15. The Reason

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bilaaaaa ...."

"Onty Metaaa!!!"

Kaki-kaki kecil Nabila berlari cepat menuju pelukan tante kesayangannya. Meski jarang bertemu langsung, Bila dan Meta sangat karib. Terima kasih kepada internet yang membuat keduanya bisa menjalin komunikasi dengan rutin, meski jarak membentang. Tak perlu waktu lama untuk membuat keduanya lebur dalam dunia mereka sendiri, seolah aku tak ada di sekitar mereka.

Aku menuruti permintaan Meta untuk membawanya ke kediamanku. Meninggalkan Jorey dan Randal tanpa menuntut penjelasan apapun. Alih-alih penasaran, semakin lama aku malah semakin kesal. Sikap Jorey yang menutup-nutupi kebenaran dariku membuatku merasa tak berarti sama sekali.

Sesulit itukah membuatku mengerti keadaannya?

Serumit itukah kasus yang melibatkan keselamatan kami hingga Jorey lebih memilih untuk menyakitiku seperti ini?

Lama kelamaan aku muak.

Bukankah ini sama saja seperti saat menjalani proses perceraian dulu? Jorey hanya akan bertingkah semaunya, dan ujung-ujungnya kami tetap bercerai.

Persetan dengan bujuk rayu Friska soal kasih sayang Jorey! Semua itu hanya sampah!

Sepertinya, aku akan memilih masa bodoh, dan melanjutkan hidupku tanpa Jorey. Aku tak butuh pasangan yang tidak bisa mempercayaiku, malah memperlakukanku seenaknya! Sial! Mengingat cara Jorey mengunci bibirnya rapat saat ditanyai Meta tadi masih saja membuat ubun-ubunku memanas.

"Ini nih produk yang Onty ceritain kemarin." Meta mengeluarkan berbagai macam kosmetik dari dalam koper yang digeretnya serta sedari tadi. "Nah, kalau produknya merek ini, Bila boleh pakai sesuka hati. Karena semua bahan-bahannya alami. Kulit Bila bakalan aman 100%."

"Metami." Nabila membaca tulisan kecil dibawah logo lipstick yang dipegangnya. "Ini bukannya nama Onty?"

"Iya, Sayang!!! Karena ini produksi Onty sendiri! Yeaaayyy ... Onty akhirnya bisa wujudkan mimpi untuk bikin brand sendiri!!!" Meta bersorak girang, sambil menggiring Bila untuk melompat girang bersama-sama. "Nanti, Onty bakal bikin official store-nya, dan Bila harus jadi brand ambassador-nya ya!"

Bila yang sudah kembali sibuk mengutak-atik beraneka macam kosmetik hanya mendengarkan sambil lalu. Aku bahkan tidak yakin dia mengerti maksud tantenya sama sekali.

"Nah, warna yang ini bakal cocok banget buat Bila." Meta menyapukan lipstick berwarna merah muda ke bibir mungil Bila dengan hati-hati. "Tuh kan, cantik banget!" serunya lagi setelah warna lipstick menempel sempurna. "Besok-besok, kalau ketemu Papa, Bila harus pakai lisptick ini dan cium di kemeja Papa, ya. Cium yang kuat, biar bekasnya nempel."

"Kenapa gitu, Onty?"

"Biar orang-orang liat, dan nggak berani rebut Papa."

"Emangnya siapa yang mau rebut Papa? Papa kan bukan mainan."

"Lah, jangan salah, Sayang. Ada banyaaaaakkk cewek-cewek nakal di luar sana yang bisa aja merebut Papa dari Nabila dan Mama. Bila mau nggak punya Mama lain selain Mama itu?" Meta mengarahkan tangannya ke tempatku. Membuat Bila sontak menggeleng kuat. "Nah, makanya Bila harus jagain Papa, ya. Caranya mudah, Bila tinggal bilangin ke Papa supaya ngizinin Onty buka official store di Jakarta, biar Bila nggak perlu jauh-jauh ke Jepang untuk punya lipstick ini. Oke?"

"Nanti kalau ocial store-nya udah ada di Jakarta, Bila baru boleh cium kemeja Papa?"

Meta tertawa gemas sebelum mengoreksi. "Official Store, Cantik."

"Offi-ci-al Stoooore?" ulang Bila hati-hati.

"Nah, sebelum official store-nya jadi, Onty bakal hadiahin Bila ini semua nih." Meta mengangsurkan kumpulan kosmetiknya ke arah Bila. "Asal Bila nggak lupa sama pesan Onty, ya!"

"Oke Onty. Nanti Bila bilangin Papa biar Onty buka ocial store di Jakarta."

"Official Store, cantik."

"Official Store," Bila mengoreksi lagi. "Onty-onty, Bila punya rahasia, lho!"

"Rahasia apa, Sayang?"

"Tapi Onty janji jangan bilang siapa-siapa, ya!"

Meta menyepakati dengan membuat isyarat seolah sedang meresleting bibirnya yang terkatup rapat. Membuat Bila mendekatkan bibirnya ke telinga sang Tante, berbisik di sana.

"Kata Papa semua laki-laki bodat!" Bisikan Bila yang merambat ke indra pendengaranku sontak membuatku memekik kaget. (Bodat, dalam bahasa Batak berarti monyet)

"Bila! Ngomong apa itu?" hardikku.

Meta yang turut mendengarkannya pun ikut salah tingkah, bingung harus merespons seperti apa. Sementara Bila yang kaget dengan nada suaraku yang sedikit meninggi membela diri dengan nada suara yang tak kalah tinggi. "Mama kok dengar sih??? Kan itu rahasia Bila sama Papa!!! Pokoknya yang paling bodat di antara semua laki-laki itu Sensei Caleb!!!"

"Sensei Caleb itu siapa, Nak?" Meta jadi penasaran.

"Sensei Caleb itu Sensei Bila di tempat les karate yang lama, Onty. Senseinya suka bagi-bagi cokelat. Sensei Caleb juga suka ngobrol-ngobrol juga sama Mama. Waktu Sensei Caleb beliin Bila gula kapas Papa bilang pokoknya Sensei Caleb bodat banget, gitu!"

Berpikir sejenak untuk mengerti arah cerita Bila, tawa Meta akhirnya pecah. Dia sepertinya sadar kalau itu salah satu trik Jorey untuk melampiaskan kecemburuannya atas kedekatan kami, maka dia bertepuk tangan sambil sesekali memegangi perutnya karena tidak tahan dengan kekonyolan ini.

"Hahaha ... Papamu sebenarnya mau berbagi rahasia apa curhat sih?" seru Meta di antara tawanya yang tak kunjung reda.

Sementara aku hanya bisa memijit pelipis. Kalau bukan karena mengingat Jorey adalah ayah kandung Bila dan Meta adalah Tante kandungnya, mungkin aku akan memutuskan hubungan Bila dengan keduanya. Bukannya apa-apa, aku takut Bila tumbuh menjadi anak yang kurang ajar kalau dididik oleh kedua orang ini.

"Nak, janji sama Mama ... Rahasia kamu sama Papa itu jangan sampai ketahuan sama siapapun, ya. Pokoknya kamu harus simpan rahasia itu baik-baik. Nggak boleh dibagi sama siapapun. Nggak boleh diucapin sekali pun. Paham?" Sepertinya lebih baik membuat Bila menyimpan rahasia itu dalam-dalam, sampai dia lupa pernah mendengar kata Bodat dalam hidupnya.

Sumpah, lama kelamaan aku bisa gila kalau Jorey makin kekanak-kenakan begini!

Bila sudah asik bermain dengan tumpukan kosmetik di hadapannya, saat Meta tiba-tiba menggiringku beringsut ke sudut sofa dan berbicara dengan suara pelan. "Tuh kan, jelas banget Abang masih sayang sama Kakak. Dia pasti cemburu tuh, sama Senseinya Bila!"

"Dia nggak punya hak sama sekali, Met. Dia bukan siapa-siapa," tegasku.

"Aku yakin banget perceraian Kakak ada hubungannya dengan pernikahanku yang diburu-buruin sih, Kak. Kejadiannya mepet banget soalnya. Nggak mungkin se-kebetulan itu juga kan?"

"Menurut Friska ... perceraianku ada hubungannya dengan ini." Aku mengeluarkan kembali kartu nama yang diberikan Friska siang tadi padaku.

Meta berdecak kuat sesaat setelah membaca nama yang tertera pada kertas kecil yang sekarang sudah berpindah ke tangannya itu. "Lagi-lagi," geramnya.

"Kamu tahu sesuatu tentang ini?"

"Biar kupastikan dulu, Kak." Meta menyentuh nama Jorey pada ponselnya dan bertanya langsung saat panggilan tersambung. Suaranya terdengar dalam dan berat saat bertanya, "Gustowo, ya?"

Meta diam beberapa saat untuk mendengarkan respons Jorey di seberang sana, sebelum bahunya mendadak merosot dan punggungnya luruh ke sandaran sofa. "Dia udah keluar dari penjara?"

"Apa? Tiga tahun yang lalu???" seiring punggungnya kembali tegak, suara Meta ikut meninggi.

Ada jeda yang membentang beberapa saat, sebelum Meta kembali pada obrolan yang tak kumengerti arah tujuannya dengan sang Abang. Aku tahu kalau aku mengikuti jawaban-jawaban Meta, mungkin aku akan mendapat lebih banyak petunjuk tentang sikap ambigu Jorey, tapi aku memilih untuk tidak mendengarkan. Karena rasanya perasaanku begitu kosong dan hampa sekarang.

Aku mendadak menyadari satu fakta : aku ternyata tidak mengenal Jorey sebaik yang kupikir. Ralat, aku bahkan tak tahu apa-apa tentangnya.

LBH ... Pijar Kebenaran ... Gustowo ... Penjara ... apa hanya aku yang tidak tahu cara hubungan dari kata-kata itu?

Miris.

Saat panggilan terputus, Meta mulai memberi penjelasan tanpa kuminta.

Meta mengawali ceritanya dari asal muasal LBH Pijar Kebenaran yang mana Jorey merupakan pendirinya. Bermodalkan dana yang dialirkan dari Firma Hukum Brahmana and Sons, Jorey berusaha mencapai misinya untuk memberikan pelayanan hukum pada orang-orang yang tidak mampu.

Semuanya berjalan lancar tanpa masalah berarti, sebelum Jorey menangani kasus pemerkosaan yang menimpa seorang mahasiswi PKL (Praktek Kerja Lapangan) di sebuah pabrik minyak di daerah Dumai. Kasus yang ternyata bukan sembarang kasus karena didalangi oleh seorang konglomerat bernama Gustowo, pemilik pabrik itu sendiri.

"Kakak tahu sendiri kan, gimana ceritanya kalau Bang Jo udah mulai nanganin kasus? Dia bakal usaha mati-matian sampai dapat keadilan. Dan ya, dia berhasil, Kak. Gustowo itu akhirnya masuk penjara. Sekitar satu tahun sebelum kalian menikah. Kupikir, kasus itu seharusnya selesai sampai di situ."

Tapi ternyata tidak.

Gustowo si konglomerat itu ternyata bisa melakukan banyak cara untuk memudahkan hidupnya. Keluar dari penjara sebelum menyelesaikan masa hukuman menjadi salah satu contohnya. Dan dengan kekuasaannya pula, dia berusaha mengguncang dunia Jorey.

"Believe me, Kak. Gustowo can do everything. And what Bang Jo did was just try to keep you save."

DUARRR!!!

Aku mengharapkan ada ledakan keras semacam itu saat akhirnya rasa penasaranku terjawab.

Tapi ternyata tidak.

Sebelumnya, aku memang penasaran setengah mati dengan alasan segala tingkah aneh Jorey. Tapi, mendengar penjelasan yang keluar dari bibir Meta ternyata tidak membuat perasaanku menjadi lebih baik sama sekali. Maksudku ... kalau Jorey bahkan merahasiakan hal sekrusial ini dariku, bagaimana bisa aku mempercayainya?

Terlepas dari apapun alasan Jorey menceraikan aku, bukankah seharusnya dia menanyakan pendapatku dulu. Bukankah seharusnya dia melibatkanku dalam memutuskan solusi yang terbaik? Kenapa pula dia lebih memilih untuk membuatku sakit hati dengan berpura-pura berhubungan dengan Friska? Kalau dia tidak yakin bisa menyelamatkan jiwaku, bukan berarti dia berhak menghancurkan hatiku, kan?

Pemikiran ini pula yang menguatkan tekadku untuk memilih melanjutkan hidup tanpa Jorey.

Pemikiran yang tidak akan mungkin kuungkapkan di depan Meta yang saat ini jelas-jelas sudah beralih haluan menjadi pendukung abangnya.

Aku hanya mengangguk sok paham dan tersenyum kecil menanggapi cerita panjangnya. Setelahnya, aku mencoba menenangkan diri dan pikiran dengan membuat alasan. "Udah malem, aku tidurin Bila dulu, ya."

Syukurlah kondisi Nabila yang kelelahan setelah bermain dengan kosmetik bisa membuatku kabur secepatnya.

Berusaha menghiraukan tatapan curiga Meta, aku memantapkan langkah untuk menggendong puteri kecilku dan mengurung diri di dalam kamar. Tidak butuh waktu lama untuk membuat Nabila tertidur pulas. Namun aku memilih untuk bergeming di samping tubuh mungilnya, untuk mendapatkan akal sehatku kembali. Cara yang selalu ampuh membuatku tetap waras di tengah kegilaan dunia ini.

Gadis kecil ini adalah satu-satunya yang kubutuhkan untuk tetap bisa melangkah mengarungi kerasnya hidup.

Kularikan kelima jari jemariku di antara riak rambutnya, sebelum mencium matanya yang kecil hati-hati.

"Bisa nggak Bila berhenti doakan Mama sama Papa supaya bersatu lagi?" bisikku lirih, "Mama takut Bila kecewa ... karena Mama kayaknya nggak bakal pernah bisa menghadapi Papamu, nak...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro