2. Never Healing Wound

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku akhirnya benar-benar ikut ke London bersama BFF (Best Friend Forever)-ku sejak kecil; Ben dan Fuad. Kedua dokter bedah saraf itu sudah jelas tujuan utamanya adalah untuk mengikuti seminar. Sedangkan tujuanku untuk melarikan diri agar tidak tampak terlalu menyedihkan.

Aku punya satu kebiasaan buruk yang sulit dihilangkan hingga saat ini, yaitu memonitor Nabila tiap kali giliran Jorey mengasuhnya.

Bulan lalu, Jorey sempat menyeletuk, "Kalau kamu kesepian, gabung aja. Buat kamu selalu ada tempat kok."

Dan usulnya itu adalah hal terakhir yang kuinginkan di dunia ini. Bagaimana tidak, kalau aku tahu kesehariannya masih dipenuhi oleh mantan terindahnya itu. Friska. Aku tahu fakta ini dari Nabila. Setiap kali kutagih janji tentang cerita hari-harinya bersama Jorey, nama Friska pasti selalu disebut-sebut.

Maka demi mengurangi rasa rendah diri--karena betul kata Jorey, aku memang kesepian tanpa Nabila--aku melarikan diri ke London. Sialnya, aku tak cukup beruntung kali ini. Keadaan kedua sahabatku tidak bisa kuajak bersenang-senang.

Ben sedang patah hati. Lagi. Untuk perempuan yang sama bernama Ghea Chalondra, kekasihnya selama satu tahun belakangan ini. Selain seminar, dia hanya fokus menggalau. Membosankan.

Sementara Fuad ... dia langsung menemukan teman baru di hari pertama seminar. Seorang dokter keturunan India yang berasal dari Peru. Aku jelas tidak boleh nimbrung di antara mereka. Karena teman baru dalam kamus Fuad sama artinya dengan teman bobok. Yes, he is a womanizer.

Jadi yang kulakukan selama dua hari ini adalah menjadi solo traveler. Aku mengunjungi British Museum, the London Eye, Kensington Gardens, and Notting Hill dengan menggunakan London City Sightseeing Bus di hari pertama. Dan aku mencoba wisata kuliner di area SoHo di hari kedua.

Hari ini, saat memasuki hari ketiga, jiwa kepo yang sudah kutekan dalam-dalam mulai menunjukkan eksistensinya lagi. Tanganku gatal ingin menghubungi Nabila, padahal baru satu jam yang lalu aku menelepon dan memastikan dia sudah dijemput pulang sekolah oleh Jorey.

Takut disindir lagi oleh mantan suamiku itu, aku memilih untuk mengubek-ubek isi media sosial untuk mengintip jejak Nabila. Sialnya, Jorey tidak seperti Hotman Paris yang begitu aktif menggunakan media sosial. Tidak ada posting-an terbaru sama sekali. Yang ada justru posting-an baru Friska. Ya, aku memang sebodoh dan setolol itu untuk mengikuti jejak Friska di instagram. Bukti kebodohanku itu terjadi sekarang. Saat jantungku rasanya diremas begitu kuat, hingga bernapas pun rasanya sulit, hanya karena foto putri kesayanganku sedang memakan mochi ada di dalam instagram feed wanita itu.

Caption-nya tak kalah menyesakkan: "Si anak cantik dan pinter ... cocok banget nggak sih jadi anak gue?"

Seolah itu belum cukup untuk membuatku bunuh diri, tanganku yang gemetar hebat malah tanpa sengaja meninggalkan tanda berupa hati. SIAL!!!

Baru saja aku berpikir untuk membanting benda pipih sumber masalah dalam genggamanku, tiba-tiba suara serak Ben menyela, "Kenapa, Lit?"

Inginku berteriak marah dan memaki Friska di depan Ben, tapi yang kulakukan justru menangis. Hal-hal yang berkaitan dengan Nabila memang selalu berhasil merobohkan pertahananku. Aku tidak pernah suka milikku direbut. Merelakan Jorey saja sampai saat ini aku masih kesusahan. Bagaimana mungkin aku harus menyerahkan Nabila juga?

Melihat kucuran air mataku, Ben segera memeluk. Beruntung restoran Lebanon tempat temu janji kami yang berlokasi di Alun-alun Trafalgar menyajikan suasana intim. Sandaran kursi-kusinya didesain tinggi sekaligus sebagai pembatas dengan meja lainnya. Hingga aku tak perlu khawatir menjadi bahan tontonan gratis.

"Kenapa aku nggak bisa simpan Nabila buat aku sendiri, Ben? Aku nggak suka berbagi! Apalagi dengan orang-orang yang kubenci!" Tanpa bisa kutahan lagi, kutumpahkan unek-unek di dalam pelukan Ben.

"Menjadi orang tua memang sulit ya, Lit. Kalau liat kamu begini, rasanya aku makin yakin untuk nggak usah menikah."

Masih ingat Ben kan? Si anak haram yang membuatku berurusan dengan Jorey. Kalau bukan karena menyaksikan sendiri bagaimana sulitnya Ben tumbuh besar tanpa seorang ayah, aku pasti tidak akan senekad itu untuk mengusik Jorey.

Sialnya, sekarang malah anakku sendiri yang harus mengalami kesulitan tumbuh besar tanpa keluarga sempurna.

Bukan. Bukan maksudku menyalahkan Ben. Di sini, aku justru bersyukur memiliki seseorang seperti Ben di sisiku. Paling tidak, dengan segala pengalaman yang dimilikinya, aku bisa semakin bijaksana dalam menentukan sikap sebagai ibu Nabila. Berdamai dengan masa lalu merupakan salah satunya. Tapi sialnya belum bisa kulakukan hingga saat ini.

Selalu saja ada api amarah yang membakar tubuhku hanya dengan bertatap muka dengan Jorey.

Seperti saat ini misalnya, saat melihat wajahnya yang muncul bersamaan dengan getar di ponselku.

"Seneng banget ngeliat Nabila bisa deket sama Friska? Sampai fotonya di like segala? Kamu sebenarnya ngapain ke London? Bersenang-senang? Pacaran? Punya pacar baru lagi???" cecarnya tanpa ampun. Napasnya tersengal, tanda emosinya sedang tidak stabil. Heran. Bukannya seharusnya aku yang marah? Tapi ya, so typical. Jorey memang juara dalam hal beradu argumen dan ngegas.

"Nabila di mana? Dia nggak lagi dengerin kamu bentak-bentak aku begini kan? Kalau aja dia sampai dengar, aku nggak akan ngizinin kamu buat ketemu dia lagi, Jo!!!" balasku tak kalah sengit.

Alih-alih menjawab, Jorey tertawa sinis di seberang sana. "Coba lawan aku kalau berani. Perlu aku ingatkan siapa yang advokat di sini? Aku juga bisa cabut hak asuh dari kamu kalau kamu berani-beraninya pacaran lagi dan menelantarkan Nabila kayak gini!"

"Hello??? Perlu aku ingatkan kenapa aku harus ke London? Kalau bukan karena kamu minta waktu satu minggu sama Nabila, aku nggak perlu ke London untuk berhenti mengasihani diriku sendiri, Jo!!!"

Ada jeda yang tercipta beberapa saat, sampai Jorey bersuara dengan lebih tenang. "Kenapa kamu mengasihasi diri sendiri? Kamu lagi ada masalah?"

"Masalahku cuma satu. Kamu! Bahkan setelah jadi barang bekasmu pun aku masih menderita!"

"Oh, aku mulai paham." Ketenangan dalam suaranya kontan membuatku bergidik. "Kamu lagi sedih dan patah hati karena Gama-Gama sialan itu mundur?"

Apa? Gama? Dokter Gama, maksudnya? Pria yang dua bulan belakangan ini mulai mendekatiku itu? Astaga, bagaimana mungkin aku patah hati hanya dengan hubungan yang sedangkal itu?

Eh, sebentar-sebentar, darimana dia tahu soal dokter Gama?

Belum sempat kutanyakan, Jorey lebih dulu memberi peringatan. "Dengar ya, Lit. Kalau kamu masih mau hak asuh ada di tanganmu, pastikan nggak ada calon Papa lain untuk Nabila. Cam kan itu!"

Panggilan pun diputuskannya secara sepihak.

Aku masih saja terpelongo memandangi ponselku, saat Ben tiba-tiba terbahak-bahak di sebelahku.

"Nggak lucu ya, Ben! Selalu semaunya aja itu si Jo! Dia pikir dia siapa? Masa dia boleh pacaran sama Friska, tapi aku nggak boleh sama sekali? Gila aja!"

"Bukan." Ben terkekeh lagi. "Aku bukannya ngetawain keributan kalian. Udah biasa juga."

"Jadi kamu ngetawain apa dong?"

Sebagai jawaban, Ben mengangsurkan ponselnya. Di permukaan layar pipih itu, kutemukan foto yang tadi membuatku menangis tersedu-sedan. Foto Nabila dalam posting-an instagram Friska. Tapi bukan foto itu yang membuat Ben tertawa. Melainkan salah satu kalimat Jorey di dalam kolom komentar.

"Nggak usah cari ribut! Sampai kapanpun Nabila cuma akan jadi anaknya ALITHA SAULINA PANGGABEAN!!!"

Tak lupa dia menandai akun-ku di akhir kalimat.

"Mantan suaminya mulai aktif ya, Bun!" goda Ben lagi, mengikuti gaya berkomentar netizen.

"Apaan sih, Ben?" Kukembalikan ponsel Ben dengan sedikit kasar.

"Kamu ngerasa nggak sih, Lit, kalau Jorey sebenarnya masih sayang sama kamu?"

"Nggak usah ngarang deh, Ben!" sangkalku, tidaksepenuh hati. Karena jauh di dalam lubuk hatiku, aku selalu berharap dia masihmenyayangiku. Walau itu sama saja artinya dengan membodohi diriku sendiri.Kalau dia benar-benar menyayangiku, dia tak akan mungkin menggugat cerai aku kan?

⭐⭐

Gemezzz adalah ketika pengin nulis tapi kerjaan menumpuk.
Real life lagi hectic gaiz, tp seperti biasa aku usahain seminggu sekali ya. Rabu, kayak biasa...

See ya 💋💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro