Pemaksaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ting! Pesan dari aplikasi hijau menyadarkanku. Masih di dalam toilet aku membuka grup itu.

[Te, mana bill hari ini?] tagih Frida.

[Bill-ku gabung sama Frida] Rasta menambahkan kondisi yang tanpa dia beritahu pun aku paham.

[Semuanya 10.000-an, sudah termasuk ongkir. Transfer ke rekening biasa] balasku.

Kuletakkan ponsel di sebelah wastafel dan mencuci tanganku. Sial, hatiku masih berdesir mengingat kelakuan Sky di kubikel tadi. Bodoh.

"Lah dia ngilang ternyata di sini. Ditungguin Sky tuh," kata Diana membuatku menghela napas berat.

"Pan udah kukirim, napa dah tu Bapak masih di sono," gerutuku.

"Ada yang salah kali di laporanmu," balas Diana mengejek.

"Dih, mana ada," sergahku.

Memang laki-laki itu sepertinya sedang mencari masalah. Aku berjalan Kembali menuju kubikelku dan laki-laki itu masih di sana, asik menyesap kopi dan memainkan ponselnya.

"Sudah kukirim, kan, Pak?" tanyaku memastikan bahwa dia di sana sedang menunggu laporanku.

"Pulang naik apa?" tanyanya out of blue.

"Naik motorlah, pakai nanya," jawabku ketus. Bukankah dia tahu kalau aku selalu membawa motor ke kantor.

"Mau jalan?" kejarnya, membuatku seketika melotot.

"Gak." Aku merapikan mejaku untuk mengalihkan jantungku yang kembali berpacu lebih cepat.

"Kenapa?" Sky meletakkan kopinya di mejaku.

Aku mendesah dan menatapnya tak percaya. Tolong!

"Tuan, maaf, saya sibuk," elakku.

"Pulang kerja, kita jalan." Dia mengambil kopinya dan pergi bahkan sebelum aku membuka mulutku.

Bagaimana bisa dia mengatakan itu tanpa persetujuanku? Dan terlebih siapa dia? Aku duduk di kursiku dengan kesal.

"Kenapa?" Frida mungkin melihat wajahku yang masam.

"Nggak, lagi kesel aja sama Sky," kataku.

"Kayanya dia lagi resek. Mungkin lagi dikejar sama Bu Happy masalah laporan." Frida kemudian duduk di kursi yang tadi diduduki Sky.

Andai kamu tahu ini bukan soal pekerjaan, dengkusku.

Jam lima tepat aku bergegas ke parkiran. Aku tidak ingin Sky mengangguku. Aku sungguh tidak ingin terlibat cerita cinta di kantor. Bukan, hidupku tak akan seperti cerita-cerita di wattpad yang happily ever after setelah pacaran dengan teman sekantor. Tidak. Itu tidak akan terjadi.

Langkahku terhenti saat melihat Sky sudah berdiri di dekat motorku. Berbalik pun rasanya tak mungkin karena matanya sudah melihat ke arahku. Dan aku melihat senyum tipis di wajahnya. Sial.

"Kita jalan." Senyum kemenangan ada di wajah yang menyebalkan itu.

"Tunggu. Dalam rangka apa kamu mengajakku jalan?" tanyaku pada akhirnya.

"Apa gak boleh? Ada yang marah?" Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah menanyakan hal yang dia tahu pasti tidak akan ada jawabannya.

"Jawab pertanyaanku," sergahku.

"Emang harus ada alasan untuk mengajakmu jalan?" Damn, laki-laki ini sungguh menguji kesabaran.

"Bukan begitu, Bapak. Tapi saya harus tahu motif Anda tiba-tiba mengajak saya jalan itu apa? Saya wajib curiga denga sikap Anda yang mendadak mencuri perhatian saya, dan sikap Anda yang mendadak menjadi menyebalkan." Aku mengeluarkan semua kata-kata yang sedari tadi kutahan.

"Bukankah kamu tahu aku menyebalkan dari dulu?" Bukannya menjawab, lagi-lagi dia malah mengelak.

Dia kemudian menarik tanganku menuju mobilnya. "Motorku?" protesku berusaha menghindari ini.

"Tinggalkan di kantor, besok pagi aku jemput ke kosan." Jawaban yang sangat-sangat tidak kuduga.

Dia membukakan pintu mobil dan aku mau tak mau masuk ke dalamnya. "Kita ke mana?" tanyaku pada akhirnya.

"Beach club." Mobil keluar dari parkiran kantor dan menuju ke arah beach club yang selalu ramai menjelang sore hari.

"Aku sungguh penasaran, kenapa kamu mengajakku jalan? Kamu tidak sedang ingin mengejarku kan?" tanyaku penuh dengan kepercayaan diri yang tinggi.

"Kalau ya?" Dia balik bertanya dan menatapku. Sial.

"Kalau iya, tolong jangan. Aku sedang tidak ingin bermasalah di kantor," erangku menyembunyikan kegugupan yang seketika dating.

"Kalau tidak bisa?" Sky memutar setirnya dengan santai.

Aku harus jawab apa?!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro