03. Peri Eleanor.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku membetulkan kancing kedua lengan seragamku yang sudah dikembalikan oleh Vio. Dengan perasaan yang sangat tidak enak di tatapi oleh kedua kakak-adik itu.

"Permisi Vio, bisakah anda mengembalikan jasku?" tanyaku speechless.

Vio tidak menjawab tetapi tetap menatapku dalam. Aku melirik Adrean yang berada di dekat pangeran Lowel dengan pandangan SOS. Tetapi hanya dibalas dengan tawa pasrah. Ah, rasanya ingin menangis sekarang juga.

"Jadi, kau sebenarnya perempuan?" tanya pangeran Lowel yang membuka suara dikondisi tak enak ini.

"Ah, iya. Itu benar."

"Lalu mengapa kau datang dan mendaftarkan diri sebagai laki-laki?" tanya pangeran Lowel.

"Karena... Seru?" tanyaku tak yakin. "Terlintas juga di pikiranku untuk mencoba menjadi seseorang yang lain. Apalagi menurutku rambutku ini tak boleh ditunjukan kepada orang banyak." kataku sambil menunjukan sedikit rambutku yang mengeluarkan cahaya ungu, sebelum memasang kembali rambut palsuku.

"Kalau begitu kenapa kau membuka rahasiamu?" tanya Vio bingung.

"Karena kalian berdua adalah tuanku, tentu saja dan juga aku merasa baik-baik saja di sekitar kalian. Aku percaya aku pasti aman walaupun memberitahu identitasku sebagai perempuan." kataku mantap sambil memasang senyum kekenak-kanakanku.

Pangeran Lowel dan Vio sedikit tersentak sambil membulatkan mata mereka. Aku hanya tersenyum bingung melihat mereka.

"Lalu Vio, kembalikan jasku karena jam kerjaku masih berjalan. Setelah itu kalian jangan lupa makan, ini hampir larut." perintah ku tegas.

"Baik ibu..." kata Vio pelan.

"Siapa ibu?" tanyaku datar.

Akhirnya pangeran Lowel dan Vio berjalan menuju ruang makan denganku (yang jasku sudah dikembalikan Vio) dan Adrean yang mengikuti mereka dari belakang.

"Kau dewasa sekali." bisik Adrean dengan nada jail.

"Dewasa? Kau tau bukan sebenarnya aku sangat kekanak-kanakan? Bagaimana bisa kau menyebutku dewasa?" protesku sambil berbisik juga.

"Aku tau, tetapi kau terlihat sangat peduli." bisik Adrean.

"Tentu saja, mereka berdua adalah majikan tersayangku." bisikku bangga.

"Berarti tak salah kau bertemu denganku."

"Iya-iya, tetapi hentikan gaya sokmu itu karena dia jauh lebih keren." bisikku jail.

"Ah, memangnya dia pernah memperlihatkan parasnya?" bisik Adrean kesal.

"Tidak, tetapi aku yakin dia sangat keren seperti tatapan lembutnya." bisikku senang sendiri.

"Kau menyakiti hati kakakku ini." bisik Adrean memasang wajah sedih.

"Sejak kapan kau menjadi kakakku hah?" bisikku jail sambil tersenyum lebar.

"Sejak pertama kali bertemu denganmu." bisiknya sambil memasang senyum jail juga.
.
.
.
Selesai kedua majikanku memakan makan malamnya, mereka berjalan dengan tujuan sendiri-sendiri. Sedangkan aku membereskan peralatan makan mereka yang mereka pakai dan berjalan menuju dapur. Sesampainya di dapur aku mencuci peralatan makan tadi tak lupa lengan seragamku yang sudah ditarik agar tak basah.

"Daniel, tolong kau cek dengan baik ruangan-ruangan saat kau patroli nanti." kata Bu Vero sambil merapikan pakaiannya.

"Baik." kataku sambil mengangguk dan tersenyum.

Setelah mencuci piring, aku mengelap kedua tanganku dan menurunkan lengan seragamku kembali seperti semula. Dengan sebuah lentera di tangan, aku sudah siap untuk berpatroli. Mulai dari lantai satu dari dapur yang memang terletak di ujung, memudahkan ku berpatroli. Terlihat tak ada masalah dari kerapian, lampu tidak ada yang menyala. Sesampai di lantai dua, aku mendatangi kamar Vio dan mengetuk pelan pintunya.

Tidak ada suara sekecil apapun dan saat mengeceknya Vio sudah tenang di kasurnya dengan lampu tidur yang menyala. Kembaliku tutup pintu kamar Vio dan kembali mengecek ruangan lain. Saat melewati balkon di lantai dua, aku melihat sebuah bayangan seseorang yang ternyata itu adalah pangeran Lowen yang bersender pada tiang baklon dengan sinar bulan yang mengenainya. Aku meletakkan lentera yang kubawa di dekat pintu.

"Tak keberatan dengan orang tambahan my Lord?" tanyaku sambil sedikit menunduk kearah pangeran Lowel yang menyadari keberadaan ku.

"Tentu saja." kata pangeran Lowen yang entah kenapa bisa terlihat senyumnya itu.

Aku tersenyum sejenak sebelum berjalan dan berhenti di sebelah pangeran yang sangat ku kagumi ini. Keheningan terjadi, hanya ada suara daun-daun dan semak-semak yang saling bergesekan karena angin malam yang dingin.

"Bisakah kau melepaskan rambut palsumu?" tanya pangeran Lowel tiba-tiba.

"Tentu saja." kataku sambil tersenyum lalu melepaskan wigku dan membiarkan rambut panjangku terurai dan sedikit tersibak karena angin malam ini. Cahaya ungu yang lembut mulai bercampur dengan cahaya bulan. Pangeran Lowen terdiam melihat ke arahku.

"Maaf." kataku sambil melihat lurus ke depan.

"Kenapa?" tanya pangeran Lowen bingung.

"Aku... Membohongi dirimu, adikmu dan yang lainnya. Aku tak bermaksud mempermainkan kalian... Hanya saja...-"

"Tak apa, kau sudah memilih jalan yang benar." kata pangeran Lowen lembut.

"Maksud pangeran?" tanyaku bingung.

"Karena kau mempunyai kekuatan peri Eleanor."

"Peri... Eleanor? Apa itu? Nama orang?" tanyaku bingung.

"Peri Eleanor adalah peri kecil dengan kekuatan yang sangat besar. Mereka abadi dan sangat diburu oleh banyak kaum." kata pangeran Lowel yang terdengar menyakitkan.

"Tetapi kenapa?" tanyaku iba.

"Darah mereka bisa menjadi ramuan yang sangat hebat. Jantung mereka bisa membuat seseorang menjadi mendapatkan kekuatan yang besar. Sayap mereka bisa membuat obat yang sangat ampuh untuk segala macam penyakit dan luka." kata pangeran Lowel yang membuatku gemetar.

"Mereka juga bisa memberikan kekuatan mereka kepada kaum lainnya, tetapi itu sangatlah berbahaya." kata pangeran sambil menunduk.

"Berbahaya?" tanyaku hati-hati.

"Karena dari darah, jantung sampai sayap semuanya akan ada apa orang itu dan bisa saja ia diburu karena mereka bisa mendapatkan empat kali lebih banyak dibanding memburu peri itu sendiri."

Aku terjatuh dengan posisi duduk setelah mendengar perkataan pangeran Lowel.

"Da..-Mia! Apa kau tidak apa-apa?" tanya pangeran panik sambil memegang kedua bahuku.

"Maaf... Aku... Hanya... Kakiku... Lemas..." kataku sambil bergetar ketakutan.

"Tak apa, aku yakin kau akan ketakutan." katanya lembut.

Aku memeluk diriku sendiri mencoba untuk melupakannya, tetapi jantungku tetap berdetak tak karuan. Tak terasa setetes demi setetes air turun dari mataku.

"Tenanglah, aku akan melindungimu." kata pangeran Lowel mantap yang membuatku mengangkat kepalaku kepadanya.

"Aku pasti akan melindungimu." katanya yakin yang membuatku sangat tenang dan cengkraman tangannya yang berada di kedua lenganku menunjukan kepastiannya.

Seulas senyum yang tak ku sadari sudah mengembang. Aku yakin aku berada di tempat yang sangat aman. "Iya" kataku sambil tersenyum lebih lebar lagi. Setelah beberapa detik aku mengambil nafas, aku benar-benar merasa baikan dan langsung saja aku berdiri yang membuat pangeran sedikit terkejut.

"Baiklah! Aku sudah tenang. terimakasih pangeran Lowel!" seruku ceria.

"Benarkah?" tanya pangeran Lowel

"Tentu! Karena pangeran sendiri yang akan melindungiku bukan? Pangeran kan kuat dan baik, jadi aku tak perlu takut." kataku senang sendiri.

Entah karena efek sinar bulan yang begitu terang atau alasan lain, aku bisa melihat senyuman pangeran dengan jelas.

"Em... Pangeran, bolehkah aku tak sopan hanya untuk malam ini?" tanyaku speechless.

"Kenapa?" tanya pangeran Lowel sambil berdiri.

"Kenapa memakai jubah favoritmu setiap hari? Apa kau tidak merasa panas, gerah dan segala macam? Kenapa kau menutup wajahmu? Memangnya bagaimana rupamu?" tanyaku sambil memiringkan kepalaku bingung.

Terdengar kekehan pangeran Lowel yang terdengar nyaring di telingaku.

"Kau penasaran?" tanya pangeran Lowel yang membuatku semakin penasaran.

Pangeran Lowel mulai memegang ujung penutup kepalanya. Sedikit demi sedikit aku memajukan kepalaku karena penasaran.
.
.
.
Sesuatu yang nggak penting sebenarnya... Tapi, aku baru sadar bu Vero adalah nama guru pengajar di sekolahku ^^v

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro