Bab 15 Pesta Pandawa Squad

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pesta Pandawa Squad nyaris saja berantakan kalau Randu tak datang tepat waktu. Tiga chef berkawan itu gesit mengolah bahan makanan yang baru tiba, sementara yang lain mulai menata makanan yang telah siap dihidangkan di area utama pesta di bawah pengawasan Mahira.

Pukul delapan malam acara sudah dimulai. DJ berpostur tambun itu, Mike, tak perlu diberikan perintah lagi sudah sejak tadi memainkan alat-alat musiknya. Pandawa Squad dan teman-teman wanitanya hanyut dalam suasana. Dari kejauhan Mahira memerhatikan jalannya pesta, memastikan kalau tak ada satu hal pun yang terlewat.

"Tampaknya semua berjalan dengan lancar." Andra berkaca pinggang di samping Mahira. Wajahnya tampak kepayahan. "Atau ada yang kurang?"

Mahira menopang dagu. Berpikir dengan hati-hati. Jika diperhatikan, Pandawa Squad dan teman-temannya tampak menikmati pesta yang sedang berlangsung. Makanan yang tersaji di meja juga tampaknya sudah mereka cicipi beberapa kali. Tak ada yang protes. Semua berseru riang, berteriak, bernyanyi, tampak tak ada masalah apa pun.

"Aku akan ajak staf lain untuk makan sekarang. Sebagian lagi bisa berjaga di sini kalau-kalau mereka membutuhkan sesuatu." Andra mencopot topi chefnya dengan napas lega. "Ayo, Hira! Kita makan di Restoran saja."

"Aku akan berjaga di sini. Kalau kalian sudah selesai, baru kita gantian."

"Kamu dari tadi belum makan apapun, Hira. Dari tadi siang!"

"Duluan saja. Nanti aku menyusul."

Karena Mahira bersikeras, Andra pun akhirnya mengalah. Ia mengajak beberapa staf lain untuk menyantap makanan terlebih dahulu dengannya. Selepas makan, Andra cepat-cepat kembali ke tempat acara. Disambut oleh pemandangan mencengangkan matanya.

Bagaimana tidak?

Mahira berada di tengah-tengah acara. Ia tengah dikerumuni Arjuna dan teman wanita anak-anak Pandawa Squad.

"Hey!" Andra tak sabaran untuk mencari tahu. Ia berjalan cepat menuju tempat Mahira berada dan mendapati perempuan itu tengah menangis terisak. Kerudung yang menutupi kepalanya terlepas dan kini berada di tangan Arjuna.

"Kau!"

Gerakan cepat Andra tak dapat dihalau siapa pun. Satu tinju mendarat di muka Arjuna hingga lelaki itu tersungkur ke tanah. Serangan lainnya secara beruntun menyerangnya. Andra tak memberikan Arjuna sedetik pun waktu untuk membela diri.

Sayang, Arjuna juga tak begitu saja membiarkan dirinya jadi bulan-bulanan. Ia berhasil mencuri kesempatan untuk membalas. Andra berada dalam kuasanya. Beberapa kali pukulan balasan berhasil Arjuna layangkan tepat di perut lelaki itu.

Dua lelaki tersebut saling menyerang. Tak ada yang mau mengalah apalagi sampai dikalahkan. Andra kalap. Tanpa perlu mendapat penjelasan dari siapa pun, ia sudah bisa menebak apa yang sudah terjadi pada Mahira tadi.

"Lo berani sentuh pacar gue!" teriak Andra yang diakhiri satu pukulan untuk Arjuna. Sayangnya, pukulan itu meleset. "Kurang ajar!

Arjuna terkekeh. Tampak senang menjadi bulan-bulanan kemarahan Andra. "Kenapa emang? Gak boleh gue sentuh cewek lo? Lo sendiri dulu berani sentuh cewek gue, Andra. Lo lupa?"

Rahang Andra mengeras mendengar perkataan itu. Bukan dia saja, Mahira yang tertunduk dalam isak seketika mendongak dengan wajah tercengang.

"Mahira tak ada hubungannya dengan urusan kita, Arjuna!"

"Tentu saja ada hubungannya. Karena dia cewek lo! Seperti yang pernah lo lakuin ke cewek gue. Gue juga pengen dong tahu rasanya nyentuh cewek lo."

"Sialan!"

Andra sudah tak bisa menahan diri untuk menutup mulut lawannya yang tengah tergelak keras. Ia langsung mencengkram kerah baju Arjuna hingga mendorongnya sampai tersungkur ke tanah. Andra dengan sigap mengunci tubuh Arjuna di bawah kuasanya. Satu dua pukulan tak lupa ia layangkan. Sampai-sampai Arjuna tak berkutik untuk melawan.

"Andra! Cukup, Andra!"

Berulang kali Mahira mencoba menghentikan aksi Andra, namun berulang kali juga ia gagal menghentikannya.

"Cukup, Andra! Cukup! Aku mohon! Cukup!"

Andra mengerang keras. "Aaarrrggghhh!!!"

Andra batal melayangkan serangan lagi. Bukan karena iba melihat wajah babak belur Arjuna, tapi karena cekalan erat Mahira di lengannya yang diiringi dengan isak tangis.

"Sudah, Andra ... aku mohon ...."

Andra menghiraukan Mahira. Ia berjalan tertatih dengan tangan terkepal meninggalkan Arjuna yang terkapar di tanah, menghampiri kerudung Mahira yang teronggok tak jauh dari sana.

Andra meremas erat kerudung Mahira yang baru saja ia pungut. Berjalan perlahan dengan mata memerah menghampiri Mahira yang tertunduk lesu dengan dua lutut menyentuh tanah. Andra membentangkan kerudung itu, lalu menyampirkannya ke kepala Mahira sampai wajah Mahira saja tertutupi dengan sempurna.

Ragu-ragu Andra menyentuh dua pundak Mahira. Bukan untuk melakukan hal yang kurang ajar tentunya. Ia spontan melakukannya semata-mata untuk membawa Mahira pergi dari tempat itu secepat mungkin. Untung saja Mahira tak berontak. Andra dapat merasakan genggaman tangannya di pundak Mahira begitu berat seolah bobot tubuh wanita itu tengah ia angkat sepenuhnya.

"Dia bukan cewek lo kan, Dra? Mending buat gue aja. Gak usah bersikap sok jadi cowoknya Mahira!"

Andra seketika itu juga menghentikan langkahnya. Nyaris batal membawa Mahira pergi dari tempat itu kalau saja Mahira tak meliriknya dengan gelengan kepala.

"Kita pergi saja." Mahira berbisik lirih.

Andra membuang napas berat. Kembali berjalan bersama dengan Mahira, semakin mengeratkan pegangan di pundak wanita itu.

"Bokap lo pernah ke Hotel bokap gue bareng anak abege minggu lalu, Dra!"

Perkataan Arjuna itu sukses membuat Andra kembali menghentikan langkahnya. Dadanya bergemuruh cepat. Rasanya panas sekali. Sampai-sampai Andra tak sadar sudah mencengkram bahu Mahira terlalu erat hingga membuat wanita itu mengerutkan wajah dibalik kerudungnya karena kesakitan.

"Jangan mau jadi pacar dia, Mahira! Anggota keluarga cowoknya kebanyakan playboy!" teriak Arjuna lagi terus membuat keadaan semakin panas.

"Cukup, Arjuna! Lo mau bikin pesta ini kacau?"

"Kita di sini buat seneng-seneng, Jun!"

"Ayo minum lagi!"

"Mike! Mana musiknya? Kenapa malah berhenti?"

Anak-anak Pandawa Squad bergantian menengahi. Bukan benar-benar melerai pertengkaran karena hal itu sudah dilakukan oleh Mahira tadi.

Ketika DJ Mike kembali memutar musiknya, ketika itu pula suasana kembali penuh dengan teriakan dan seruan bahagia. Seolah tak pernah terjadi apa pun beberapa detik yang lalu. Mahira dan Andra berjalan semakin cepat meninggalkan tempat itu.

***

Mahira dan Andra duduk di area belakang dapur dengan Mahira hati-hati mengobati wajah Andra yang babak belur. Sesekali Andra meringis, selebihnya ia pasrah setelah dipelototi Mahira. Nyaris tak ada percakapan yang terjadi di antara mereka selama hampir tiga puluh menit lamanya. Sampai Andra selesai diobati, keduanya masih saling diam.

"Yang diomongin Arjuna tadi itu fakta kok, Ra. Kamu bebas menilaiku sebagai cowok seperti apa."

Mahira ragu-ragu untuk menanggapi. Entah harus bicara apa. Jadinya, ia memilih diam saja.

"Aku bukan cowok baik. Cuma cowok brengsek yang nyatanya lahir dari keluarga brengsek juga," sambung Andra.

"Ini alasan kamu tak kunjung ngelamar Zahra?"

Andra garuk-garuk kepala. Salah tingkah. Malu juga iya. "Bukannya gak mau ngelamar dia sih. Tapi ... aku belum nemu yang namanya 'yakin' untuk menikah sama dia. Kalau alasannya karena aku takut jadi cowok brengsek buat dia nantinya, itu bisa jadi alasan gak sih?"

Mahira angkat bahu. Ia tak punya pengalaman soal ini. Terlebih dia juga sudah gagal menjalin hubungan serius dengan Galang yang kandas di tengah jalan. Alasannya jauh berbeda dengan Andra, tapi hasil akhirnya tetap sama.

Sama-sama gagal menikah dengan orang yang dicintai.

"Tahu kelakuan bokap kayak gitu, kakek sendiri juga gak jauh beda, sama diri sendiri pun sebenarnya hampir sama. Sama-sama kaum cowok tukang mainin cewek!" Andra terkekeh. Menertawakan dirinya sendiri. "Untuk menuju jenjang pernikahan, rasanya sulit, Hira. Sangat sulit! Aku memikirkannya kok. Aku juga punya rencana untuk menikahi Zahra, suatu hari nanti. Tapi, kakak kamu rupanya tak bisa sesabar itu. Dia kayaknya gak bisa nunggu sampai aku bener-bener 'yakin' dan 'siap' untuk nikah sama dia. Kenapa sih cewek suka pengen banget cepet-cepet nikah dengan alasan umur? Emang apa masalahnya kalau nikah di umur tiga puluh tahun ke atas misalnya? Ngerugiin?"

"Entahlah. Aku juga gak ngerti tuh sama cewek yang ngebet pengen nikah muda lah, nikah di umur segini lah, itu lah, ini lah. Punya target khusus soal menikah maksudnya. Karena aku pribadi gak mikirin hal itu. Menikah bukan prioritas utama dalam hidupku."

"Wow! Kamu dan Zahra punya pandangan yang berbeda rupanya."

"Emang kenapa?"

"Kalian kan saudara."

"Kalau saudaraan emang kenapa? Harus punya banyak kesamaan sampe pandangan terhadap sesuatu juga harus sama? Enggak, kan! Aku yah aku. Zahra yah Zahra. Kita punya dua kepala yang berbeda!"

Andra tak jadi larut dalam kesedihan karena baru saja mengakui kebrengsekan dalam dirinya yang diungkap oleh Arjuna. Percakapan dengan Mahira rupanya mampu membuat suasana hatinya yang tadi sempat terbakar beberapa kali perlahan mendingin.

"Kamu sekarang udah gak apa-apa, kan?" Andra mengkhawatirkan Mahira. Meski wanita itu tak menyinggung soal insiden hijabnya yang dilepas paksa, Andra tak bisa menutup mata terlalu lama. "Apa yang terjadi? Kenapa tadi bisa kejadian kayak gitu?"

"Arjuna tadi niatnya mau hukum aku. Gara-gara tadi siang telat dua detik itu loh, Dra."

"Iseng banget tuh anak! Gak ada kerjaan banget! Dasar cowok kekanak-kanakan!"

"Gak aku turutin. Terus dia minta temen-temen ceweknya buat buka kerudungku. Mereka... yah...," suara Mahira terbata-bata. Terdengar serak malah di telinga Andra. "Begitulah. Seperti yang kamu lihat tadi. Mereka berhasil lepas kerudungku."

"Sialan! Harusnya kupukul lagi dia sampe gak bisa jalan! Beraninya dia mengganggu wanitaku!"

Jantung Mahira berirama tak karuan sampai tak bisa marah pada kelakuan Andra seperti biasanya. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro