01. Keseharian.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saya author PHP, jadi jangan berharap.
Saya author ngaret, jadi up'a bisa aja sebulan Skali :v.
Saya sok sibuk, jadi jangan meminta up setiap seminggu :v
Ini bukan cerita pertama, bukan cerita terakhir.
Kalau nantinya kalian merasa cerita saya mirip dengan cerita kalian/ orang lain. Berarti inspirasi saya dari cerita Anda/ dia/ mereka.
Hepi reading vroh, moga nda protes klo ni cerita jadi nano2 :v.
.
.
.

Aku terbangun dan melihat suasana gelap kamarku seperti biasa. Sambil mengambil posisi duduk, aku mulai menguap. Setelah beberapa menit akhirnya aku beranjak dari kasur dan berjalan ke jendela untuk melihat pemandangan matahari terbit seperti biasa. Aku terdiam menyandarkan diri di jendela dan merasakan angin pagi yang sedikit menyibak rambut yang bisa dikatakan panjang berwarna ungu yang sedikit menerangi kamarku ini. Bukan hanya terdiam melihat lukisan indah dari jendela kamarku, aku juga melihat cahaya ungu lembut yang berasal dari rambut baruku ini.

"Baiklah, saatnya bersiap." kataku pada diri sendiri sambil menutup kembali jendela kamarku dan berjalan menuju kamar mandi yang berada dalam kamar ini.

Setelah beberapa menit, aku sudah siap dengan seragam butlerku yang berwana putih dan jas hitam ini. Tak lupa menggunakan wig yang selalu terpasang di kepalaku saat bekerja. Aku berkaca dan merasa siap untuk memulai hari ini. Sebelum meninggalkan kamar, aku membereskan kasurku yang berantakan karena tidurku.

Tujuan selanjutnya ialah dapur. Di tempat ini sangat banyak mengerjakan prajurit yang berbagai macam rasnya. Paling banyak ialah iblis dengan tanduk yang berbagai ragam bentuknya dan aku selalu berusaha mati-matian untuk tidak memegang tanduk-tanduk yang unik itu.

"Selamat pagi Daniel, kau selalu datang pagi seperti biasanya." kata seorang wanita paruh baya yang masih sangat energik, bu Vero.

"Kau juga semangat seperti biasanya bu Vero." kataku sambil tersenyum manis.

"Ah, kau manis sekali. Sayang sekali kau harus datang sebagai pelayan laki-laki. Padahal aku yakin parasmu sebagai wanita akan sangat cantik." kata Bu Vero sambil mencubit pipiku gemas.

Aku hanya bisa tertawa miris mendengarnya. Walaupun yang memutuskan aku menjadi pelayan laki-laki atau biasanya disebut butler adalah kemauanku sendiri dan mengenai parasku... Ini bukanlah diriku yang asli.

"Yo, pagi Mia. Kau memang selalu pagi." kata butler lain sambil mengangkat sebelah tangannya dengan muka yang masih setengah sadar.

"Kau pasti baru bangun bukan Adrean? Kenapa kau mau memaksakan diri untuk bangun pagi?" tanyaku datar.

"Ingin berbicara denganmu sebagai seorang perempuan." kata Adrean sambil tersenyum.

"Gombal. Tangkep nih kentang." kataku sambil melempar sebuah kentang yang bisa ditangkap mulus oleh Adrean.

"Tunggu, aku tidak bisa mengupas kentang." protes Adrean.

Yang mengetahui aku adalah perempuan hanyalah bu Vero dan Adrean. Tanpa ingatan aku seperti terdampar di kota ini. Adreanlah yang dengan senang hati menyambut ku dan mendengarkan ceritaku. Karena Adreanlah yang membuatku ingin menjadi butler di tempat ini. Walaupun dihajam protesan dari Adrean aku tetap teguh pada pendirian ku dan di sinilah aku sekarang. Di sebuah rumah mewah yang hanya tinggal seorang pangeran dan adiknya yang anggun. Pangeran itu bernama Lowel dan putri Vionna. Mereka adik kakak yang bisa membuatku iri karena aku tak punya kakak.

"Daniel atau sebenernya Mia, bisakah kau yang mengantar semua makanan ini ke ruang makan? Aku ingin tidur lagi." kata Adrean sambil keluar dan berjalan pergi.

Aku dan Bu Vero bertatapan sejenak lalu tertawa bersama. Akhirnya aku mendorong kereta makanan ke ruang makan. Setelah menyusun piring, terdengar bunyi pintu terbuka dan terlihatlah pangeran Lowel yang setia memakai jubah biru gelapnya dengan penutup kepala yang juga setia dikepalanya.

Pertanyaanku yang selalu ingin ku tanyakan adalah... Tidak panas ya? Padahalkan sekarang lagi musim panas.

"Selamat pagi my Lord." sapaku hormat sambil sedikit menundukkan badanku dan meletakkan tangan kananku di dada kiriku, tak lupa aku tersenyum sopan.

"Selamat pagi." katanya sambil berjalan ke kursinya.

Aku sedikit menyingkir agar tak menghalangi. Aku selalu penasaran dengan wajahnya. Ia tak pernah menampakan dirinya, bahkan aku tak tau ia tersenyum atau memasang ekspresi yang lainnya. Rasanya ingin ku tarik penutup kepalanya itu.

Tak lama terdengar lagi suara pintu terbuka dan tampaklah Putri Vionna yang sudah memakai seragam sekolahnya.

"Selamat pagi prinsess Vi." sapaku dan kembali hormat sama seperti aku menghormati pangeran Lowel tetapi dengan senyum menggoda.

"Selamat pagi Niel. Sudah berapa kali aku bilang padamu jangan memanggilku dengan sebutan princess? Vionna saja cukup." kata putri Vionna kesal.

"Tetapi kau itu seorang putri dan aku adalah pelayanmu. Jadi menurutku itu sesuatu yang wajar." kataku sedikit tidak enak.

"Tetap saja. Ini perintah." kata putri Vionna kesal.

"Vionna, kau tidak boleh memaksa." kata pangeran Lowel lembut.

"Tapi kak..."

"Sudahlah, kalau tidak menyantap makananmu sekarang nanti akan terlambat sekolah Vio." kataku sambil mengedipkan mataku.

Putri Vionna mengangguk sambil tersenyum puas dan berjalan menuju kursinya untuk ikut menyantap sarapan bersama kakaknya tersayang itu. Sedangkan aku berdiri di belakang pangeran Lowel sambil melihat kebawah untuk menahan tanganku agar tidak menarik penutup kepala pangeran Lowel.

Setelah selesai sarapan, aku dan pangeran Lowel mengantar putri Vionna di pintu masuk. Putri Vionna melambaikan tangannya dan sekilas aku melihat sorotan kelembutan dari pangeran Lowel. Itulah yang membuatku menyukainya. Sadar sadar, ia melihatku sebagai pelayan laki-laki. Tak mungkin ia akan melirikku. Kecuali kalau dia gay.

"Daniel."

"Ah! Iya, maafkan saya." seruku kaget.

"Apa yang ku pikirkan?" tanya pangeran Lowel.

"Bukan sesuatu yang penting dibanding oleh dokumen-dokumennya yang tertumpuk di meja Anda." kataku jail.

Terdengar hembusan nafas pelan. "Baiklah, mari kita pergi." ajak pangeran Lowel yangku balas Dengan senyuman dan sedikit membungkuk lalu mengikuti pangeran Lowel dari belakang.

Aku membantu pangeran mengecek kembali dokumen-dokumen yang sudah di cek oleh pangeran Lowel. Adrean datang dan membawa dokumen yang lebih banyak. Terdengar lagi hembusan yang lebih pelan.

"Aku harap Anda tidak melupakan pertemuan dengan orang-orang penting my Lord." kataku jail.

"Kau benar." katanya dengan nada pasrah.

Aku hanya terkekeh pelan. Sejenak aku melirik kearah jendela. "Adrean, tolong antarkan pangeran ke ruang pertemuan. Biar saya yang memilah dokumen ini." kataku hormat.

"Terimakasih Daniel kau sangat membantu." kata pangeran Lowel sambil bangkit berdiri.

"Dengan senang hati my Lord." kataku hormat.

Adrean menunduk hormat saat pangeran Lowel melewatinya dan mengikuti pangeran Lowel dari belakang. Sebelum benar-benar menutup pintu, Adrean mengatakan "semangat" tanpa suara yang kubalas dengan senyuman. Setelah pintu tertutup, aku mulai membaca dokumen lalu memilah mana dokumen yang perlu diperiksa oleh pangeran Lowel lebih lanjut dan tidak.

Tak terasa hari sudah hampir siang. Tetapi pangeran belum datang sama sekali. Tiba-tiba saja perutku berbunyi yang membuatku malu sendiri. Karena pekerjaanku sudah terselesaikan, aku memutuskan untuk bangkit dan berjalan menuju dapur. Baru saja aku membuka pintu, tak sengaja bertemu dengan pangeran Lowel dan Adrean di belakangnya.

"Oh, Daniel." panggil pangeran Lowel.

"Selamat siang pangeran." kataku sambil menunduk hormat yang dibalas anggukan kecil.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya pangeran Lowel.

"Saya mohon ijin untuk mengambil waktu istirahat my Lord." kataku sambil menunduk.

"Baiklah, silahkan." katanya.

Aku menunduk hormat lalu berjalan menjauhinya dengan tujuan dapur. Maunya berjalan lurus tanpa halangan, tetapi perutku berbunyi saat aku melewati pangeran dan rasanya sangat memalukan. Pangeran yang menoleh ke arahku dan Adrean yang menahan tawanya. Aku yakin ia akan mengejekku kalau ia tak berada di sekitar pangeran. Akhirnya aku berjalan cepat kearah dapur dan langsung memakan makanan yang tersisa dengan lahap.

Setelah menyelesaikan makanku, terpikirkan olehku untuk berjalan menuju perpustakaan untuk membaca buku. Tetapi Vionna memanggilku dan memintanya untuk menemaninya menyantap makan siangnya. Akhirnya aku menyetujuinya karena waktu istirahatku masih ada beberapa jam lagi.

"Oh iya Niel, apa kau mengenal Mia?" tanya Putri Vionna tiba-tiba.

"Kenapa Anda bertanya?" tanyaku bingung.

"Tadi bu Vero mengucapkan nama Mia. Walaupun ia berkata untuk melupakannya tetap saja aku memikirkannya." katanya setelah menelan makanannya.

"Menurutku kau tak perlu memusingkannya." kataku sambil tersenyum lembut.

"Tetapi aku penasaran." katanya sambil memasang wajah fokus.

Aku menghela nafas pasrah. "Mia itu...-"
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro