14. UNFORGETABLE RAIN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ruangan mendadak sunyi dan kaku. 

"Terima kasih. Kamu bisa keluar." Derren merapikan mejanya yang berantakan. Sedangkan gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya. 

Wajah Derren yang semula semringah dan ramah berganti dingin. Hatinya bergejolak, ingin langsung mengusirnya tapi pasti mengundang kecurigaan karyawan yang meja kerjanya terletak di depan pintu ruangannya. 

"Duduk." Perintah Derren langsung dilakukan gadis itu.

Berulangkali dia ingin mengatakan sesuatu tetapi urung. Melihat Derren yang langsung berubah masam saat mengetahui kehadirannya sudah cukup membuatnya tahu diri. 

"Oke, ada apa?" Derren tidak mau berlama-lama dengan perempuan yang sok baik dan licik. 

"Mas, saya ke sini atas permintaan Bapak." 

"Setahuku Bapak kamu tidak pernah mau anak perempuannya mendatangi laki-laki," potong Derren begitu kata Bapak disebut. 

"Tentu saja bapaknya Mas Derren yang memintaku. Bapakku nggak tahu kalau aku ke sini." 

Keduanya saling tatap dengan cara berbeda. Derren tersenyum miring mendengar fakta itu. Sedangkan Sarah justru bangga melakukannya. Sarah adalah perempuan yang dipilih oleh orang tua Derren. Tetapi sudah lama Derren mengatakan kalau tidak mau dijodohkan. Mereka keterlaluan sejak awal. Bahkan Derren pergi dari rumah juga karena hal ini, selalu dipaksa untuk menuruti keinginan mereka. 

"Aku disuruh menemui Mas supaya mau pulang sebentar. Ada hal penting yang ingin disampaikan beliau." 

"Hanya itu? Seharusnya yang jadi anak Bapak itu kamu. Mau saja disuruh sana sini." 

Sarah tertunduk. Dia begitu mencintai pria ini, tapi perasaan itu terancam tak berbalas, meskipun restu orang tua sudah dikantongi. 

"Begini saja, kamu mendingan pulang. Soal permintaan Bapak, itu urusanku." Derren langsung beranjak dari kursinya, lalu menghubungi sekretaris untuk datang ke ruangannya. Kehadiran Sarah memang tidak diharapkan. Tetapi dia tetaplah tamu yang harus dihargai. 

"Kamu mau minum apa, biar aku suruh OB buatkan. Aku ada Meeting jadi harus pergi sekarang." 

"Mas Derren, apa aku tidak baik untukmu?" 

Langkah Derren terhenti. Sarah tidak bersalah, tindakannya yang ikut memaksa membuat Derren malas berinteraksi dengannya. 

"Sarah, di luar sana banyak laki-laki yang lebuh baik dari aku. Jangan berharap aa pun dariku." 

"Tapi aku maunya kamu, Mas. Bukan laki-laki lain." 

Tangan Derren mengepal. Tidak ingin suasana hatinya makin buruk, Derren memilih diam dan berlalu begitu saja. Tanpa menoleh atau berpamitan dengan Sarah. 

Sepeninggal Derren, sekretarisnya masuk dan bertanya Sarah ingin minum apa. Sarah menolak dengan sopan lalu pergi tanpa meninggalkan pesan. 

Ponsel Derren berbunyi begitu sampai di lobby kantor. Wajah murungnya berubah semringah begitu tahu Zee meneleponnya. 

"Iya, Zee?" 

"Kak Derren, mau makan siang denganku?" 

"Apa? Jadi kamu ngajak saya kencan?" Nada suara Derren terdengar menggoda Zee. 

"Enggak gitu, kebetulan aja aku pulang lebih awal karena gurunya rapat. Tapi kalo nggak mau ya, udah." 

"Tunggu! Zee, jangan ke mana-mana sampai saya jemput. Denger saya, kan?" 

"Oke." Zee tak bisa menyembunyikan senyumnya. Derren juga menyukainya. Itu yang dia rasakan, tidak mungkin salah. 

Sarah yang sampai di lobby sempat melihat Derren dari jauh. Entah bicara dengan siapa pria itu, hingga semyumnya merekah begitu saja. Apa mungkin sudah ada perempuan lain yang sudah memikat hati Derren? Kalau benar bagaimana dengan nasibnya? Orang tua dan keluarga besarnya akan malu, karena berita perjodohan itu sudah menyebar di kota kelahirannya. 

Taksi online pesanan Sarah datang dan melaju menuju stasiun. Derren sudah tidak peduli dengan perjodohan dengan Sarah. Orang tuanya bercerai tanpa meminta pendapatnya. Mereka dengan sesuka hati berpisah dan hidup dengan orang lain. Hancurnya hati dan merasa tidak dianggap saat itu, membuatnya pergi dan enggan pulang. 

Perceraian seolah belum cukup jadi sumber kebencian Derren. Perjodohan juga terjadi tanpa meminta pendapatnya. Waktu itu hatinya sedikit ada toleransi untuk pulang menemui Bapak. Tetapi justru dimanfaatkan Bapak untuk membuat pertunangan dadakan dengan Sarah. Sarah sendiri tidak keberatan karena dia sudah menyukai Derren saat pertama kali melihat foto yang diberikan Bapak. 

Karena itu saat Zee mengalami hal yang sama, Derren tahu persis bagaimana rasanya. Simpati yang sudah lebih dulu muncul perlahan berubah menjadi cinta dan ingin melindungi. Semua muncul dan tumbuh begitu saja. Tidak ada yang direncanakan, semua secara naluriah juga karena terbiasa bersama. 

Dari kejauhan Zee tampak ceria bersama Meta. Seperti ada firasat, begitu mobil Derren mendekat Zee menoleh. Meta terlihat seperti menggoda Zee karena wajah gadis itu langsung merona. Derren tersenyum, menggemaskan sekali wajah imut Zee yang malu-malu seperti itu. 

Derren keluar dari mobil dan membantu Zee menyeberang. Meta berpamitan pulang lebih dulu. 

"Sudah lama nunggunya?" Derren memasangkan sabuk pengaman dan memastikan Zee nyaman. 

"Makasih, Kak." 

"Makasih? Untuk apa?" 

"Semuanya."

Derren tersenyum. Sungguh, dia bingung mau berkomentar apa. Kali ini Zee mau Derren yang pilih tempat. Selama ini pilihannya selalu disesuaikan seleranya. Dia mau Derren yang pilih. 

"Kenapa kamu ingin makan sesuai selera saya?" 

"Pengen, aja!" 

"Yakin? Cuma itu?" Derren ingin Zee jujur dengan apa yang dia rasakan. 

Kalau memang benar hubungan mereka nanti berubah serius, Derren tidak ingin Zee berubah. Zee yang blak-blakan, selalu cerita semua, dan jadi dirinya sendiri. 

Zee terdiam. Dia mengalihkan pandangannya ke jendela. Langit mendadak mendung dan gerimis. Angin sedikit kencang dan mengubah udara sejuk dari pendingin mobil jadi dingin. Cuaca begitu cepat berubah-ubah. 

Mobil berhenti sejenak karena hujan deras sekali. 

"Kenapa berhenti, Kak? Mobilnya nggak kenapa-napa, kan?" 

"Mobilnya aman. Kamu yang nggak aman." 

"Hah? Maksudnya?" Zee sontak menoleh. Dilihatnya Derren melepas sabuk pengaman dan hendak melepas jas yang dipakainya. 

"Kak Derren mau ngapain?" 

Derren tidak menjawab dan melepas jasnya. Tanpa aba-aba dia mendekati Zee dan menarik bahunya supaya duduk lebih tegak. 

"Kamu kedinginan, jadi pakai ini. Ingat, jangan dilepas!" Derren memastikan jasnya menyelimuti Zee dengan baik. 

Dengan jarak sedekat itu, hujan turun, suasana romantis pun tercipta. Rasa cinta yang ada di antara mereka makin berkembang dan tumbuh dengan subur. Tangan Derren begitu saja meraih jemari Zee dan menggenggamnya. Karena terbawa suasana Zee tak sedikitpun menolak.

Bedsambung

Tarik napas buang perlahan. Penasaran?

See you on the next part, ya. Thank you for reading.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro