sedikit dari gadis itu.

“Lakukanlah.”

Joy sudah tidak ada semangat hidup lagi, dia sudah cukup puas dengan pencapaiannya untuk menyiksa keluarga Ferdi.

Melihat pria itu menderita dengan sakitnya dan Sky yang sudah babak belur, Gabriela yang tengah dehidrasi di gudang rumahnya dan Bulan yang jiwa dan raganya sudah disakitinya. Ia sudah puas.

Polisi akhirnya menembakkan beberapa peluru kepadanya. Sedikit lagi peluru itu sampai pada target, tepat di detik itu Bulan memeluk Joy erat dan membiarkan dirinya sebagai tameng.

Aku juga lelah, Kak Joy. Kakak sudah memberikan warna di hidupku yang kelabu, meski semua hanya sandiwara .

Tak apa, aku bahagia, Kak. Biarlah aku saja yang mengganti penderitaan yang kakak rasakan, sebagai ganti Papi.

Detik itu, semua pandangan tertuju pada gadis itu. Gadis yang sudah terkapar bersimbah darah. Gadis bernama Bulan Faressa.



Ahay! Gimana bab ini?

Malang, 12 Mei 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro