14. More Hints

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kemungkinannya ada dua. Dia berakhir di penjara karena membunuh Caleb. Atau dia sendiri yang menyerahkan dirinya untuk mati di tangan orang itu."

"Orang itu??? Siapa yang kamu maksud Ji?"

Potongan percakapanku dengan Panji minggu lalu mengiang kembali, mengusik ketenanganku. Kalau saja Jorey tidak tiba-tiba muncul dan memberi Panji peringatan lewat tatapan matanya yang tajam, mungkin aku tidak akan se-penasaran hari ini.

Entahlah aku harus salut atau justru kecewa pada sosok Panji. Di satu sisi, aku salut atas dedikasi dan loyalitasnya. Tatapan mata Jorey saja cukup untuk membungkam mulutnya. Tapi di saat yang sama sikapnya itu pula yang mengundang kekecewaan dalam diriku. Karena aku malah tidak bisa mendengar jawaban yang aku butuhkan.

Minggu lalu, aku bisa saja berlagak cuek dan tak peduli. Sebuah sikap yang paling masuk akal mengingat aku sudah berperan sebagai wanita yang sedang dekat dengan pria lain bernama Caleb. Sialnya, aku sebenarnya tidak bisa secuek itu. Sampai detik ini, aku tidak bisa mengusir rasa resah dan penasaran yang menggerogoti.

Untuk itulah, hari ini, dengan niat untuk mencari lebih banyak petunjuk, aku memenuhi undangan Friska untuk bertemu di Benedict, Grand Indonesia. Sebenarnya undangan pertemuan untuk bicara empat mata ini sudah kuterima sejak di awal perceraianku dengan Jorey. Tapi aku selalu berkelit untuk menghindar. Bukannya apa-apa, aku hanya takut. Takut mendengar Friska mengonfirmasi hubungannya dengan Jorey.

Kali ini pun, ketakutan itu masih ada. Apalagi saat melihat sosok Friska yang selalu cantik dan menawan di sudut meja. Aku mendadak insecure. Aku saja selaku wanita bisa melihatnya sebagai makhuk yang sempurna, apalagi kaum pria? Terutama, Jorey yang selalu berada di sekitarnya.

"Pernikahan semarga memang nggak dibenarkan di suku kami. Tapi ada pengecualian. Khusus untuk Klan Sembiring, yang mana aku dan Jorey menjadi bagian di dalamnya, peraturan itu nggak berlaku sama sekali. Aku dan Jorey bisa-bisa saja menikah. Apalagi kami bukan sepupu langsung. Tapi nyatanya, bahkan setelah tiga tahun menduda, Jorey tidak pernah melamarku, kan? Itu murni karena di antara kami memang nggak ada apa-apa, Lit. Dan, kali ini aku benar-benar harus menegaskan kalau Jorey sama sekali bukan alasan perceraianku dengan Angga."

Apa aku sudah bilang kalau Friska juga seorang janda? Ya, selisih perceraianku dan Friska tidak lebih dari satu tahun. Dia yang lebih dulu menjanda.

Apa aku juga sudah bilang kalau Friska bekerja di gedung yang sama dengan Jorey? Perusahaan interior desain yang didirikannya bersama beberapa orang temannya berada tepat dua lantai di bawah firma hukum Brahmana and Sons bernaung. Di masa awal perceraian, Friska kerap mengandalkan Jorey sebagai salah satu support system-nya. Dan, dari situlah gosip itu mulai beredar. Gosip tentang mantan suamiku sebagai orang ketiga di dalam rumah tangga Friska.

"Tapi Jorey nggak pernah menyangkal," komentarku singkat setelah penjelasan panjangnya.

Seingatku, pertengkaran-demi-pertengkaran mulai memanas sejak kutanyakan apakah benar dia punya affair dengan sepupunya itu. Kalaupun dia berbohong dengan mengatakan semua itu hanya gosip murahan, aku pasti akan lebih memilih percaya pada kebohongannya. Karena aku tidak siap berpisah dengannya.

Pada kenyataannya, dia bahkan tidak pernah menjawab.

Dia malah jadi lebih pemarah daripada biasanya. Setitik noda di sofa saja bisa dipermasalahkan hingga berhari-hari. Aku berusaha memaklumi sikapnya sebagai pelampiasan atas tekanan pekerjaan yang dihadapinya. Walau kerap muncul kecurigaan kalau Jorey sengaja membuatku tak nyaman, agar bersedia bercerai.

Setelahnya Jorey menjadi sangat sibuk dengan kasus-kasus yang ditanganinya. Dia jadi jarang pulang. Tapi malah dengan sengaja membiarkan Friska memamerkan kebersamaan mereka lewat posting-an di media sosial. Seolah sengaja membenarkan gosip-gosip yang beredar.

Entahlah, aku tidak bisa menjabarkan lagi betapa sakitnya hatiku saat itu. Kurasa, sakit hati itu pulalah yang membuatku akhirnya bersedia menyudahi pernikahan kami.

"Menurut kamu kenapa dia nggak menyangkal?" Friska bertanya dengan gemas.

"Karena dia benar-benar ingin bercerai," jawabku sediplomatis mungkin.

Friska melemparkan tatapan iba, berikut dengan helaan napas panjang. "Tapi bukan karena dia nggak sayang sama kamu, Lit."

Aku memaksakan diri untuk mendengar ucapan Friska serupa lelucon, maka aku tertawa. Terdengar sumbang. "Aku nggak melihat korelasi antara rasa sayang dan perceraian sama sekali, Ka."

"Aku masih mau hidup tenang, jadi aku nggak bisa menjelaskan. Biar Jorey saja yang menjelaskan kalau waktunya sudah tiba," kata Friska sambil merogoh tas tangannya, mengeluarkan sebuah kartu nama. "Tapi sebagai sesama wanita aku mengerti perasaanmu. Untuk itu, kuberikan sedikit petunjuk."

"LBH Pijar Kebenaran?" gumamku seraya membaca tulisan yang tertera di atas kartu nama yang diangsurkan Friska.

"Kamu tahu sendiri kan, kalau Jorey itu hidup kayak amphibi. Dia kayak hidup di dua dunia yang berbeda. Jorey sebagai perwakilan dari Brahmana and Sons adalah kebalikan sosok Jorey sebagai perwakilan dari LBH Pijar Kebenaran. Dia sebagai anak Mura Kalme Brahmana bisa melakukan apa saja, tapi dia sebagai Pendiri LBH Pijar Kebenaran nggak sehebat itu, Lit."

Sedikit banyak aku paham maksud Friska. Dulu, saat kutanyakan alasan luka-luka yang dibawanya pulang, pasti selalu berkaitan dengan Lembaga Bantuan Hukum yang disebut-sebut Friska itu. Aku bahkan pernah mendengar Jorey diceramahi berjam-jam oleh Papa Mertuaku terkait LBH tersebut.

Sekarang aku menyesal tidak pernah menggali lebih banyak tentang LBH yang didirikannya itu. Aku terlalu sibuk dengan misi pembangunan dan perkembangan Rumah Sakit yang kudirikan bersama Fuad dan Ben, hingga saat Jorey mengatakan semuanya aman terkendali, kupikir tidak ada masalah yang terlalu berarti.

Kalau saja aku tahu pernikahan kami pun bisa terancam karena keberadaan LBH itu, harusnya aku menghentikannya sejak dulu.

"Pokoknya kamu jangan sampai main-main terlalu jauh sama berondong itu, Lit," Friska mengingatkan. Agaknya inilah pesan utama yang ingin disampaikannya sedari tadi. "Just give Jorey some time, dan percayalah, dia bakal balik sama kamu."

Aku kembali memandangi kartu nama di tanganku dengan perasaan gamang. Fakta-fakta baru yang muncul bertubi-tubi membuatku ragu memilih cara yang paling tepat untuk menyikapi situasi ini. Baru saja aku ingin menenangkan diri untuk berpikir jernih, sebuah panggilan masuk sontak membuat konsentrasiku sepenuhnya buyar.

Tanpa tedeng aling-aling, Meta meracau dengan suara tinggi. "Berkat mantan suami Kakak, kayaknya aku juga bakal jadi janda sebentar lagi!!!"

**

Metami Brahmana, biasa dipanggil Meta. Bungsu di keluarga Brahmana. Di antara semua anggota keluarga Brahmana yang kaku, dia adalah sebuah anomali. Dia sangat ceriwis, supel dan blak-blakan.

Pernikahannya dengan Randal Pinem merupakan pesta terakhir yang kuikuti sebagai istri Jorey, tiga tahun yang lalu. Setelahnya, semua berjalan begitu menyakitkan. Tahu-tahu aku sudah menjanda.

Pertama kali Meta mendengar kabar tentang perceraianku, dia segera terbang dari Jepang hanya untuk memaki abangnya sendiri. Dia memang pindah ke Tokyo setelah menikah, mengikuti suaminya yang bekerja sebagai dosen sekaligus staf ahli di perusahaan Kimia di Negeri Sakura itu.

Cara Meta memaki abangnya waktu itu, persis seperti yang dilakukannya hari ini.

"YOU ARE THE REAL DEFENITION OF BASTARD, BANG!!! NGERTI NGGAK SIH??? BAJINGAN!!! BERENGSEK!!!" Di akhir makian, pitingan tangannya hinggap di leher Jorey. Dia berusaha keras untuk membanting abangnya sendiri, tapi gagal mengingat kekuatan Jorey jauh melebihi kekuatannya sendiri.

Aku bisa menduga perdebatan sengit ini berlangsung sudah cukup lama. Tampak jelas dari rambut dan penampilan Meta dan Jorey yang sudah tidak karuan. Padahal sengaja aku menyudahi pertemuan dengan Friska cepat-cepat, demi mencegah terjadinya pertikaian semacam ini. Tapi sepertinya aku terlambat.

Di sofa panjang, tampak Randal sedang duduk lemas. Sama kacaunya dengan dua orang lainnya yang masih sibuk saling membanting. Dia menatap duo abang-beradik di hadapannya dengan helaan napas panjang, tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku yakin dia sudah berusaha menengahi, tapi memang menghadapi pertikaian Jorey dengan Meta tidak pernah mudah. Keduanya pemegang sabuk hitam ilmu bela diri karate.

Tidak ingin menambah kacau suasana, aku duduk di sebelah Randal. Dia langsung menyadari kehadiranku dan menyapa lewat senyum sumir. Sebagai tanda simpati atas keadaannya, aku menepuk pundaknya dua kali.

Tepukanku sepertinya berhasil memberi energy baru, karena Randal tiba-tiba mulai bersemangat saat berdiri dan bersuara dengan setengah berteriak. "AKU MENIKAHI KAMU BUKAN CUMA KARENA PERMINTAAN JOREY, TAPI KARENA AKU MEMANG SAYANG SAMA KAMU, MET!!!"

Sedikit-banyak, aku cukup paham kisah kasih Meta dan Randal. Mereka memang pasangan hasil perjodohan Jorey, karena Randal merupakan teman baiknya sejak kuliah. Kupikir, Jorey hanya berperan sebagai perantara yang merekomendasikan sahabat yang dikenalnya dengan baik kepada adik yang begitu disayanginya. Aku tidak pernah tahu kalau Jorey membuat permintaan khusus pada sahabatnya sendiri untuk menikahi adiknya.

Maksudku ... Jorey sama sekali bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan pribadi seperti itu.

"OH YA??? HUH-HUH ... NGAKU, BANG!!! HUH-HUH ... KAMU SENGAJA SURUH RANDAL NIKAHI AKU SUPAYA AKU DIBAWA KE JEPANG KAN??? HUH-HUH ..." Meta merespons dengan teriakan yang patah-patah, karena masih dibarengi usaha untuk menghabisi abangnya sendiri.

"EMANG KENAPA KALO IYA??? TOH, KAMU SENANG KAN, HIDUP DI JEPANG???" Jorey menangkis dengan cepat, saat siku Meta nyaris menyodok perutnya.

Aku yang masih duduk menyaksikan semuanya hanya bisa meringis tertahan. Aku benar-benar takut pertikaian itu akan membuat luka Jorey menganga lagi. Atau bahkan lebih parah.

"TRUS KENAPA AKU NGGAK PERNAH DIBOLEHIN BALIK KE JAKARTA???" Pertanyaan itu ditanyakan Meta bersamaan dengan kesadarannya akan suara ringisanku. Kepalanya segera tertoleh ke arahku dan wajah marahnya seketika berubah menjadi senyuman lebar.

Dengan cepat dia melepaskan Jorey demi menyongsongku.

Baru saja aku berdiri untuk menyambutnya dengan pelukan, Randal mendahuluiku. Tangannya yang panjang meraih Meta lebih dulu. Dipeluknya istrinya itu kuat-kuat. Perbuatan yang malah dihadiahi dengan sikutan di perut.

"Jangan pegang-pegang!!! Kalau nggak bisa hadapi Bang Jorey, jangan harap aku masih mau jadi istri kamu!!!" bentak Meta sebelum akhirnya benar-benar bisa memelukku. "Kak Lithaaaa ...," rengeknya manja. "Kangen banget aku! Apalagi sama Nabila, ponakan kesayangan akuuuu...!"

Aku membalas pelukannya sama eratnya. "Bila juga pasti kangen banget sama Aunty kesayangannya...."

"Kak, bawa aku pulang ke rumah Kakak aja. Aku nggak mau di sini. Mereka semua pengkhianat!" Meta melepas pelukan untuk bisa menunjuk Jorey dan Randal bergantian.

"Kok ... abang sama suami sendiri dibilang pengkhianat sih, Met?" tanyaku dengan nada seringan mungkin.

"Mereka nggak sayang sama aku, Kak! Mereka sengaja mengasingkan aku di Jepang!"

"MET!!!" Jorey dan Randal memprotes bersamaan.

"Kalau gitu kasih tahu aku, kenapa bahaya kalau aku di Jakarta aja?" Jorey dan Randal saling menatap, tidak ada yang bersuara. "Apa alasan itu juga yang buat Abang cerai sama Kak Litha?"

⭐⭐

Happy weekend guys...

❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro