04. Di Balik Jubah.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ah, aku rasa tidak perlu." kataku sambil memundurkan kepalaku.

"Benarkah?" tanya pangeran Lowel.

"Karena, kalau dipikir-pikir lagi kata-kata ku terlalu tidak sopan untuk seorang pelayan yang berbicara pada tuannya. Maafkan aku." kataku sambil menunduk.

Sebuah usapan pelan mendarat di kepalaku yang membuatku mengangkat kepalaku.

"Tidak masalah, untuk sekarang ini anggap saja kita berbicara sebagai seorang teman." kata pangeran Lowel.

"Baiklah. Kalau begitu aku penasaran dengan parasmu, bolehkah aku mengetahuinya?" tanyaku seperti anak kecil yang dibalas anggukan oleh pangeran Lowel.

Pangeran Lowel mulai membuka penutup kepalanya dan memperlihatkan wajah yang tersembunyi di dalamnya. Angin sedikit menyibakkan rambut coklat gelapnya yang berpadu dengan kulitnya yang terlihat pucat. Pandanganku terkunci oleh kedua matanya yang berwarna merah menyala itu dengan bulu mata lentik. Ternyata ia sangatlah keren, melebihi bayanganku.

Setelah beberapa detik matanya memancarkan kesedihan.

"Keren!" seruku cepat yang membuat pangeran melihatku heran.

"Kau sangatlah keren!" seruku semangat.

"Terimakasih." kata pangeran Lowel.

"Aku menyukai matamu." kataku sambil tersenyum tulus.

Pangeran Lowel terlihat kaget dengan tatapan tak percaya.

"Kau kira aku berbohong? Aku benar-benar jujur loh. Aku sangat menyukai matamu." kataku sambil tersenyum senang.

"Ini adalah mata vampir." kata pangeran Lowel sambil memejamkan matanya.

"Vampir? Tetapi seingatku Vio adalah penyihir. Apa jangan-jangan Vio juga ada darah vampir?" tanyaku bingung.

"Tidak, hanya aku saja." kata pangeran Lowel iba.

"Apa pangeran juga penyihir?" tanyaku hati-hati.

"Iya, dapat dikatakan aku adalah duobelgen." kata pangeran Lowel sambil kembali bersender di tiang balkon.

Aku berpikir sambil melihat pangeran Lowel. Apa yang terjadi? Kenapa bisa? Apa pangeran anak angkat? Apa pangeran dipakai untuk kelinci percobaan?

"Kau penasaran?" tanya pangeran Lowel sambil melihatku yang kujawab dengan anggukan semangat.

"Saat itu beberapa bulan setelah kematian ibu. Ayahku mengurung diri di ruangannya dan tidak pernah keluar sama sekali. Sampai saat itu
.
.
Lowel sedang menemani adiknya yang sedang gembira berjalan-jalan di sekitar rumahnya yang mendekati kata " istana" itu. Tiba-tiba saja mereka mendengar pintu yang terbuka dengan keras. Vionna merasa bahagia dan berpikir ayahnya ingin bertemu dengannya lagi. Di satu sisi Lowel merasakan firasat yang tidak begitu nyaman.

Langkah demi langkah terdengar nyaring. Lowel mengeratkan genggamannya pada adiknya, Vionna yang terlihat begitu senang. Keadaan malam yang hanya diterangi sinar bulan menambah ketakutan Lowel. Tak lama tampaklah sebuah siluet orang yang berjalan mendekati dua bersaudara itu. Sekilas Lowel melihat sesuatu yang bercahaya dan pikirannya berteriak untuk berlari.

Akhirnya Lowel memutuskan untuk menarik adiknya menjauhi ayahnya.

"Kak! Ayah menghilang!" seru Vionna yang membuat Lowel terhenti dan melihat ke belakang dan ternyata benar perkataan Vionna, ayahnya menghilang.

"Ayah hebat! Seperti sihir!" seru Vionna kagum sedangkan pernyataan itu membuat Lowel merasa lebih ketakutan.

Tiba-tiba saja Lowel merasakan pandangan menusuk dari arah belakang dan menarik Vionna untuk berlari lagi.

"Kak, tunggu!" seru Vionna setelah berlalu agak jauh sambil mencoba mengikuti langkah kakaknya yang lebih besar.

"Maaf." kata Lowel sambil berhenti dan berbalik melihat adiknya yang sedang menenangkan nafasnya yang menggebu-gebu.

Sinar merah terlihat jauh di belakang Vionna, tetapi Lowel yakin sinar itu akan datang secepatnya. Lowel menarik adiknya ke belakangnya dan melindungi vionna dengan tangannya. Hanya dalam hitungan detik, ayahnya sudah berada tak jauh dari mereka.

"Vionna, setelah aba-aba dariku kau harus lari sekencang-kencangnya." kata Lowel sambil melirik adiknya.

"Tetapi kenapa kak?"

"Itu bukan ayah yang dulu kita kenal lagi. Kumohon, percaya padaku." kata Lowel sambil mengerutkan alisnya.

"Tapi...-"

Perkataan Vionna terputus dikarenakan angin yang menghembus kuat di depan Lowel dan terlihat tubuh sang ayah dengan mata merahnya.

"PERGI, SEKARANG!" teriak Lowel panik dengan kecepatan ayahnya yang sama sekali tidak biasa.

Setelah melihat itu, Vionna langsung berbalik dan berlari sekencang-kencangnya tanpa tujuan. Yang ia pikirkan hanyalah ingin bersembunyi.

Ayah kedua anak itu melihat putri bungsunya yang berlari menghindarinya. Sedangkan putra sulungnya sedang melihatnya dengan tatapan amarah.

"Apa yang ingin ayah lakukan sekarang setelah sekian lama mengurung diri di dalam ruangan ayah?" tanya Lowel yang memaksakan dirinya untuk berani menatap mata ayahnya.

"Aku keluar untuk memberi anak-anakku sebuah hadiah." kata ayahnya dengan ekspresi yang tak bisa diungkapkan.

"Hadiah?" tanya Lowel bingung.

"Iya, hadiah." setelah mengucapkan kalimat itu, ayahnya langsung mengigit leher Lowel dengan cepat.

Seakan-akan tersengat listrik, Lowel tak bisa menggerakkan badannya dan semua energinya terhisap habis seperti darahnya yang dihisap oleh ayahnya sendiri. Bunyi tegukan terdengar sangat nyaring dan sakit itu menyebar dari leher sampai ke ujung kepalanya. Setelah sekian lama ayahnya melepaskan gigitannya dan membiarkan pangeran Lowel terjatuh di atas lantai yang dingin.

Ayahnya beranjak meninggalkan Lowel begitu saja. Lowel yang masih tak bisa bergerak memikirkan keselamatan adiknya. Sakit di lehernya masih terasa begitu tertanam dan ia tak bisa lagi merasakan suhu di sekitarnya. Ia pernah beranggapan jika orang yang akan mati tubuhkan akan menjadi berat, tetapi yang ia rasakan justru sebaliknya. Tubuhnya terasa ringan.

Di sebuah ruangan tanpa cahaya yang masuk atau menerangi, ada seorang gadis kecil meringkuk ketakutan sambil bersembunyi. Tiba-tiba pintu terbuka kencang yang membuat gadis kecil itu tersentak kaget. Seorang pria berjalan melihat ke sekelilingnya mencari gadis kecil itu.

Gadis kecil itu menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara sekecil pun. Walaupun tanpa suara, pria itu tau dimana gadis kecil itu bersembunyi dan langsung membanting meja yang menjadi tempat persembunyian gadis itu.

"KYAAAA!!"

Gadis itu berlari menjauh, tetapi ia memilih jalan yang salah. Ia berhenti di pojokan dinding dan tak bisa berbelok kemanapun karena ayahnya yang berada di depannya sudah siap menerkamnya.

Tiba-tiba sebuah senjata meluncur cepat Temat di perut ayahnya. Ternyata yang melemparkan senjata itu adalah Lowel. Ia terlihat pucat dengan nafasnya yang memburu. Vionna langsung terjatuh dalam posisi duduk, kakinya begitu lemas untuk berdiri. Lowel langsung menghampiri adiknya dan memeluknya erat.

Walau hanya sekilas, Lowel ia melihat senyuman yang terlihat lembut di wajah ayahnya yang sudah tergeletak dengan darahnya yang mulai keluar.
.
.

Lowel mengakhiri ceritanya. Aku tak yakin apa aku bisa sepertinya. Dia begitu kuat.

"Itu berarti...-"

Pangeran Lowel melihatku bingung.

"Selamat!" sorakku girang.

"Se-selamat?"

"Selamat anda sudah melindungi adik tersayang anda pangeran. Kau sudah berjuang keras." kataku sambil tersenyum.

"Tetapi aku membunuh ayahku." kata pangeran Lowel sedih.

"Aku rasa kau juga telah menyelamatkan ayah anda." kataku menerka-nerka.

"Tidak mungkin."

"Itu mungkin. Anda bilang jika Anda melihat senyuman lembut ayah Anda bukan?" tanyaku sambil tersenyum. "Itu artinya Anda telah menyelamatkan ayah Anda dari perlakuannya yang ia tak sadari. Eh?! I-itu hanya mungkin!" seruku cepat saat menyadari apa yang aku ucapkan.

"Begitukah?" tanya pangeran Lowel.

"Aku rasa begitu. Hanya satu alasan ayah Anda tersenyum di saat-saat terakhirnya." kataku tetapi Lowel tetap menunduk.

"Anda kuat pangeran. Aku iri dengan Anda." kataku sambil tersenyum jail.

Lowel melihatku sejenak lalu menghembuskan nafas pasrah.

"Dan juga, aku yakin Vio sangat menyayangimu. Selain iri dengan Anda, aku juga iri dengan Vio karena ia memiliki kakak yang akan merelakan dirinya untuk adiknya. Ingatanku hilang, jadi aku tidak mengetahui apa aku mempunyai kakak atau tidak." kataku sambil melihat jauh ke dalam hutan yang berada di depan pagar kastil.

"Maafkan aku...-"

"Untuk apa anda meminta maaf my Lord? Itu sama sekali bukan salah Anda. Aku sudah sangat bersyukur bisa tinggal di sini. Itu cukup." kataku sambil tersenyum lagi.

"Kau ini memang murah senyum ya." kata Lowel sambil tersenyum pasrah.

"Tentu saja! Senyum itu sehat. Jika satu orang tersenyum, orang lain akan tersenyum. Bukankah itu menyenangkan?" tanyaku sambil tersenyum lebih lebar.

"Ya, tidak ada salahnya berpikir seperti itu." kata pangeran sambil tersenyum juga.

"Iya, apalagi senyuman Anda sangatlah indah. Seperti paras Anda yang keren!" seruku.

Lowel melihatku kaget.

Setelah beberapa detik akhirnya aku sadar apa yang telah kuucapkan. Aku berbalik dan memukul-mukul mulutku sambil mengejek mulutku sendiri.

"Ma-maaf pangeran, tadi...-"

"Hahaha... Kau itu terlalu spontan ya." kata pangeran Lowel sambil tertawa lepas dan menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.

"Anda jahat my Lord, aku jadi tidak tau apakah aku harus bahagia atau sedih..." ucapku perih.

"Maafkan aku" sebuah tangan mendarat di atas kepalaku dan mulai mengacak-acak pelan. " dan terimakasih sudah mau menemaniku malam ini. Tidurlah, ini sudah malam. Aku pergi dulu." kata Lowel sambil berlalu pergi.

"Ah... Iya..."

Aku memegang kepalaku yang di acak oleh pangeran Lowen dan tersipu sendiri. "Aku nggak akan keramas!! Eh tapi kedengarannya jorok sekali..." batinku. Aku melihat ke arah bulan yang masih bersinar lalu mengambil wigku. Malam ini adalah malam yang indah. Aku mulai berjalan mengambil lentera yang hebatnya masih bertahan dalam posisi menyala. Setelah menyelesaikan patroli, aku meletakkan lentera di kamarku dan bersiap-siap untuk kencan dengan kasur.
.
.

Saya nggak plagiat dari penulis di watty, cuman "sedikit" menyamakan di manga "My Boyfriend Is Vampire"!!
Iya-iya memang gitu kebenarannya T^T
#memerasasangatbersalah

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro