👑35👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dua kuda berhenti di balik pepohonan, menutupi diri dengan pohon-pohon sambil mengintai rumah tua yang sedang di jaga banyak orang. Dua oranh pria yang baru turun dari kuda langsung mengendap-endap agar tidak ketakutan para tentara bayaran di sana.

"Mereka seperti tentara bayaran Marquess Cane, atau cuma perasaan saya saja," cetus Kwan, pria berambut hitam dengan kata sipit.

"Jika benar, mereka sedang mengajak perang. Pakai penutup wajahmu," seru Silas.

Dia menggulung selendang untuk menyembunyikan rambutnya, kemudian menutupi hidung hingga bawah dagunya dengan kain hitam. Kwan juga menutupi setengah wajahnya dengan kain. Mereka masing-masing mengeluarkan pedang.

"Jangan bunuh mereka semua. Kita perlu bukti," seru Silas.

"Dimengerti, saya akan membuat jalan agar anda bisa masuk."

Kwan keluar dari dalam hutan, sambil mengacungkan pedang. Para penjaga yang sadar dengan kehadiran Kwan, langsung menyerangnya secara gerombolan. Kwan adalah prajurit garis depan saat perang, dia adik kandung Xi. Usianya saat ini masih di bawah Silas, namun kemampuan bertarungnya sangat luar biasanya. Dengan kemampuan seperti itu dia harusnya bisa menjadi kstaria tingkat 1 kekaisaran. Namun dia malah lebih memilih bersama Silas walau hanya dengan status prajurit biasa.

Satu per satu orang di sana pingsan. Kwan menggunakan pedang kayu, di mana kayu yang ia gunakan dapat mengeluarkan racun sehingga lawannya akan mengalami kelumpuhan sesaat. Namun dalam jeda itu, Kwan bisa leluasa membunuh mereka dalam satu tikaman. Ketika mulai sepi, Silas ikut menerobos. Satu dua saksi lebih dari cukup. Sisanya akan di bunuh langsung oleh Silas. Tak perlu waktu lama untuk membuat darah melumuri pedang Silas. Bahkan sepatunya kini membuat jejak kaki darah.

Silas masuk ke dalam, dan matanya melongok ketika melihat Dhara tergeletak di lantai sambil memegang pistol. Kepalanya berdarah, ada seseorang yang memukulnya dengan keras. Silas berlari mendekati tubuh Dhara. Bawah mata dan keningnya mulai menuekuk. Eraman terdengar darinya.

"Awas saja jika Real terluka. Marquess Cane harus membayar mahal."

"Tuan kebakaran!" Teriak Kwan dengan keras sambil menunjuk lantai dua yang sudah di penuhi asap.

Silas nampak panik, ia berlari terbirit-birit menaiki tangga. "Bawa pelayan itu keluar!" Perintahnya pada Kwan.

Api belum menyebar, dan masih tetap berada di saru ruangan yang sepertinya merupakan sumber api berasal. Silas melepas gulungan rambut, dan membuka kain yang menutupi wajahnya. Pantas saja hanya ada tentara bayaran di luar. Sedangkan di dalam hampir kosong. Begitu mendapat pita kuning milik Real, Silas sadar ada sesuatu yang tidak beres. Dia mengawasi dari cincin yang ia pasangkan ke Real. Dia langsung mengejar Real ketika merasa ada pergerakan aneh darinya. Andai mereka tidak dengan sengaja menghacurkan jalan, mungkin Silas bisa sampai lebih awal.

Pintu ruangan itu terkunci, sehingga tidak ada pilihan selain Silas menendangnya. Pintu kayu yang sudah mulai kepanasan hancur dalam sekali tendangan, dan benar saja, dia melihat Real yang terbaring lemah di tengah ruangan. Tidak hanya itu, terdapat luka di tangannya yang terus mengalir darah.

"Real!" Teriak Silas.

##

Api mulai merambah, tidak hanya dari lantai dua rumah, tapi juga mulai membakar lantai bawah. Satu per satu tiang habis terbakar, sehingga rumah itu mulai roboh. Kwan membalut kepala Dhara dengan kain, setidaknya Dhara masih bisa bernafas normal.

Hentakan kuda terdengar, pasukan berseragam lengkap datang ke lokasi ini. Hester turun dari kuda, ia memicingkan mata ketika melihat Dhara yang tergelar tidak sadarkan diri, sedangkan Kwan di sampingnya.

"Kau!" Gertakknya. Dia hampir saja menarik pedang jika tidak mendengar Grand Duke memanggil seseorang.

"Putra mahkota!" Seru Ryan.

Dia melihat Silas keluar dari kobaran api dengan pakaian kotor yang bercampur darah. Bukan hanya itu yang membuat Ryan tercengang. Namun juga karena Silas menggendong Real yang juga tidak sadarkan diri. Entah kenapa perasaan Ryan aneh melihatnya. Ryan turun dari kudanya, dan memberi salam pada Silas.

Wajah Silas benar-benar tidak bersahabat sekarang, sangat menakutkan, dia nampak sangar marah dan siap membunuh siapapun. Silaa mengabaikan salam dari Ryan, dan melewatinya begitu saja.

"Kudaku lamban. Jadi kupinjam milikmu," ujar Silas. Tanpa dipersilahkan Silas langsung naik ke kuda yang tadi di bawa Ryan. Bersama dengan Real di pangkuannya. "Pinjamkan satu kuda lagi untuk membawa pelayan itu."

"Setidaknya bisakah yang mulia menjelaskan hal yang terjadi?" Tanya Hester tergesa-gesa. Namun pertanyaan itu justru di balas tatapan sinis dari Silas. Bahkan Ryan menegurnya dengan lirikan mata.

"Tanyakan saja pada orang yang masih hidup di sini. Tempat ini merupakan bagian dari Duchy Lote. Kuharap anda tidak terlibat yang mulia Grand Duke."

"Saya akan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan ini," jawab Ryan.

Silas tidak terlalu peduli jawaban Ryan. Dia langsung mengibaskan tali, dan dengan cepat membawa kuda itu pergi dari sana. Kwan juga mengambil kuda mikik Hester, lalu mengejar Silas. Ryan tanpa membuang waktu langsung memerintahkan semua untuk membawa orang-orang yang masih hidup. Api saat ini melalap seluruh bangunan. Rumah ini menggunakan kayu yang mudah terbakar. Hanya orang bodoh yang menggunakan tempat ini sebagai rumah tinggal. Jelas sekali ini rencana yang sudah disiapkan matang.

###

3 hari berlalu, dan Real masih belum sadarkan diri. Dia menghirup banyak asap, dan ada racun yang masuk ke tubuhnya. Silas duduk di samping tubuh Real yang nampak seperti sedang bermimpi indah. Terkadang tangan Real terasa panas, namun kadang juga sangat dingin. Sedangkan untuk Dhara, dia sudah sadar begitu diberi perawatan. Namun karena luka di kepala, dia perlu mendapatkan perawatan lebih selama 3 hari ini.

Ini pertama kalinya Dhara melihat Real sejak mereka di rumah itu. Rasa bersalah karena meninggalkan Real saat itu memenuhi fikirannya. Andai dia tetap bersama Real, mungkin mereka bisa meloloskan diri bersama-sama dengan selamat dan tidak perlu terluka seperti ini. Dan jika Silas tidak datang tepat Waktu, mungkin Real sudah tiada di bakar api.

"Dalang ini adalah Lady Carina Cane. Dia nampaknya cemburu pada Lady Real, dan berniat untuk memisahkan kalian berdua. Namun saya tidak mengira bahwa lady Cane akan melakukan sejauh ini," ujar Dhara mengatakan semua yang ia tahu.

"Lady Cane tidak terlihat lagi sejak 3 hari ini," sambung Kwan yang berdiri di samping Silas.

Silaa berdecak kesal. "Sepertinya mereka benar-benar sedang mengajak perang." Silas berdiri dan mendekati Dhara. "Lalu untukmu, aku punya hukuman khusus karena kau meninggalkan majikanmu."

Dhara hanya bisa diam sambil terus menundukkan kepala. Silas menyodorkan sebuah amplop kertas dan kalung berlian yang sama dengan miliknya pemberian Real. Hanya di sodorkan benda seperti itu Dhara langsung mengerti apa yang diinginkan Silas untuk ia lakukan.

"Saya harus menyusup ke kediaman Marquez Cane. Seperti itu kan yang mulia?"

"Untung saja kau cerdas. Kau bisa pergi setelah berpamitan dengan Real. Jangan sampai Real atau siapapun tahu tentang ini. Dan juga, jika kau masih menyayangi bayi kecilmu."

Dhara mengehela nafas berat. Rasanya dia baru saja di dorong ke lautan penuh hiu yang akan membunuhnya jika Dhara salah langkah. Namun tidak ada pilihan, karana Silas sendiri yang memerintam Dhara. Lagipula ada satu hal yang membuatnya harus melakukan pekerjaan ini. Ada waktu sesaat untuk Dhara menceritakan rahasianya pada Real. Lalu berpamitan, dan berharap mereka bisa bertemu lagi. Tanpa ragu Dhara mengambil kalung dan amplop itu dari Silas.

###










Jangan lupa Follow, Vote, dan Koment ya ₍₍ ◝( ゚∀ ゚ )◟ ⁾⁾

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro