13. CONFESS

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tuhan, kenapa harus gadis semuda ini yang merebut hatinya? Berwaktu-waktu Derren berusaha memupus rasanya tapi makin lama malah makin subur dan mendamba. 

"Kak, ehmmm …." Mendadak Zee lupa yang mau dia katakan. Kakinya bertahan tidak mau turun. 

"Ya?" Derren melirik sekilas lalu melepas sabuk pengamannya. 

"Aku bisa turun sendiri, Kak. Makasih." Zee melepas sabuk pengaman miliknya. 

"Tapi kenapa? Saya cuma mau bukain pintu buat kamu seperti biasa." Derren curiga dengan perubahan Zee. Awalnya seperti dia membuka hati, tapi sekarang dengan penolakan itu, apa dia salah duga. 

"Aku cuma nggak enak. Kak Derren sudah sering manjain aku, sekarang waktunya mandiri. Kak Derren langsung ke  kantor, aja." 

"Kamu nggak suka dengan perhatian saya?" 

Zee urung membuka pintu. Dilihatnya jam di dashboard mobil masih jam setengah 7. Dia harus bicara supaya hatinya lebih tenang dan fokus belajar. 

"Kak, aku mau jadi perempuan yang mandiri. Yang Kak Derren suka." Kalimat terakhir lolos tanpa bisa dikendalikan. Lirih tapi sangat jelas di telinga Derren. 

"Ha? Maksud kamu?" Derren mendadak jadi lemot otaknya. Kalimat Zee masih abu-abu baginya. 

"Zee masuk dulu, Kak." Secepat kilat Zee meraih tangan Derren dan menciumnya. Tangannya bergegas membuka pintu dan setengah berlari memasuki gerbang sekolah. 

Setelah jauh dari Derren, Zee menuju perpustakaan. Itu tempat paling aman untuknya sekarang. Bersembunyi di antara rak buku dan menumpahkan semua perasaannya. 

"Gila gila gila. Apa yang sudah kulakukan? Apa yang dipikirin Kak Derren? Murahankah dia? Dia akan menjauhinya?" 

Batin Zee dipenuhi banyak kemungkinan buruk. Lagian apa salahnya kalau dia suka, Kak Derren belum menikah atau punya pacar. Itu yang pernah dia katakan. Waktunya bahkan sering dihabiskan bersamanya. 

Tak lama ponselnya bergetar. Pesan dari Derren masuk. Zee ragu mau membuka isinya. Dia tidak siap, tapi hati penasaran dengan isinya. 

To Zee:
Saya suka kamu apa adanya, Zee. Jangan mengubah apa pun. Tetap jadi dirimu yang sekarang dan terus ada di samping saya. Selamat belajar. Nanti siang saya akan hubungi kamu lagi. 

Senyum Zee melebar. Ini … artinya perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Untuk saat ini sudah cukup. Zee tidak mengijinkan bahagianya terusik dengan rasa takut yang tak jelas. Biarlah hari ini dia nikmati bahagianya sendiri. Belum waktunya berbagi dengan Meta. Akan ada momennya nanti, setelah sudah benar-benar pasti dan keduanya saling terbuka. 

Lalu bagaimana kabar Jovan? Dia sudah banyak berubah. Ternyata orang tuanya mengetahui semua yang terjadi, dan memberikan hukuman yang membuatnya jera. Meskipun malu karena keduanya orang penting di pemerintahan kota, tidak ada kata ampun karena jelas Jovan bersalah. 

Perpustakaan menjadi tempat belajar Jovan yang cukup nyaman. Sebenarnya dia melihat Zee masuk dan terdiam di antara rak buku. Mantannya itu tidak menyadari kalau dirinya ada di sana. Ada penyesalan yang muncul dan ingin minta maaf saat itu juga. Tetapi melihat Zee yang begitu bahagia, Jovan mundur teratur. Khawatir akan mengusik kebahagiaannya, Jovan akan meminta maaf lain waktu. 

***

Derren lega dan bahagia, ternyata kesabarannya menunggu berbuah manis. Awalnya dia tidak yakin karena selama ini Zee hanya melihatnya sebagai tetangga dan teman yang baik saja. Tadi pagi berbeda, Zee meliriknya beberapa kali secara diam-diam. Dia pria dewasa, meskipun tidak banyak pengalaman tentang menjalin hubungan, tapi tahu tanda-tanda kalau seseorang sedang ada maksud lain padanya. 

"Der, gue mau kasih laporan progress proyek sama Pak Brian." Aryo menyerahkan beberapa lembar file yang harus Derren tanda tangani. 

"Oke, gue cek dulu. Dana sudah capai kesepakatan sama pihak sana?" 

Derren sangat puas dengan cara kerja Aryo. Profesional dan tidak banyak mempermasalahkan persoalan di luar profesi. Dia yakin Aryo pasti tahu soal Brian selingkuh, Zee dan dirinya. Tapi satu hal yang Aryo belum tahu. Tentang cinta di antara dia dan Zee. Semua masih awal dan belum perlu dia tahu. 

"Semua sudah oke, Yo. Pastikan tidak ada kendala yang menghalangi, termasuk persoalan pribadi. Lo pasti sudah tahu, kan." 

Aryo hanya mengangguk. Tidak ada masalah kalau hanya soal profesional. Dia tipe orang yang bodo amat dengan urusan orang lain. Kecuali Derren. Urusan bos sekaligus sahabatnya itu akan jadi urusannya kalau melewati batas. 

"Lo tahu gue, Der. Tenang, aja, semua terkendali. Kalau sampai Pak Brian mulai bikin ulah, gue nggak segan-segan, kok! Yaah, meski resikonya kita yang rugi, it's ok! Nggak bakal banyak yang kita tanggung." 

Aryo benar. Kalau Brian macam-macam, dia lah orang yang paling rugi. 

"Gue, ijin makan siang di luar, ya. Lo mau ikut?" Aryo merapikan file dan akan dia bawa ke Brian setelah jam makan siang. 

"Alaah, pake ijin segala. Biasanya juga langsung cabut lo. Kali ini sama siapa lagi makan siangnya?" 

Aryo tidak menjawab. Bakalan panjang cerita kalau dia jawab. Selama ini dia sering ganti pacar karena berbagai alasan. Tetapi yang sering kejadian, para gadia itu cemburuan dan tidak bisa menerima Aryo yang terlalu ramah pada semua perempuan. Jadi kebanyakan dari mereka baper dan terjadilah keributan. 

Derren tidak ingin mencampuri privasi Aryo. Sampai kapan pun dia tidak akan melarang atau memberi nasehat soal perempuan ke Aryo. Suatu saat dia akan berhenti berpetualang kalau sudah nemu yang klik dengannya. 

Matahari sedang terik-teriknya, membuat Derren malas ke luar untuk sekadar makan siang. Entah ke mana Aryo tadi. Diambilnya ponsel untuk membeli makan online saja. Sebelum menemukan menu yang pas, pintu diketuk seseorang. 

"Permisi, Pak Derren, ada tamu." Salah seorang OB membuka pintu dan mempersilakan seseorang masuk. 

Derren terhenyak melihat kejutan yang tak dia duga. 

Bersambung

Wah, sudah mulai pada jujur pada hatinya, nih. Akward pastinya, ya. Gpp lah, jalani dulu aja.

Thank you for reading. See you on the next part.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro