Bab 46 Terlupa Karena Kesibukan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana dalam kapal begitu canggung. Bagi Mahira dan Andra saja tentunya. Kalau buat emak-emak yang tadi nyaris bersitegang dengan mereka, justru malah biasa saja. Mereka heboh sendiri. Foto sana-sini dalam berbagai pose. Sesekali tertawa, menertawakan sesuatu yang tak Mahira dan Andra mengerti tentu saja.

"Oh ... Jadi kalian itu kerja di Pulau Ampalove?" tanya salah satu wanita.

Mahira dan Andra terpaksa mengangguk. Kalau saja Pak Supri bisa mereka ajak kerjasama, identitas keduanya tak perlu dibongkar di sini juga.

"Pacaran di tempat kerja rupanya."

"Asyik dong, yah. Bisa ketemu tiap hari gitu."

"Nyampe lumutan!"

Gelak tawa yang pecah tentu membuat Pak Supri senang. Ia jadi tak mengantuk mendengar celotehan pengunjung Pulau Ampalove kali ini. Tapi tidak dengan Andra dan Mahira yang mendadak jadi patung.

"Kalian udah ngapain aja nyampe sekarang? Karena kan kalian tuh kerja di tempat yang sama. Gak mungkin lah cuma ketemu, senyum, salam, sapa doang."

"Betul tuh! Minimal pegangan tangan sih pasti!"

"Sekarang aja sok jaim."

Mahira sudah siap mematahkan tuduhan itu kalau saja Andra tak mengelus punggungnya. Ketika Mahir menoleh untuk marah, Andra segera berbisik padanya.

"Diem aja. Mereka pelanggan kita. Kalau diladenin, bisa bahaya buat image kamu sebagai Manager. Kecuali kalau kamu mau dengan sukarela mengundurkan diri dari posisimu. Kamu ingat kan percakapanku dengan Pak Satya waktu itu?"

Mahira menyemai senyum ramah dibalik rasa jengkel yang merongrongnya. Tak peduli wanita-wanita itu memandangnya seperti apa, Mahira berusaha tak menganggapnya hal penting.

Sampai di Pulau Ampalove, keributan yang dibuat oleh para wanita itu terus berlanjut. Para pegawai sampai tak ada waktu untuk mempertanyakan keberadaan Andra dan Mahira yang kemarin pergi tanpa pamit. Kalau bukan Yogi, Randu, dan Citra yang menjadi saksi kepergian keduanya dengan motor, sudah dipastikan dua orang itu akan dilaporkan sebagai orang hilang oleh mereka.

Andra dan Mahira pun sama-sama tak punya banyak waktu untuk duduk santai melepas penat. Setelah mendapatkan omelan Pak Satya karena menganggap mereka lalai dalam bekerja karena menghilang tanpa kabar, keduanya kembali disibukkan oleh pekerjaan masing-masing. Sebagai hukuman, jatah libur mereka selanjutnya dipotong.

"Rupanya kamu dibutuhkan di sini?" Andra mencebik saat berjalan beriringan dengan Mahira setelah bertemu Pak Satya di ruang kerjanya. "Dasar tua bangka! Lagaknya saja seolah kamu bisa digantikan siapa pun. Nyatanya apa sekarang? Dia tak memecatmu, Mahira. Tapi hanya memotong jatah liburanmu. Benar-benar picik!"

"Itu artinya aku sudah menjadi orang penting di sini, Dra. Bukannya itu bagus?"

"Bagus apanya? Kamu banyak dirugikan di sini, bukannya diuntungkan. Cepat atau lambat, kamu harus segera mengundurkan diri kalau gajimu tak naik atau kamu tidak mendapatkan hadiah besar atas kerja kerasmu. Kamu sudah melakukan banyak hal sejauh ini, Hira."

"Mungkin nanti aku akan menerima kompensasi besar itu."

"Kamu harus memintanya langsung pada Pak Prawira!"

"Entahlah, Dra. Aku tak berani melakukan hal itu."

"Kenapa? Kamu sudah bekerja keras selama ini membangun Pulau Ampalove yang tadinya tak dikunjungi, sekarang malah sudah dipenuhi beragam fasilitas. Bahkan apa sekarang? Akan ada cottage terapung. Itu idemu, Hira! Hasil kerja kerasmu!"

"Bukan aku seorang diri sebenarnya, Dra. Tapi karena bantuanmu dan bantuan yang lain juga. Karena kalian yang selalu semangat dalam bekerja, aku juga jadi ikut-ikutan semangat. Setiap melihat staf di dapur harus bangun lebih pagi, petugas keamanan yang harus siap siaga nyaris dua puluh empat jam nonstop, sampai para pelayan yang begitu sabar melayani para pengunjung dengan beragam karakter uniknya, aku terdorong untuk melakukan hal yang sama juga. Membuat Pulau Ampalove semakin dikenal agar kita bisa tetap berada di tempat ini dan bekerja bersama-sama. Aku merasa kalian sudah seperti keluargaku sendiri."

Andra nyaris ingin merangkul Mahira kalau saja ia tak ingat jika perempuan itu sering sekali menolak sentuhan tangannya. Perkataan Mahira membuat Andra dapat melupakan omelan Pak Satya secepat kilat. Ia tak masalah jika jatah liburannya dua minggu ke depan dipotong. Toh itu artinya ia dan Mahira bisa menghabiskan waktu di pulau ini hanya berdua.

Membayangkannya saja sudah membuat Andra bahagia. Sepertinya akan ada banyak hal menyenangkan yang akan ia lakukan nanti dengan Mahira selama masa liburan itu di pulau nanti.

"Mahira!"

"Andra!"

Dari dua arah yang berbeda terdengar teriakan memanggil nama mereka masing-masing. Andra dan Mahira berhenti sejenak. Ada Rani dari satu sisi memanggil nama Mahira, sedang di sisi lain ada Randu tampak lari tunggal-langgang menghampiri keduanya.

"Banyak pelanggan di Restoran, Dra. Dapur kacau tanpa lo!" Randu melapor lebih dulu.

"Bu, salah satu pengunjung mengalami kecelakaan di salah satu cottage. Mereka tak sengaja memecahkan kaca jendelanya." Rani juga ikut melapor.

"Kacau bagaimana? Persediaan bahan makanan aman, kan?" Andra langsung menarik Randu pergi ke arah lain.

Begitu juga Mahira yang langsung berlari ke arah Rani datang. "Kamu sudah mengevakuasi pengunjung tersebut ke cottage lain?"

"Itu dia masalahnya, Bu. Penginapan kita penuh!"

Pulau Ampalove yang ramai oleh pengunjung bukan hanya membuat para pegawai sibuk. Mahira juga sampai harus turun tangan untuk mengatasi beberapa masalah. Salah satu yang harus Mahira hadapi adalah beragam jenis komplen dari komplotan para emak yang satu kapal dengannya tadi.

"Masa di sini gak ada sinyal sih? Saya harus menghubungi anak saya!"

"Katanya pulau pribadi dengan segala fasilitas mewah. Masa koneksi internet aja gak ada?"

"Kita bakalan kasih rating satu kalau komplen kita gak secepatnya ditanggapi!"

"Betul!"

"Mending balikin uang sewa kami!"

Andra juga tak kalah sibuk dari Mahira. Selain disuguhi pesanan yang sudah menumpuk, ia juga harus menghadapi masalah serius ketika ada pelanggannya yang tiba-tiba alerginya kumat saat di Restoran.

Restoran kacau balau! Para pegawai Pulau Ampalove hilir mudik ke sana ke mari menyelesaikan masalah yang hampir tiap jamnya terjadi.

Tengah malamnya, Mahira sengaja mengumpulkan seluruh pegawai di depan Rumah Ampa. Tentu setelah mereka memastikan pekerjaan mereka telah selesai dan para pengunjung sudah terlelap di tidur mereka.

"Sebelumnya, saya ingin meminta maaf atas ketidakhadiran saya kemarin malam. Dan saya juga ingin berterima kasih atas kerja keras kalian hari ini dalam melayani para pengunjung yang membludak." Mahira membuka pertemuan.

"Gila woy! Baru kali ini kita kebanjiran masalah gara-gara pelanggan." Yogi langsung nimbrung. Lebih tepatnya meluapkan unek-uneknya sendiri.

"Bener banget! Bukan masalah pengunjungnya yang membludak, karena itu sebenarnya hal yang menyenangkan. Tapi yang jadi masalah itu, pengunjungnya justru yang entah kenapa hari ini kayaknya mereka kompakan bikin masalah." Pegawai lain ikut bersuara.

"Mulai dari mecahin jendela, tenggelam, keracunan, sampe minta digendong pas turun dari Bukit Ampalove."

Gelak tawa pecah meski memang itu bukan hal yang patut untuk ditertawakan. Masalah yang sudah terjadi, nyaris membuat mereka putus asa untuk tetap bekerja hari ini.

"Pasukan emak-emak itu tuh yang paling rempong! Ngomel aja terus kerjaannya. Bilang cottagenya kecil lah, kumuh lah, air nya kotor lah, makanannya gak enak lah."

"Sampe mereka ngomel karena di sini gak ada sinyal internet. Emang mereka gak lihat di deskripsi profil pulau kita apa kalau di sini emang gak ada sinyal!"

"Tapi komplen mereka itu adalah masukan untuk pulau ini agar bisa menjadi lebih baik." Mahira menyela dengan tenang. "Semoga secepatnya pulau ini bisa menyediakan fasilitas komunikasi. Minimal bisa telepon."

"Betul tuh, Bu! Kalau bisa sih sama internet juga."

"Hush! Jangan lah! Enakan hidup tanpa internet. Otak kita lebih sehat tanpa berita-berita gak bermutu di luaran sana. Gak usah, Bu! Gak usah pasang internet! Fasilitas komunikasi semacam telepon saja lah. Minimal bisa nelepon mantan gitu."

Gelak tawa kembali pecah. Tapi tidak dengan Mahira karena mendadak ia teringat sesuatu. Sesuatu yang nyaris ia lupakan.

Saat tiba di kamarnya, Mahira membuka ponselnya. Ia memeriksa daftar panggilan masuk. Saat melihat nama kontak Galang tertera di sana, Mahira seperti disadarkan bahwa telepon Galang tadi pagi bukanlah mimpi.

Itu benar-benar sebuah kenyataan.

Dan mulutnya secara spontan memanggil nama mantan kekasihnya itu dengan sebutan 'Kak'. Benar-benar menyebalkan!

Mahira berharap saat ini ia kembali disibukkan lagi saja oleh pekerjaan seperti seharian tadi.

Pelanggan? Adakah kalian membutuhkan bantuan malam ini? Karena sepertinya Mahira tak bisa tidur nyenyak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro