23. AKHIR UNTUK AWAL YANG BARU (END)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tetep di sini, Zee. Please!"

"Zee nggak pergi, Kak. Tidur, gih!"

Zee tersenyum. Kenapa semua kini berbalik? Derren yang biasanya sangat dewasa dan mampu mengatasi apa pun, kini terlihat rapuh. Tangan Zee terulur tanpa bisa dicegah. Semua tindakannya hanya menuruti hati, logika mungkin berperan tapi tidak banyak.

Derren mulai memejamkan mata saat tangan Zee mengusap lembut keningnya. Jemari Zee bergerak sesuka hati, tanpa diperintah. Baru kali ini dia bisa menatap pria yang dicintai, dalam jarak sedekat ini. Tampannya benar-benar nyata, alis yang rapi, hidung mancung, dan bibir yang .... Stop, Zee!!

Mendadak Zee terdiam. Jari yang sempat mengusap bibir itu mundur. Entah kenapa Zee gugup, padahal Derren tertidur. Zee bergeser hendak mengambil laptop, tetapi sebuah tangan menahan dan merengkuhnya.

"Tanggung banget sih, Zee! Kantuk saya ilang karena jari kamu yang bergerilya."

Zee tersenyum. Istilah 'bergerilya' membuat gadis itu merona. Otak, please, deh! Jangan mikir ke mana-mana.

"Maaf. Zee nggak akan ganggu tidur Kak Derren lagi. Zee mau baca." Satu-satunya cara menghilangkan situasi canggung, bagi Zee adalah pengalihan fokus pembicaraan.

Derren masih tetap pada posisinya, tidak melepaskan rengkuhan sedikitpun. Kalau sudah begini, mana tega Zee bergerak. Baiklah, dia akan menunggu sebentar sampai Derren lelap. Setelah itu baru dia lanjut membaca lagi.

Lilis yang tak sengaja mendengar karena mau konfirmasi soal makan siang, ikut terharu melihat Zee sebahagia ini. Wajar Lilis merasa ikut lega, dia yang menemani Zee di saat terburuknya. Sejak sering ditinggal orang tua bekerja. Lalu mereka cerai dan ditambah perginya Derren.

Derren yang jadi tumpuan akhir Zee, menghilang. Lilis sungguh tidak ingin momen seperti itu terulang. Sudah cukup keluarga ini dirundung masalah dan kesedihan.

Satu jam berlalu, Zee sudah sampai di halaman terakhir novel yang dibacanya. Dilihatnya Derren masih tidur dengan nyaman. Zee mendekat, melihat Derren yang berkeringat, Zee menurunkan lagi suhu ruangannya. Diusapnya bulir keringat area wajah dengan tisu.

"Nyenyak banget sih, Kak. Zee nggak tahu harus bilang apa. Sampai detik ini masih kayak mimpi Kakak ada di sini." Jemari Zee menyusuri rambut, alis, dan pipi wajah Derren.

"Kupikir nggak bakal ketemu Kak Derren lagi. Kupikir aku bakal dilupain dan Kakak nikah sama Mbak Sarah itu." Zee menggumam pelan. Pikirannya kembali ke masa sulit yang tak akan pernah bisa lupa.

"Saya nggak pernah berniat ingkar janji, Zee. Maaf, pernah nyakitin hati kamu karena ulah Sarah. Sungguh, itu di luar kendali saya." Suara Derren agak serak, rupanya dia sudah terbangun beberapa saat sebelum membuka mata. Dia juga memberi kesempatan pada Zee untuk mengungkapkan isi hati.

"Kak Derren udah bangun? Sejak kapan?" Zee menarik tangannya dari wajah Derren. Mukanya merona karena malu ketahuan mengagumi kekasih sendiri.

Derren bangkit dan bersandar di kepala ranjang.

"Ke sini!" Derren memberi ruang pada Zee di sebelahnya. Lengannya di rentangkan supaya Zee leluasa bersandar padanya. Zee tidak menolak, Derren mengusap lembut puncak kepala Zee dan sesekali mengecup puncak kepalanya.

"Saya udah di sini, Zee. Semua akan baik-baik saja. Kamu, saya, dan Tante Zarra. Fokus saja belajar dan kejar mimpi kamu. Tapi setelah semua tercapai, saya mohon kembali di sini, di sisi saya."

Kalau begini apa Zee sanggup pergi? Tapi ini salah satu mimpinya, dan sebagai pembuktian kalau dia mampu. Biaya yang keluar nanti juga tidak banyak. Zarra masih sanggup menutupi itu.

***

Bandara lumayan ramai, Zee dan rombongan pelajar yang dapat beasiswa sudah berkumpul. Berulangkali Zarra menahan tangis tapi tak sanggup pula membendung rasa haru bahagia sekaligus sedih.

Derren menahan diri untuk tidak memeluk Zee di depan umum. Berlagak kuat dan cool seperti ini sungguh melelahkan. Akhirnya dia mendekati Zee untuk berbicara sebentar.

"Zee, bisa bicara sebentar?" bisik Derren.

Zee menoleh dan menaikkan kedua alisnya. "Kenapa?" tanya Zee tanpa bersuara.

Derren tidak menjawab. Dia hanya menatap Zee dengan tampang memelas.

"Ayo, mau ke mana kita?" Zee mundur sejenak demi menuruti Derren.

"Tolong, biarkan begini dulu sebentar." Derren langsung memeluk gadisnya, menghidu aroma parfum dan menyimpannya dalam hati.

"Jangan begini, Kak! Apa Zee batalin, aja? Tapi Mama bilang nggak akan ada kesempatan lagi setelah ini."

"Saya cuma mau peluk kamu, Zee. Jangan mikir macam-macam, saya juga nggak mau kamu batal berangkat." Derren melepas pelukannya.

Derren menatap kekasihnya, gadis kecil manja ini sudah banyak berubah.

"Kak Derren apa akan datang menemuiku?"

"Kenapa tidak? Saya akan datang dan memastikan kamu nggak melirik para bule di sana."

"Apaan coba? Zee nggak selera sama orang luar."

"Oya? Seleranya yang kayak gimana, tuh?" goda Derren sambil sedikit menunduk sehingga wajah mereka sejajar dan berhadapan begitu dekat.

Pipi Zee memerah seketika. Baru kali ini dia tahu Derren bisa sebucin ini. Zee malu karena mereka di tempat umum. Bahkan teman dan kerabat mereka memergoki lalu menyoraki tanpa ampun.

Derren tidak terpengaruh sama sekali. Kalaupun ada yang melihat, dia hanya memeluk Zee, tidak lebih.

"Zee, saya mau kita berjanji satu sama lain. Tujuan kita sekarang sama, dan saya berharap tujuan itu masih sama setelah kamu lulus dan balik ke sini."

Derren mengajukan jari kelingkingnya. Zee langsung mengaitkan jari kelingking miliknya ke jari milik Derren.

"Janji, Kak. Semoga Tuhan mendengar dan ijinkan itu terjadi."

Keduanya mengaminkan harapan itu dengan tulus. Janji yang terpatri hari ini, menanti ditepati beberapa tahun ke depan.

Derren melepas Zee yang akan menapaki level awal menuju cita-citanya. Sedangkan Zee meninggalkan tanah air dan orang-orang yang dia cintai. Dengan tekad bulat, dia akan selesaikan semuanya dengan usaha dan kerja keras.

Perpisahan sementara dan harus LDR akan mencoba apakah cinta Derren dan Zee sekuat yang mereka yakini. Yang pasti di depan sana ada kehidupan yang harus dilewati. Meskipun jauh, jarak tak akan mengubah apa pun.

"I love you, Zee."

"I love you, Kak Derren."

TAMAT

Alhamdulillah, aku buat open ending, ya. Untuk extra part, aku pikirin dulu.

Untuk sekarang, cukup di scene ini dulu.

Thank you for reading, Guys. Thank you juga sudah nemenin sampe cerita ini ending.

Kita jumpa di story yang lain.

Stay safe and healthy, ya.





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro