👑24👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kota persegi yang ketika terbuka terdapat pistol panjang berwarna silver dengan ornamen juga hiasan permata biru dan rantai. Pistol itu seukuran ujung jari sampai sikuku, mudah untukku menyembunyikannya di balik gaun.

"Anggap saja ini hadiah pertunangan kita," seru Silas.

Aku merengut. "Ini pesanku sejak lama." Aku memesannya jauh sebelum dia melontarkan pertunangan. Ketika di angkat, pistol ini sangatlah ringan.

Silas nampak kecawa dengan jawabanku. "Ayolah, tidak mudah membawa masuk benda ini ke tempat yang memboikot sihir." Dia menunjuk corong pistol. "Pistol ini menggunakan peluru sihir yang tidak akan habis."

Permata biru di pistol itu bersinar-sinar, kurasa itu sumber sihirnya. "Apa ini dari kerajaan Cleopat?"

"Semua barang sihir berasal dari sana."

Aku tidak pernah mendeskripsikan jelas kerajaan Cleopat dalam cerita. Hanya sekilas untuk memberi informasi bahwa kerajaan Cinder tempat yang miskin, berbanding dengan tetangganya kerajaan Cleopat.

Kamar kami saling bersebelahan, dan di celah antara kedua kamar terdapat sebuah ruangan rahasia yang saat ini kami gunakan. Silas berbohong padaku ketika ia bilang bahwa pintu rahasia langsung menuju kamar satu sama lain. Dia memang memiliki karakter yang sangat menyebalkan.

"Aku akan memberi nama pada wilayahku," ujarku mengalihkan pembicaraan. Aku meletakan pistol kembali ke kotaknya.

Hanya ada satu sofa di sini, sehingga aku harus duduk di samping Silas. Sedari tadi dia memberi tatapan yang tidak nyaman. Apa karena aku memakai gaun tidur ini? Memang memakai gaun tidur di anggap hahya memakai baju dalam, itu yang sekilas ada di dalam ingatan Real. Tapi aku tidak peduli, baju seperti ini sama dengan baju sehari-hariku saat menjadi Ria dulu.

"Berhenti menatapku dengan aneh," tegurku.

"Maaf, aku hanya membayangkan betapa menyenangkannya jika setiap pagi kau bangun di sampingku dengan gaun yang sedikit terbuka."

Aku mendengus dan memutarkan bola mata. "Kau mulai berbicara seperti Xi. Ayolah, aku ingin tidur cepat hari ini."

"Tidur bersamaku?"

Sekali lagi aku mendengus. "Beri saja nama Parisa di tempat itu." aku berdiri. "Selamat malam yang mulia, aku ingin tidur."

Silas memegang tangahku ketika aku baru selangkah berjalan. "Kau memang selalu pergi terburu-buru."

"Lalu harus apa di sini? Yang mulia juga tidak mengatakan apa-apa."

Dia tersenyum sambil mengigit sedikit bibirnya. Tanganku di tarik hingga jatuh menimpanya. Posisi yang sangat bahaya, kedua tanganku merasakan otot dada kekar di balik kemeja polos, dan sekarang aku duduk di paha Silas.

"Hei, jangan bernai macam-macam," bentakku dengan pipi memerah.

"Kenapa, kau suka padaku?" dia mendekatiku wajahnya. Aku berusaha pergi, tapi tangan Silas memegang pinggangku, sehingga aku tidak bisa ke mana-mana, dia sangat kuat.

Aku menghela nafas berat. "Baiklah, apa yang kau rencanaku?"

"Kau benar-benar bisa berfikir cepat walau dengan situasi seperti ini."

"Dan kau selalu bertindak kurang ajar setiap menginginkannya sesuatu."

"Jika kau orang lain, mungkin lehermu yang indah itu akan di penggal karena menghina Pangeran." Aku tidak menjawab dan merengut padanya. "Baiklah, aku maaf. Tapi aku lebih suka kau duduk di sini, kau lebih memperhatikanku sekarang."

"Katakan saja agar aku bisa tidur."

Dia tersenyum, dan perlahan raut wajahnya mulai sedikit nampak serius. "Aku sudah pernah bilang, bahwa aku ingin menghancurkan Marquez Cane."

Aku melongok. "Tidak tuh, kapan?"

"Eh ... sepertinya belum ya. Maaf hehehe."

Ini juga fakta yang baru kuketahui. Yang kutahu Silas ingin menghancurkan Grand Duke Lote. Lalu Marquez hanya muncul sebagai nama biasa seperti tokoh-tokoh figuran yang lain.

"Kenapa kau ingin melakukannya?"

Silas tersenyum tipis dan memainkan ujung rambuku. "Hak suksesor Raja setelahnya adalah aku, lalu setelah itu adalah Marquez Cane. Menurutmu apa yang akan terjadi?"

"Dia berusaha menjatuhkanmu," jawbaku dengan nada datar.

"Kau benar."

Silas hancur karena tekanan dirinya sendiri ketika semua orang meragukannya untuk menjadi Raja. Dari prespektif ini aku merasa ada okmum khusus yang bertanggung jawab dalam kehancuran Silas. Seseorang yang ingin menjadi pengganti Suksesor kerajaan, dan dia membuat rakyat tidak percaya pada penerus Raja Eden berikutnya.

"Kurasa jika bersamamu, aku bisa menghancurkan mereka sebelum mereka menghacurkanku."

Aku memalingkan wajah. "Entahlah, aku tidak tahu." Yang kufikirkan sejak di sini adalah untuk mencari alur bahagia bagi diriku sendiri, dan membantu yang lain agar tidak mendapat akhir menyedihkan. "Bukankah kau yang membantuku hingga seperti sekarang?"

"Iya memang." Silas tersenyum dan menempelkan rambuku ke ujung bibirnya. "Tapi kau tidak bisa pergi. Karena sepertinya Marquez Cane sudah tidak ingin mencari tahu siapa Parisa, tapi ingin melihat tubuh kakunya juga."

Aku merengutkan dahi dan meneguk ludah berat. Sengiran muncul perlahan di bibirku. "Teranyata kau sengaja membuatku menggali kuburan sendiri ya?"

"Kau sendiri yang masuk ke sarang ular dengan suka rela, dan sekarang kau akan berada di lilitan ku sampai aku tidak dibutuhkan lagi."

Perasaan mencekik sejak awal aku menjalin hubungan dengannya ternyata ini. Memang kesalahan besar aku menjalani hubungan dengan antagonis yang membuat Real dalam cerita sengsara. Harusnya aku berusaha menghindarinya di awal, bukan masuk ke dalam lubang sarangnya. Bahkan sampai membuat hubungan yang lebih erat dengannya seperti sekarang.

"Sudah terlambat untuk berbalik dan pergi bukan?" aku terkekeh.

Silas mengeluarkan sebuah kotak kecil dari belakang tubuhnya. Ada cincin kecil seperti miniatur tiara berlian putih di dalamnya. Dia mengangkat ku sedikit, dan membuaku kembali duduk di sofa. Lalu Silas turun, dan berlutut tepat di bawahku. Ia meraih tangan kananku, dan memasukan cincin itu ke dalam jari maniskku.

"Walau besok pestanya, tapi tidak ada susunan acara tukar cincin di sana. Jadi kurasa sekarang waktu yang pas," ujar Silas seraya mencium punggung tanganku.

Aku terdiam beberapa saat sambil menatap iblis yang sedang mempermainkanku. Kurasa ada banyak mantra yang ia letakkan dalam cincin ini, yang membuatku tidak mungkin lepas darinya. "Apa hanya ada satu cincin?"

"Ada satu lagi, tapi milikku."

"Berikan, aku akan memakainya untukmu."

Dia tersenyum, dan memberikan satu kotak lain yang berisi cincin dengan bentuk yang berbeda namun berlian putih yang sama. Hawanya berbeda dengan cicin yang ia sematkan pada jariku. Cincin ini pasti hanya cincin biasa dan bukan yang sudah di mantrai seperti milikku.

Aku meraih tangannya, dan melakukan hal yang sama seperti ia lalu padaku. Memasukan cincin itu ke jari manis tangan kanannya. Ini hanya saling mamasangkan cincin. Tapi rasanya ada rantai yang melilitku begitu kuat dan semuanya memusat pada Silas. Ini yang terjadi jika kau menganggap remeh iblis bertopeng malaikat satu ini.

##

Acara pesta topeng di mulai. Aku menghela nafas dan memakai topeng hitam yang menutupi bagian mataku. Kupasangkan dengan gaun hitam pendek dan rambutku di buatkan terurai. Sepatu hak tinggi berpita dan kalung hitam yang melingkari leherku menjadi aksesoris pendukung yang sempurna.

Biasanya Lady akan memakainya baju indah dengan warna terang, dan jarang yang memakai gaun setinggi lutut seperti ini, apalgi untuk mereka yang belum melakukan pesta kedewasaan. Namun ini semua keinginan Silas, dan aku lebih nyaman memakai gaun ini daripada berlapis-lapis seperti yang lain.

"Kau nampak cantik Real," ujar Silas. Dia mengulurkan tanganya. "Mari kita masuk ke aula lady." Aku tersenyum dan menggenggam tangannya masuk ke aula pesta.

##

Dress Real


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro