Bab 139 Pengantin Baru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Kabar pernikahan Andra dan Mahira rupanya menuai beragam reaksi. Bukan hanya media sosial saja yang disibukkan menyuguhkan berita tentang mereka, tapi berbagai media televisi pun turun menyuguhkan kabar terkini terkait pernikahan mereka. Tentu hal itu berkat usaha mereka mencari informasi dari postingan media sosial Andra langsung. Ia kini menjadi incaran para wartawan yang sudah berkerumun di depan rumahnya.

“Sialan! Bokap bisa ngamuk kalau gue pulang ke rumah, Mu! Lagi males gue debat sama dia!” dumel Andra yang memerhatikan kerumunan para wartawan dari dalam mobil. 

Niat hati untuk pulang ke rumah rupanya harus ia batalkan. 

“Putar balik! Putar balik!” 

Panik Andra memberikan instruksi. Celingukan memandang kerumunan dari jendela mobil, takut kalau ada yang tahu dirinya bersembunyi di dalam mobil sekarang.

“Putar balik ke mana?” Muel juga ikutan panik jadinya. Mau melajukan mobil, tapi tak harus mengarahkannya ke mana. “Ke hotel maksud lo, Mas Chef? Lebih bahaya malah! Gak ada pintu masuk lewat belakang atau apa gitu?” tanyanya.

“Bukan masalah gak ada pintu belakang, tapi masalahnya gue males debat sama bokap. Putar balik aja dulu! Nanti gue kasih lo arahan mesti bawa gue ke mana.” Andra sudah tak sabar ingin segera pergi dari depan rumahnya. Melihat kerumunan para wartawan yang segitu banyaknya membuat Andra merasa seperti tersangka kasus kejahatan saja.

“Jangan hotel!” tolak Muel. 

“Buruan! Lo mau kita ketahuan ada di sini?” desak Andra yang ingin mobil segera melaju saja untuk sementara waktu. Masalah akan ke mana, bisa dipikirkan belakangan.

Muel berdecak sebal. “Elo sih pake nikah diem-diem segala! Repot kan jadinya!” dumelnya jengkel. 

“Diem lu!”

Muel akhirnya menurut mengikuti arahan Andra. Untungnya Andra tak memintanya mengarahkan mobil ke sebuah hotel, atau sampai menginap di sebuah tempat penginapan yang umum dikunjungi orang, melainkan ke sebuah vila yang kata Andra merupakan pemberian dari kakeknya.

“Waaahhh!!! Jadi lo beneran orang kaya, Chef? Sekaya apa sih?”

Setiap sudut vila itu menjadi perhatian Muel. Ia bergerilya tanpa memedulikan Andra yang sudah merebahkan diri di salah satu sofa.

Lampu besar menggantung di atas, menyala paling terang dari yang lain. Ada beberapa guci berukuran cukup besar di sudut-sudut rumah, bersama rentetan lukisan di beberapa bagian dinding rumah. Vila ini tak tampak seperti bangunan yang tak berpenghuni. Peralatan dapurnya saja lengkap. Isi kulkas pun penuh. Bahkan masih ada tangga panjang mengular ke lantai atas yang tak berani Muel cari tahu. Satu hal lagi. Semuanya tampak bersih!

“Sejak kapan lo tinggal di sini?” tanya Muel sambil menarik salah satu botol minuman dari dalam kulkas. Membukanya, lalu meneguknya hingga tandas. “Bersih banget woy! Ada pembantu?”

“Baru sekarang.”

Muel nyaris memuntahkan minumannya lagi. “Serius lo? Tapi ... gak kayak vila yang baru dihuni? Perlengkapannya aja lengkap.”

“Karena ada yang ngurusin, Mu.”

“Gila! Itu artinya keluarga lo tajir banget dong? Vila kosong aja masih diurusin sampe gak kayak tempat terbengkalai gini! Jadi penasaran gue siapa bonyok lo sebenernya!"

"Tunggu wartawan aja yang beritain. Itu juga kalau mereka berhasil nyari tahu.”

Sering sekali Andra membaca berita tentang mereka-mereka yang katanya punya bisnis sukses, hartanya berlimpah, sampai disebut-sebut di jajaran orang-orang kaya. Tapi sayangnya itu tak berlaku bagi keluarga Andra. Nyaris tak ada media apapun yang berani menyinggung tentang mereka.

Bukan tanpa sebab sebenarnya. Itu karena kakek menutup rapat identitasnya. Itu juga ternyata berlaku untuk ayah. Keduanya tak suka dikenal banyak orang, apalagi diakui sebagai orang kaya.

“Gue beda sama mereka. Gue gak suka hidup sembunyi kayak kena kutukan. Makannya gue ngebet banget pengen jadi chef selebriti ketimbang ngikut jejak mereka jadi pengusaha. Males gue! Takut ketularan penyakitnya. Gue tahu sih alasan mereka gak mau publikasiin diri karena apa. Dijamin nama mereka bakal terus muncul di media karena kasus perselingkuhan!”

Muel mengangguk mendengarkan cerita Andra. Tak benar-benar cerita utuh, karena Andra masih tak mau menyebutkan nama dan identitas asli keluarga itu. Kalau dilihat dari penampakkan rumah Andra dari luar saja, rumah berdinding tembok tinggi itu memang cukup memberikan kesan bahwa penghuninya sengaja menutup diri. 

“Pantesan banyak cewek suka sama lo! Rupanya ada DNA dari sononya!”

Andra tak menampik tuduhan itu. Ia sendiri pun menyadari. Malah pernah merasakan efek dari pesonanya sendiri itu seperti apa. Yah ... sebelum akhirnya bertekad untuk setia maksudnya. 

***

Chef Andra dan kekasihnya yang non-selebriri sudah menikah!

Pernikahan Chef Andra dengan kekasihnya Mahira dilakukan di Pulau Ampalove!

Ada apa dibalik pernikahan Chef Andra dan Mahira yang dilakukan secara diam-diam?

Andra cukup sibuk membaca satu per satu berita mengenai dirinya dan Mahira yang berseliweran di media sosial semalam. Sekedar memantau apakah ada oknum-oknum yang membuat berita negatif tentang dia dan Mahira. 

Kalau hanya sekedar memberitakan pernikahan itu sendiri sih Andra tak masalah. Tapi kalau sampai ada dugaan negatif yang menggiring opini publik jadi menilai pernikahannya dan Mahira buruk, Andra tak akan tinggal diam lagi.

“Jadi gimana? Gue siap buat klarifikasi. Kapan?” Andra tak sabaran ingin segera meluruskan semuanya.

Ia juga sebenarnya tak menikah secara diam-diam juga. Toh ia secara sengaja mempublikasikan foto pernikahannya kemarin sebagai bentuk pernyataan bahwa memang ia dan Mahira sudah menikah. Tapi anehnya, pernikahannya dengan Mahira malah menimbulkan kegaduhan.

Apa salahnya sih menikah diam-diam?

Apa salahnya menikah mendadak?

Kenapa juga sih mereka harus ributin pernikahannya dengan Mahira?

Pentingnya apa coba?

Manfaatnya apa coba untuk mereka?

“Harus ada Mahira kalau bisa, Mas Chef. Kalau cuma elo yang klarifikasi, orang-orang akan tetap mempertanyakan pernikahan lo sama Mahira.” Muel memberikan peringatan.

“Duh! Ribet banget sih! Apa gak cukup gue aja yang ngomong? Mahira mana mau! Dia gak biasa nongol depan kamera, Mu!” tolak Andra. Ia tak suka dengan ide Muel tadi.

“Ya ... itu urusan lo, Mas Chef. Mau lo nikah diam-diam atau terang-terangan sekilapun, nanti akan ada yang namanya jumpa pers juga. Mahira tetap akan berhadapan dengan publik juga nantinya, kan?”

Andra benar-benar tak habis pikir. Perkara pernikahan saja sampai rumit begini hanya karena sekarang ia sudah terkenal sebagai seorang chef selebriti. 

Memang sih ini keinginan Andra untuk dikenal banyak orang. Biar banyak orang yang memerhatikan gerak-geriknya. Agar Andra selalu merasa harus menjaga sikapnya dan tak bertindak ceroboh. Tapi ... masa perkara nikah sah secara hukum dan agama malah jadi rumit begini?

Gak bisa apa mereka menghargai keputusan seseorang?

“Terus sekarang gimana syuting gue? Masih jalan atau berhenti dulu?” tanya Andra.

“Jalan dong!”

“Yakin lo? Para wartawan gak bakalan ngejar gue kayak semalem?”

“Tentu bakalan ngejarlah! Makannya elo gak boleh ngomong apa-apa. Mau mereka nanya apapun, desak lo dengan cara apapun, lo gak boleh buka mulut. Kecuali bilang kalau lo sama Mahira nanti bakal ngadain jumpa pers. Cuma itu yang harus lo ucapin! Ingat! Cuma itu doang!” 

“Gimana kalau mereka ngira gue sombong karena gak jawab pertanyaan itu, Mu? Gak ah! Belum tentu juga Mahira mau gue ajakin buat jumpa pers.”

“Harus mau dong! Gak bisa nolak!”

Sungguh! Andra tak mengira jika situasinya akan serumit ini. Masalah klarifikasi aja ribet banget. Gak kayak dulu waktu dia ngaku-ngaku Mahira jadi pacarnya. Gak nyampe ada wartawan yang ngejar-ngejar tuh selain kejulidan para netizen doang di laman komentarnya dan laman postingan Mahira.

Gila! Bener-bener gak nyangka!

Ucapan Muel ternyata bukan isapan jempol belaka. Andra benar-benar dikejar wartawan, padahal cuma mau syuting di gedung RYTV. Tapi sudah ada banyak wartawan yang menunggu di sana.

Alhasil, Andra kelelahan bukan main. Bukan masalah syutingnya, tapi masalah dikerjar-kejar wartawan. Mau keluar dari gedung RYTV saja ia berpikir berulang kali sekarang. Entah bagaimana caranya ia keluar dari tempat ini. Atau ... tak akan pernah keluar?

Kalau begini caranya, bagaimana bisa ia berbincang dengan Mahira dan mengajaknya melakukan konferensi pers?

Andra sudah siap memejamkan mata di sofa salah satu ruangan, di mana hanya ada dia saja di sana. Berharap tak ada seorang pun mengusiknya. Termasuk ponselnya yang sekarang kembali berdering. Andra kira, itu pasti dari orang-orang yang ingin mewawancarainya. Tapi ketika melihat nama kontak Mahira tertera di layar, kesadaran Andra berubah total. Cepat-cepat ia menjawab telepon tersebut.

“Hira!” Andra tak sabaran ingin memastikan. Takut jika orang iseng meneleponnya memakai ponsel Mahira. Andra sampai berpikir sejauh itu karena terlalu frustrasi dengan keadaan.

“Andra! Kamu di mana?” Mahira dari seberang telepon sana terdengar tergesa-gesa. “Aku di depan Gedung RYTV sekarang, tapi gak berani keluar taksi karena banyak orang. Kamu di mana?” Terdengar suara Mahira di seberang sana tampak ketakutan.

“Apa? Kamu di depan Gedung RYTV? Ngapain kamu di sini?” Andra bergegas keluar ruangan tanpa berpikir panjang. “Tunggu di dalam taksi sampai aku keluar!”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro