👑34👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lady, kemungkinan tangan kita nanti akan diikat. Jadi bawa ini," Dhara memberiku pisau kecil.
Melihat kereta melaju seperti ini sudah bisa diduga dengan mudah bahwa kami sedang di culik. "Selipkan di lengan baju Lady. Mungkin saat melepaskan tali tangan Lady akan terluka. Tapi itu lebih baik daripada saya kehilangan kepala."

Bahkan di detik ini pun dia masih sempat bercanda. "Kalau begitu bawalah ini." Aku mengintip kusir yang tidak memperhatikan dalam kereta. Lalu ku ambil pistol yang selama ini terselip di balik rokku. "Kau pasti bisa memakai pistol."

"Apa anda yakin? Anda bisa menggunakan ini untuk melawan nanti dibandingkan pisau kecil."

Aku memberi senyum kecil. "Aku percaya padamu. Lagipula pisau ini lebih dari cukup. Kau bisa melepas ikatan tali kan?"

"Tentu, itu pelajaran dasar saat aku tinggal bersama orang itu." Wajah Dhara terlihat murung. Orang yang ia maksud adalah ayah biologisnya. "Lady harus membayar saya mahal nanti."

"Itupun jika kita selamat." Dalam hati aku mengatakan 'Tidak sabar bertemu dengannya'.

###

Gadis berambut merah muda tersenyum lebar sambil memainkan kaki ke arahku yang terduduk. Dia sangat bahagia melihat seseorang yang tadinya berada di atas, kini nampak lebih rendah dari kakinya. Dia bahkan lebih gila sekarang, aku mulai ragu dia saudariku yang sama. Atau mungkin memang seperti ini sifatnya, hanya saja kami dulu yang tidak pernah dekat sehingga aku tidak tahu.

"Ryan akan datang ke sini menyelamatkanmu. Dan dia pasti tidak akan langsung membawamu ke istana, tapi ke Duchy Lote. Di saat itu aku akan membawa Silas padamu. Berani bertaruh dia akan bagaimana melihat kau tidak pulang semalaman, dan justru berada di mansion Grand Duke," ujar Carina.

"Daripada bertaruh seperti itu, Kenapa kita bertaruh apakah Silas lebih percaya pada orang yang di anggap musuhnya, atau aku?" Aku tersenyum sinis.

Wajahnya nampak tidak suka. "Tersenyumlah sesukamu. Sekalipun dia tidak percaya padaku, aku masih punya bidak lain. Ahahahah!" Suara tawanya yang membuat telingaku berdengung.

Ada 4 orang penjaga dengan baju serba hitam, kurasa meraka adalah tentara bayaran. Sudah rahasia umum beberapa orang yang ingin keluar dari krisis ekonomi melamar menjadi tentara bayaran pada Marquess Cane. Mereka termaksud ilegal, selama tuannya memberi upah pada mereka, tidak ada hal lain yang perlu di fikirkan. Mereka akan melakukan perintah apapun, sekalipun mereka sakit ataupun anggota tubuh terpotong, bahkan ketika mereka harus memiliki antara membunuh saudaranya atau tidak, tuannya tidak akan peduli karena dia sudah membayar. Dan lagi, kalaupun anggota tentara bayaran ini hilang atau mati, Marquess tidak perlu melakukan apapun dan menganggapnya bukan hal yang penting.

Dhara duduk di sampingku, dari sorot matanya aku sadar dia sedang memberi isyarat padaku. Permainan yang sesungguhnya sudah tiba. Aku kembali melebarkan senyuman padanya, dan sekali lagi Carina memberi ekpresi kesal padaku.

"Kau tahu, aku selangkah lebih maju di depanmu," ujarku.

"Apa?" Dia nampak kebingungan.

Dor ... Dor ... Dor ... Dor ...

Di saat Carina terfokus padaku, Dhara sudah melepaskan ikatan tangannya. Dia langsung berdiri, dan menembak 4 penjaga sekaligus yang berdiri berjajar di samping Carina. Walaupun mereka semua hanya pingsan untuk beberapa waktu, namun itu lebih dari cukup. Akupun juga sudah melepaskan ikatan ini, walau benar kata Dhara, tanganku terluka karena terburu-buru memotong tali. Aku berdiri dan mengangkat kedua tanganku yang sudah bebas.

Carina mulai panik, ia berdiri dan melempar kursi yang ia duduki ke tembok sehingga menimbulkan suara keras. "Jangan merasa menang dulu, dengan suara gaduh itu orang-orang akan datang."

"Kau benar, itu pun juga berlaku untukmu," aku menatap Dhara. "Keluarlah dulu." Dhara mengangguk dan berlari menuju pintu.

"Hei! Mau kemana kau!" Teriak Carina.
Dia berusaha mengejar dan mengehentikan Dhara keluar, namun aku dengan cepat menjambak rambutnya dan menariknya kebelakang hingga ia jatuh ke lantai. "Kyaaa!" Rintihnya.

"Jangan pergi dulu, kita masih ada urusan," ujarku.

Tangannya mencari sesuatu untuk di genggam, dan mendapati potongan kaki kursi yang terlepas tadi. "Awas kau!" Carina memegangnya dan mengarahkan gagang kayu itu padaku.

Untung aku segera menghindar, atau tidak tubuhku akan terhantamnya. "Sepertinya kau sudah terbiasa dengan tubuh Lady yang lemah." Kami saling bertatapan. "Bukankah kita bisa berdamai, dan tidak perlu melakukan ini. Bukankah lebih baik menjalani kehidupan ini dengan cara masing-masing?"

Dia sempat terdiam beberapa saat. "Kau benar, mari kita jalani hidup dengan cara masing-masing."

Entah apa benar apa yang ia katakan. "Kalau begitu kita akhiri ini dengan damai." Aku membalikan badan dan menuju ke pintu.

"Akan lebih baik jika kau mati," sentaknya.

Mendengar ucapan itu aku kembali menyerongkan badan, dan mendapati Carina sudah memegang tusuk rambut yang sempat menghiasi rambutnya tadi. Dengan cepat ia berlari mendekatiku. Untungnya aku berhasil menghindar walau lenganku tergores dan berdarah. Dia tidak mau menyerah, dan segera menyerang untuk kedua kalinya. Tidak ada pilihan, aku mengeluarkan pisau kecil yang kudapat dari Dhara, dan mengarahkannya pada Carina.

Creesss ....

"Kyaaa!"

Teriakan kesakitan mendengung keras. Tetes darah menetes dari ujung pisauku, dan tusuk yang Carina bawa terjatuh ke lantai dengan terlumur darah. Garis panjang yang cukup dalam nampak di telapak tanganku. Sedangkan garis yang lebih panjang muncul dari alis sampai pipi Carina.

"Apa yang kau lakukan bajingan! Wajahku ... Tidaaak!" Histerisnya.

Aku tersenyum lebar dengan sorot mata tajam ke arahnya. "Wajah adalah harta paling berharga bagi Lady."

"Beraninya kau! Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja," ancamnya padaku.

Aku melangkah mundur, namun seseorang langsung memegangku dari belakang. Aku tersentak, karena orang itu adalah salau satu tentara bayaran Marquess Cane. Kalau begitu Dhara?

"Ahahahah ... Sepertinya pelayan itu sudah mati," seru Carina.

Sambil memeganggi bagian wajahnya yang terus mengeluarkan darah, dia berjalan menuju tempat lilin. Satu per satu lilin di tempat ini ia jatuhkan ke lantai yang terbuat dari kayu. Dia juga menjatuhkan buku-buku dan meletakan api ke atas tumpukan buku itu.

"Kau akan membayar mahal hal ini," gumamnya.

Orang di belakangku membekap mulut dan hidungku dengan kain yang tercium bau sangat aneh. Aku berusaha melepaskan diri, namun orang itu lebih kuat dan besar dari tubuh Real. Bereteriakpun tidak bisa, namun aku terus meronta-ronta. Perlahan-lahan tubuhku lemas, pandanganku mulai kabur, aku sudah tidak punya tenaga lagi untuk melawan. Tubuhku dilempar ke tengah ruangan, di mana api mulai menyebar dari pojok-pojok tempat itu. Aku tidak bisa melakukan apa-apa bahkan mendengar selain suara kobaran api. Lalu sebelum kesadarnku hilang, aku melihat Carina dan tentara bayaran itu pergi meninggalkanku.

Jadi seperti ini akhirnya? Real akan mati di umur yang semestinya. Sebentar lagi tubuhku akan terbakar. Ironisnya, yang melakukan ini adalah saudariku. Orang yang juga membuat hidupku menderita dulu. Dan mungkin jika aku lemah, aku akan mati bunuh diri dan menyalahkannya. Tidak masalah untuk sekarang, kuharap jika ini selesai, aku bisa kembali menjadi Ria. Dan menjalani hidupku yang monoton seperti dulu.

"Real!" Seseorang memanggilku.

####













.





Jangan lupa Follow, Vote, dan Koment ya ₍₍ ◝( ゚∀ ゚ )◟ ⁾⁾

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro