Bab 14 Menombak Ikan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Randu memijit pelipisnya saat Citra menyerahkan perlengkapan menyelam padanya. Bukan karena Randu tak pandai berenang apalagi menyelam, tapi ini karena ide gila yang baru saja Citra lontarkan.

"Kita tangkap sendiri ikannya di laut!"

"Caranya?"

"Menombaknya dengan ini!"

Citra mengacungkan sebuah benda yang di mata Randu mirip seperti sebuah senapan, tapi tak benar-benar sebuah senapan. Ujung satunya memiliki pegangan seperti pistol, diujung lainnya ada semacam besi berujung tajam yang sepertinya merupakan senjata utama untuk membidik ikan.

"Kalau ini apa?" tanya Randu sambil menunjuk bagian seperti pelatuk di tombak tersebut.

"Tombak semacam ini disebutnya speargun, Mas Randu. Punya tiga bagian utama." Citra menunjuk satu per satu bagian tombak sambil menjelaskannya secara terperinci. "Yang pertama shaft, tempat karetnya. Terus ada barrel, tempat buat melepaskan si tombak. Yang terakhir trigger, tempat buat narik pelatuk yang tadi Mas Randu tanya. Pelatuk yang nantinya kita lesatkan tepat ke arah sasaran atau ikan."

"Kamu bisa pake ini?"

"Bisa dong! " Citra tampak begitu percaya diri. "Aku sudah melakukan penyelaman siang dan malam selama seminggu ini di sini." Terang Citra lagi. Randu kembali mendengarkan penjelasan perempuan berambut sebahu itu. "Bukan untuk main-main tentunya. Tapi untuk mencari tahu keadaan di bawah laut Ampalove seperti apa. Dan Mas Randu tahu?" Wajah Citra begitu berbinar, sementara Randu menggeleng. "Masih banyak ikan berkeliaran bebas di sana. Kita bisa menangkapnya jika mau. Tak perlu memesan sampai ke luar pulau! Lagian perjalanan ke pulau seberang cukup memakan waktu juga. Jenis ikan-ikan yang ditulis di kertas tadi itu untuk party malam ini, kan?"

Citra tak salah. Usulannya memang bagus. Randu juga tak keberatan jika diajak menyelam, bahkan untuk malam hari sekali pun. Masalahnya ....

"Aku tak pernah menggunakan tombak semacan itu untuk menangkap ikan, Citra." Randu jujur. "Kalau memancing, aku masih bisa mengusahakannya. Tapi pakai ini?" Randu menunjuk speargun di tangan Citra dengan wajah cemberut. "Aku tak yakin bisa menangkap ikan dengan ini. Aku ke pulau seberang saja!"

Randu memilih menyerah lebih dulu ketimbang menerima usulan yang diyakini tak bisa dilakukannya. Tapi, Citra malah menghentikan langkahnya, memaksanya untuk mengikuti usulannya.

"Aku yang akan menombaknya. Kalau memang Mas Randu tak bisa melakukannya. Bagaimana?" Citra bersikeras.

Randu berpikir sejenak. Pada akhirnya ia memilih mengalah dengan catatan, "kalau dalam tiga puluh menit kamu tak berhasil menombak satu ikan pun, aku tetap akan pergi ke pulau Palapalove."

Citra menyetujui catatan itu. Kini keduanya sudah berada di atas kapal yang berhenti di tengah-tengah lautan. Tak terlalu jauh dari pulau memang. Randu sesekali masih dapat melihat lampu-lampu cottage-cottage yang mulai dinyalakan dari tempatnya berada sekarang.

Citra terjun ke dalam laut. Gerakannya begitu cepat. Dalam satu kedipan mata, Randu sudah tak melihat sosok perempuan itu berada di permukaan. Randu menunggu tak sabaran. Cemas juga tentunya. Matahari di ufuk barat sana sudah hampir sempurna tergelincir. Sedang dirinya terombang-ambing di tengah lautan menunggu seorang perempuan yang bertekad ingin menombak ikan.

"Mas-nya kok gak ikut nyelam? Gak bisa berenang?"

Randu spontan mendelik sinis pada si nakhoda yang baru saja melemparkan pertanyaan menohok. "Bisa kok, Pak."

"Kok tega biarin ceweknya menyelam sendirian?" Pak Supri cekikikan. Tentu saja menertawakan jawaban Randu yang tak dipercayai olehnya.

Sialan! Kenapa rasanya Randu seperti seorang lelaki pengecut saja sekarang?

Tapi, bukan salahnya juga kan membiarkan Citra menyelam sendiri? Dia yang bersikeras ingin menombak di kedalaman lautan, malam hari, dan sendirian. Hanya dia juga yang bisa menombak. Kalau Randu ikut terus cuma menyelam saja tanpa membantu Citra, bukankah itu hanya pekerjaan yang tak ada gunanya?

"Saya gak bisa nombak kayak perempuan purba yang lagi menyelam, Pak Supri."

Pak Supri malah tak bisa berhenti tertawa mendengar jawaban Randu. "Mas-nya sih. Kenapa mendadak juga pengen ikan-ikan yang segar. Mana udah malem lagi! Jam segini tuh waktunya para nelayan nangkep ikan, bukannya jualan."

Maunya sih Randu membalas. Membela diri kalau ini bukan keinginannya. Tapi, pesanan si Pandawa Squad juga tak mungkin ditolak. Ya, sudahlah! Randu diam saja daripada malah berdebat dengan Pak Supri yang semakin membuat dirinya menjadi lelaki pengecut saja. Karena yang terpenting sekarang adalah ia harus segera mendapatkan ikan-ikan segar untuk diolah.

Sudah tiga puluh menit berlalu. Randu mengamati aktivitas Citra yang kadang muncul di permukaan, lalu beberapa detik kemudian lesap lagi ke dalam laut. Begitu saja terus sampai Randu bosan menunggu. Tepat ketika Citra muncul lagi ke permukaan, Randu memanggil nama perempuan itu berulang kali. Melambai, berteriak, sampai perhatian Citra teralih padanya.

"Ayo pulang saja! Sudah tiga puluh menit!"

Randu tak perlu berteriak lagi untuk membuat Citra berenang mendekati kapal. Randu tampak putus asa. Tampaknya Citra tak berhasil mendapatkan apa yang dicarinya.

Sampai tiba-tiba Citra melemparkan beberapa ekor ikan yang berada dalam sebuah keranjang jaring ke atas geladak kapal. Ikan-ikan itu menggelepar, berhasil membuat Randu memelototi mereka dengan tatapan tak percaya.

"Kamu berhasil?" tanya Randu pada Citra yang baru naik ke atas kapal setelahnya. Tak percaya kalau ternyata Citra berhasil menangkap beberapa ikan segar. Langsung dari laut!

Citra mengangguk sambil membuka kacamata selamnya, mencopot sepatu kataknya, lalu duduk dengan napas terengah-engah. Rambut basah sebahunya ia sisiri dengan jari-jarinya. "Segitu cukup? Buat dibikin sushi enakan ikan segar yang langsung ditangkap, Mas. Kalau jam segini beli di pulau seberang, ikan-ikannya belum tentu segar. Eh? Belum tentu ada juga sih."

Randu berulang kali ber-wow ria. Ia sampai menyentuh satu per satu ikan yang terkunci di dalam keranjang jaring itu. Ada beberapa ikan yang memiliki luka di tubuhnya, tapi ada juga yang tidak. Tak hanya ikan saja rupanya yang ada dalam keranjang jaring itu. Di dalamnya juga terdapat beberapa ekor kerang berukuran cukup besar. Randu ber-wow ria lagi penuh rasa bahagia. Hasil tangkapan Citra lebih dari kata cukup!

"Dari mana kamu belajar menangkap ikan dengan senapan tombak seperti itu?" tanya Randu ingin tahu. Ia saja yang sudah mahir berenang sejak menginjak SD, tak pernah terpikir untuk belajar menombak.

Lagipula, itu kan cara menangkap ikan yang dilakukan manusia zaman dulu. Memang sih, tombak yang digunakan Citra tampilannya lebih modern. Bukan sejenis bambu atau potongan kayu kecil yang ujungnya dipasangi besi runcing.

Tapi tetap saja. Memang ada yang masih menggunakan tombak untuk menangkap ikan? Bukankah menombak ikan begitu merepotkan? Harus menyelam ke kedalaman air, mencari ikannya, mengejarnya, lalu menembakkan senapan hingga tepat sasaran. Bagaimana kalau meleset? Bukankah itu cara menangkap ikan yang paling merepotkan?

"Ayahku. Ayahku belajar dari ayahnya, ayahnya ayahku lalu belajar dari ayahnya ayahnya ayahku. Begitu seterusnya sampai nenek moyang kami yang memang sejak dulu sudah pandai menombak. Seiring perkembangan zaman sekali pun, tradisi menombak di keluarga kami tak pupus. Perempuan dan laki-laki diperbolehkan untuk mempelajarinya, termasuk aku."

Randu tak tahu apakah reaksinya kali ini berlebihan atau tidak, sampai-sampai ia tak bisa mengatupkan mulutnya yang sudah sempurna menganga. "Waaahhh ... Keluargamu rupanya menjaga kebiasaan menangkap ikan dengan sangat baik."

"Itu karena cara menombak lebih ramah lingkungan, Mas. Kami hanya perlu menombak ikan yang menjadi sasaran tanpa perlu menyakiti ikan lain yang tak kami perlukan. Ambil secukupnya, sisanya biarkan untuk nanti. Gak kayak kalau pake jaring yang sekali tangkap bisa aja terdapat ikan yang gak dibutuhkan atau bisa saja ada ikan yang dilarang diambil. Sayang kan jadinya?"

Randu bertepuk tangan heboh. Pak Supri dari kejauhan juga ikut bertepuk tangan.

"Luar biasa, Citra! Kamu hebat! Terima kasih. Hasil tangkapanmu ini akan menjadi santapan paling enak malam ini. Aku jamin!"

Citra tersenyum miring. "Aku akan menantikannya, Mas Randu."

Randu terlalu semringah dengan ikan-ikan segar juga beberapa kerang sebagai tambahan di depannya. Sampai-sampai ia tak menyadari tatapan penuh makna yang dilemparkan Citra padanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro