👑33👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Anak kecil berambut coklat kemerahan keluar dari butik Madam Florentina. Dia nampak sangat senang di dalam, melihat berbagai macam gaun indah yang sama sekali belum pernah ia lihat. Walau di dalam tadi, Anais hanya diam dengan mata berbinar-binar, kurasa dia takut diusir jika melakukan kesalahan.

"Lady, saya tidak sabar melihat anda memakai gaunnya," seru Anais dengan semangat.

Aku tersenyum. "Dengan gaun sebanyak itu, mungkin masih ada sisa sampai musim depan." Aku melirik Dhara yang memasang wajah acuh. "Bukankah gaun tadi terlalu banyak?"

Dia kembali merengut. "Sebenarnya itu masih kurang, anda bahkan belum bisa memenuhi ruangan gaun dengan semua tadi."

"Silas sudah memberiku banyak gaun, dan lagi gaun yang kubawa dari Mansion masih banyak."

"Anda sekarang tinggal di istana, semua mata tertuju pada anda sekarang. Anda tidak bisa memakai baju yang sama dua kali. Dan lagi, semua gaun yang anda bawa itu gaun musim panas, bukan dingin. Desainnya juga sekelas bangsawan rendah karena anda menjual semua gaun bagus anda dulu. Beruntung madam Florentina berbaik hati memberi anda gaun terbaru walau sebenarnya sudah ada yang memesan," ujarnya panjang lebar.

Aku tidak bisa berdebat dengan Dhara tentang ini. Memang yang ia katakan benar, walau bagiku sedikit berlebihan. Berganti gaun berulang kali sangat melelahkan, apalagi sekarang aku harus memakai korset dan gaun berlapis sesuai etika kerajaan. Sangat pengap dan gerah walau sekarang memasuki musim dingin. Rasanya aku ingin segera mengakhiri kontrak dengan Silas, dan hidup bebas.

Kami berjalan menuju kereta kuda yang sudah terparkir di depan butik. Kusir turun dan membukakan pintu untukku. Namun ada yang aneh, kusir itu nampak berbeda dari yang tadi. Seingatku kusir sebelumnya bertubuh lebih kecil, dan sedikit lebih tua. Namun ini, dibanding kusir, postur tubuhnya lebih pantas untuk seorang ksatria.

"Lady, anda tidak masuk?" Tanya Bea yang sedari tadi menungguku masuk lebih dulu. Aku harus masuk duluan, baru setelahnya para pelayan bisa ikut masuk dan pulang ke istana.

"Ah, aku lupa sesuatu." Aku mendekat pada Bea, dan mengeluarkan pita kuning dari dalam sakuku. "Ini milik kenalanku, aku lupa mengembalikannya. Bisakah kau mengembalikannya?" Ujarku.

"Kenalan? Baiklah lady, saya harus ke mana?"

"Ada kedai di pertigaan jalan di samping kompleks Parisa. Dia bisanya berjaga di sana. Sekalian aku ingin makan sate daging di pasar. Bisakah kau melakukannya?"

Bea tersenyum dan mengangguk. "Baiklah lady."

"Ajak Anais sekalian, dia jarang jalan-jalan sejak di istana. Aku akan pulang duluan bersaman Dhara."

Dia kembali mengangguk dan menggandeng tangan Anais. Aku tersenyum dan langsung masuk ke dalam kereta di susul Dhara. Lagi-lagi kusir itu tersenyum, dan menutup pintu dengan tatapan mencurigakan. Dhara nampak biasa saja, tetap merengut seperti ketika kami baru keluar dari butik.

Kuda mulai bergerak, menarik kereta untuk maju ke depan. Awalnya dia bergerak stabil, namun ketika keluar dari tempat ramai, kereta berjalan lebih cepat. Dia bahkan tidak peduli kereta terguncang karena menabrak sesuatu di jalan.

"Kurasa dia kusir baru," gumanku.

Dhara sudah mulai curiga, dia mengeluarkan sesuatu dari balik gaunnya. Dia juga berusaha menggoyangkan pintu dan jendela, semua terkunci dari luar. Dan kepanikan pun mulai merambat di ekpresinya. Dhara menatapku, aku tidak bisa mengatakan apapun selain bermain anggukan kepala. Aku memutar-mutar cincin yang kukenakan. Setidaknya selama aku memakai ini, semua akan sedikit aman.

Kereta melaju dengan cepat keluar jalur, saat ini dia mengarah menjauh dari arah istana. Kami tidak bisa berbicara pada kusir, karena dia juga menutup jendela penghubung antara penumpang dan kusir. Dan lagi, kereta milik kerajaan kedap suara. Benar-benar tidak ada jalan keluar dari semua ini sampai kereka berhenti dengan sendiri.

Kami kini masuk ke dalam hutan, aku menatap sekeliling, tidak ada pandangan lain selain pepohonan. Seperti wisata kemah saat aku masih sekolah, setidaknya saat itu ada kabel-kabel yang melintas, sedangkan sekarang hanya ada burung-burung yang meluncur di langit biru. Aku mulai menebak-nebak siapa dalang semua ini.

2 jam penuh keheningan berlalu, akhirnya kereta berhenti. Ini pasti sudah sangat jauh dari istana, bahkan pemungkiman kota. Pintu terbuka, dan yang pernah kulihat adalah orang-orang yang memakai penutup wajah berpakaian serba hitam. Mereka menyeret Dhara keluar lebih dulu, dan langsung mengikat Dhara. Dhara sempat memberontak, namun tenaganya tidak sepadan dengan pria bertubuh besar di sana.

Lalu giliran aku di tarik keluar, mereka sengaja menarikku keras sampai aku terjatuh ke tanah. Salah satu dari mereka memegang kedua tanganku dari belakang, dan satunya lagi mengikatnya.

Dua pasang sepatu mewah berwarna merah mengkilat berada di hadapanku. Tebakanku memang benar, sudah kuduga itu. Carina tersenyum sambil menatap rendah ke arahku.

"Kejutan," ucapnya dengan suara nyaring. Aku tidak ingin menjawabnya dan hanya diam sambil mengigit sedikit bibirku. Dia mendekatkan tubuh ke arahku. "Jangan takut, selama kau mengikuti semua instruksiku kau tidak akan terluka."

Aku Menyengir padanya. "Padahal kau bisa berbicara baik-baik padaku. Kenapa kau justru membuang-buang banyak waktu dan uang demi kejutan ini?"

Senyumannya hilang. "Karena dengan ini semua akan berjalan lebih cepat." Matanya menoleh kepada orang-orang itu. "Bawa dia ke penjara. Kurasa lady bosan tidur di istana."

Dia kembali tersenyum, senyum yang sangat familiar. Tidak ada yang berubah dari senyum sombong yang merasa bahwa kemenangan akan selalu ia gapai. Di saat seperti ini benar-benar sulit untuk menahan diri.

"Lihat saja apa keinginanmu bisa terwujud sekarang," seruku sebelum mereka membawku pergi.

"Tunggu dulu!" Carina menarik belati dari salah satu orang. Dia berjalan mendekatiku. "Mari bertaruh siapa yang menang," ujarnya. Dia menggenggam ujung rambuku, dan memotongnya dengan belati. "Hanya keturunan Danae yang memiliki rambut seindah ini." Aku terdiam dan tak memberi tanggapan apa-apa. "Bawa dia masuk!" Serunya lagi. Aku bisa melihat senyum kemenangan di bibirnya.

###

Sepucuk surat datang dengan sangat cepat, tidak hanya selembar kertas, malainkan juga seikat rambut indah seputih salju lengkap dengan robekan gaun berwarna kuning. Pria itu mengeram, dan meremas kertas itu sampai terrobek dengan sendirinya.

"Yang mulia, apa semua baik-baik saja?" Tanya pria bermata satu di sampingnya.

"Tidak," jawab Ryan dengan cepat. Ia memakai jasnya, dan mengambil pedang yang terletak di ujung ruangan. "Hester, kumpulan semua kstaria Lote yang ada."

Hester bingung mendengar itu. "Apa ada hal yang genting yang mulia?"

"Ini sangat genting," Ryan kembali merapatkan giginya sampai berbunyi. "Jika dia tidak selamat, aku akan menghancurkan kerjaaan ini. Cepat bergerak!" Ryan berjalan cepat keluar ruangan, dia bahkan membanting pintu dengan keras.

Melihat tuannya yang tanpa tidak baik, Hester yang bisa diam dan memendam pertanyaannya. Dia mendekati salau satu kstaria yang berjaga di depan ruangan Duke.

"Kumpulan semua kstaria di depan mansion dengan seragam lengkap!"

"Baik tuan!" Kstaria itu lalu berlari dengan cepat meninggalkan Hester.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro