13. Kecoh Mengecoh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Masih Sabtu kan ini? 👀
Bantu liatin typo dan yg aneh2 lainnya yaa... buru2 ngerjainnya 🤪

"Aku sama sekali nggak bermaksud melibatkan kamu, tapi terlanjur. Aku minta maaf. Sekarang aku benar-benar nggak tahu gimana cara memperbaiki keadaan ini. Masalahnya, aku takut Jorey akan melakukan hal-hal di luar nalar. Kamu tahu sendiri mantan suamiku itu kayak apa."

Aku akhirnya memperpanjang durasi pertemuan dengan Caleb, karena merasa tak enak hati telah membawa-bawa namanya ke dalam masalah rumah tanggaku yang sudah berantakan. Dia yang tadinya seharusnya turun di perempatan jalan malah kugiring menuju restoran cepat saji. Tempat di mana Nabila bisa asik bermain di playland yang tersedia tanpa terusik dengan pembicaraan kaum dewasa seperti ini.

Masalah terbesarnya adalah, aku takut Caleb akan menjadi imbas emosi Jorey dan terancam keselamatannya. Apalagi setelah insiden Jorey melempar ponselnya tadi. Bisa-bisa sebentar lagi Caleb yang dilempar. Maka aku memohon maaf dan berjanji akan berhenti membawa namanya dalam berurusan dengan mantan suamiku.

Tapi anehnya, Caleb tampak seperti sedang mendengarkan lelucon. Dia tertawa sepanjang aku bercerita.

"Well, setelah dia ngasi peringatan ke tempat kursus waktu itu, aku langsung tanya-tanya tentang Papanya Nabila ke Domu sih, Kak. Penasaran, soalnya," aku Caleb.

"Biasanya, setelah tahu karakter Jorey kayak apa, orang-orang bakal memilih untuk nggak berurusan sama dia, sih!" sambutku.

"Sori, aku nggak sependapat, Kak. Dan kayaknya ada banyak orang di luaran sana yang juga nggak sependapat sama Kakak. Buktinya, banyak yang mengantri untuk menjadi klien seorang Jorey Kalme Brahmana, kan? Aku dengar-dengar dia banyak memenangkan kasus-kasus besar."

Aku mengembus napas besar, memberi ruang di dada untuk meredakan sesak. Membicarakan kehebatan Jorey di meja hijau selalu menimbulkan perasaan ambigu. Aku selalu bangga akan kehebatannya, tapi di saat yang sama aku juga merasa kesal karena pekerjaannya justru membuat hubungan kami kian merenggang. Begitu renggang hingga dia memilih untuk mengurusi kasus-kasus yang ditanganinya daripada meluruskan rumor perselingkuhannya dengan Friska. Puncaknya, dia malah menceraikan aku.

"Maaf, Kak, boleh aku tahu alasan perceraian Kakak?"

Biasanya, aku selalu menjawab diplomatis untuk setiap pertanyaan bernada serupa. Perbedaan prinsip, ketidakcocokan, dan entahlah yang lainnya. Jawaban yang membuat orang lain berhenti mengorek lebih dalam, agar aku tidak perlu mengais luka lama yang belum kering. Tapi kali ini lidahku kelu.

Fakta bahwa aku ditinggal cerai saja sudah cukup untuk menyakitiku, aku biasanya tidak ingin lebih menyiksa diri dengan menggali lebih dalam penyebab perceraian ini. Karena aku selalu percaya bahwa Jorey mengkhianati cintaku demi kembali pada cinta masa lalunya.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi ... khususnya setelah apa yang terjadi di apartemen Jorey semalam, apa benar Jorey berkhianat? Kalau iya, kenapa foto-foto pernikahan kami masih dipajang rapi memenuhi dinding apartemennya? Kenapa pula dia begitu terang-terangan menunjukkan kecemburuannya di depan Friska?

"Maaf kalau pertanyaanku terlalu personal. Kalau nggak nyaman, Kakak perlu jawab pertanyaanku sebelumnya," sungkan Caleb. "Tapi, Kak ... berhubung Kakak udah terlanjur melibatkan aku, apa boleh kutanyakan apa yang Kakak inginkan sekarang?"

Aku memberi senyap mengambil alih beberapa saat sampai kemudian menggeleng pelan. "I don't know," jawabku pelan.

"Apa Kakak merasa masih perlu menggunakan aku untuk menghadapi mantan suami Kakak itu, nanti?"

Sekali lagi senyap mengambil alih, sampai kemudian tanpa kusadari kepalaku mengangguk pelan.

Cara berpikir manusia sungguh sebuah misteri. Kita tidak pernah tahu dari mana asal dan ke mana muara sebuah gagasan yang dihasilkannya. Sama seperti saat Caleb menawarkan kerja sama padaku. Kerja sama yang sudah pasti sangat membahayakan, tapi terasa sangat masuk akal.

"It's okay, Kak. Keep using me. Mari kita kecoh semua orang. Sampai Kakak sendiri terkecoh."

**

Jorey sedang berdiri berkacak pinggang di depan pintu utama yang sudah terbuka lebar, sementara aku dengan sengaja memperlambat setiap gerakan untuk turun dari mobil. Setelah tiga tahun perceraian, akhirnya dia kembali berperan seolah berkuasa atas rumah ini.

Meski masih sering bolak-balik ke tempat ini dengan alasan Demi Nabila, Jorey selalu bersikap sopan. Selayaknya tamu. Selayaknya sosok yang mengikrarkan diri menjadi asing. Bukan bagian dari rumah ini lagi. Dia selalu meminta izin masuk ke dalam rumah dengan mengetuk pintu atau menekan bel. Tidak pernah semena-mena seperti hari ini. Apalagi dengan gaya seorang ayah yang sedang murka karena anak gadisnya pulang terlalu larut seperti itu. Walau sebenarnya aku yakin alasan kemurkaannya tak ada sangkut pautnya dengan putri kecil kami, melainkan aku. Sang mantan istri. Itu pun bukan karena pulang terlalu larut, karena ini masih siang. Melainkan karena aku menghabiskan waktu dengan brondong.

"Papaaaa...!" Nabila berteriak saat turun dari mobil, membuat kontak mata bertegangan tinggi di antara aku dan Jorey terputus.

Alih-alih tersenyum lebar seperti biasanya, wajah Jorey memerah dengan rahang kian mengeras. Seolah siap untuk meledak. Semata-mata karena gumpalan gula kapas yang dipegangi Nabila di tangan kanannya. Tapi tidak, dia menahan diri. Dia tidak berteriak marah, melainkan mengambil alih gula kapas dan bersiap untuk melemparnya ke permukaan lantai.

Sebelum dia sempat merealisasikan niat itu, sosok Pandji tiba-tiba keluar dari dalam rumah dan melaporkan tentang ponselnya yang sudah bisa digunakan lagi. Sepertinya dugaanku benar. Jorey benar-benar membanting ponselnya, tadi.

"Pa, liat deh, gula kapas ini ajaib banget!" Bila merebut gula kapas kembali dari genggaman Jorey dan membuka plastik kemasannya dengan gigi. "Nih, Bila ambil sebanyak ini nih," Bila menjumput gumpalan gula kapas sebesar kepalan tangannya, lantas memasukkannya ke dalam mulutnya yang kecil. "Langsung lumer gitu. Bila bisa telan sekaligus. Ajaib kan?" serunya, menunjukkan mulutnya yang sudah kosong.

"Tapi makanan ini nggak bagus untuk kesehatan gigi kamu, Sayang. Terlalu manis. Ini Mama gimana, sih? Kok anaknya dikasi makanan yang nggak sehat begini?" Jorey mendelik tajam ke arahku, membuat langkahku yang tengah memupus jarak nyaris terhenti sesaat.

Inginku berteriak, Situ lupa, siapa yang selama ini selalu membiarkan Nabila makan ice cream sesuka hati???

Tarik napas. Tenangkan diri. Sepertinya Jorey hanya berusaha mencari masalah denganku. Baiklah, kali ini aku tidak akan terpancing. Aku malah berniat menariknya ke ambang kewarasan, dan melihat bisa segila apa sih dia.

"Dibeliin sama Sensei kesayangannya Bila, aku nggak bisa nolak," jawabku, sontak membuat Jorey mendengkus sebal. Sebelum dia menyuarakan keluhan lainnya, aku menyela. "Iya kan, Sayang? Kamu suka sama Sensei Caleb kan? Gih, bujukin Papa supaya kamu bisa belajar karate di tempat Sensei Caleb lagi."

"Lit!" Jorey menggeram tertahan. Merapatkan kelopak matanya demi mencegah emosinya meledak.

"Papa! Papa! Papa!!! Bila mau dong les karate di tempatnya Sensei Caleb lagi. Sensei Caleb bilang kalau Bila rajin latihan, nanti bisa belajar nendang. Om Fuad juga bilang Bila harus bisa tendangan Rajawali supaya bisa selametin Mama dari Preman!" Jorey tak kuasa menahan diri untuk terkesiap, tapi tak ada waktu untuk protes, karena Bila semakin bersemangat dengan celotehannya. "Rajawali itu apa sih, Pa? Lucu mana sama kelinci? Bila sih penginnya punya kelinci kayak Clover, Pa. Kelincinya Princess Sovia. Papa tahu kan, Princess Sovia? Itu lho—"

"Bila, Sayang!" Buru-buru Jorey menyela. "Mau Papa kasih tahu rahasia?"

Bila mengangguk hingga kuciran rambutnya bergoyang lucu.

Jorey bersimpuh untuk mensejajarkan mulutnya di dekat telinga Bila, berbisik di sana. Bila mengernyit bingung, tanda tak paham isi bisikan Papanya. Maka Jorey berbisik lagi. Awalnya Bila manggut-manggut, hingga akhirnya tertawa terpingkal-pingkal.

Entahlah apa yang dibisikkan Jorey di telinga Nabila. Mungkin dia paham sindiran terselubung Fuad dan berusaha meluruskan, atau mungkin juga dia tidak suka mendengar Bila memuja-muja Caleb. Tapi yang kutahu hanya satu, bahwa aku tidak bisa berhenti menguji Jorey.

"Bila, Mama masuk dulu, ya. Haus! Kebanyakan ngobrol dan ketawa-ketawa sama Sensei Caleb, sih!" seruku sok asik. Tidak lupa menambahkan. "Ceritain dong sama Papa kamu habis main di mana sama Sensei Caleb. Asik kan tadi main di playland dan makan burger?"

Jorey memejamkan mata sekali lagi. Embusan napasnya yang kuat terlihat jelas dari cuping hidungnya yang mengembang. Sementara aku menikmati pemandangan itu dengan tawa tertahan.

Saat aku tiba di dapur, Panji berdeham, membuatku tersadar kalau dia ternyata mengekoriku.

"Eh, Ji, mau minum juga?" tanyaku sambil menyodorkan gelas yang baru saja kupegangi.

"Enggak, Mbak! Makasih."

Gelas yang kusodorkan akhirnya kuisi dengan air dingin dan kuminum sendiri.

"Maaf kalau saya kelewatan, Mbak. Tapi saya harus bilang ini."

"Bilang apa?"

"Jangan terlalu keras sama Bang Jo, Mbak. Kasihan dia."

Panji memang sudah lama bekerja bersama Jorey. Aku tahu dia pasti bersimpati atas apa yang baru yang saja menimpa senior kesayangannya itu. Tampangnya yang tulus menjelaskan semuanya.

"Thank God ada orang setulus kamu di sekitar Jorey, Ji. Tapi kamu tenang aja ... lukanya nggak separah itu. He's fine. Buktinya dia udah bisa banting ponsel segala, kan?"

Panji terdiam, dengan tatapan membingungkan.

"Why?" tanyaku mencari petunjuk.

"Mbak nggak takut dia bakal banting temen yang Mbak sebut-sebut itu juga, nanti?"

Aku kontan terkekeh. Pemikiran Panji sama persis seperti apa yang kupikirkan sejak tadi.

"He's not in a good state, Mbak. Dia beneran bisa lakuin apa aja," sambung Panji. Serius. Membuat tawaku perlahan lenyap. Berganti ketakutan. "Selama ini, memastikan Kakak dan Nabila baik-baik saja merupakan terapi yang bikin Bang Jo bisa terus melanjutkan hidupnya. Kalau Kakak dan Nabila terancam direbut orang begini, aku nggak yakin dia masih bisa bertahan."

Aku mencoba mencerna kata demi kata yang terucap dari mulut Panji dengan kernyitan di kening. Sulit mencerna.

"Kemungkinannya ada dua. Dia berakhir di penjara karena membunuh Caleb. Atau dia sendiri yang menyerahkan dirinya untuk mati di tangan orang itu."

"Orang itu??? Siapa yang kamu maksud Ji?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro