👑45👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pria itu mendekati Silas yang baru selesai menari dan ingin mengejar Real. Keduanya menepi, ke tempat yang cukup sepi. Mereka memberi tatapan seperti dua orang saling kenal, namun tetap was-was. Pria itu memiliki kulit gelap, yang berarti dia orang asli Cleopat, penampilannya pun sangat melokal.

"Marquess melakukan pertemuan dengan Raja setelah kau pergi," ujar pria itu pada Silas dengan suara pelan.

"Apa putrinya terlihat?"

Pria itu menggeleng. "Ada kabar Marquez mengirim putrinya ke desa untuk pengobatan."

"Itu hanya dalih bagi mereka untuk tidak datang ke persidangan," sahut Silas.

"Tuan benar, Grand Duke terus meminta Lady Cane datang ke persidangan, namun Marquez mengatakan putrinya sedang tidak sehat."

Silas menyengir. "Dia sangat menyayangi putrinya sampai menjadi buta." Dia mengehela nafas panjang. "Kirim orang-orang ke setiap perbatasan. Cek semua orang yang keluar dari ibu kota. Pastikan tidak ada yang terlewat, sekalipun mereka keluar dari lubang tikus."

"Baik tuan, saya akan mengabari orang di Cinder? Tuan sendiri, berapa lama anda akan di Cleopat. Raja Cleopat semakin antipati dengan Cinder."

"Tidak tahu, tapi selama ada kau dan yang lain,aku aman di sini," Silas memegang pundak pria itu, dan pria itu memberikannya senyum.

"Saya pergi dulu tuan, selamat menikmati kencan anda," sahut pria itu sebelum meninggalkan Silas. Dia pergi ke gang gelap, dan menghilang di telan kegelapan malam.

Beberapa tahun yang lalu, niat ingin mengambil persediaan yang dicuri, Silas justru menemukan tempat penjualan Budak ilegal di perbatasan. Cleopat masih menerapkan sistem budak waktu itu, namun setelah Raja baru naik tahta, sistem itu dihapuskan. Di sana Silas mendapati puluhan budak baik wanita maupun pria, salah satunya adalah Qi dan Kwan yang berasal dari benua lain. Silas menawarkan kebebasan untuk mereka, dan sisanya ia tawarkan untuk menjadi bawahannya.

Hampir semua budak yang ia selamatkan setuju menjadikan Silas tuannya. Berbeda dari kehidupan budak biasa, mereka bebas melakukan apapun di bawah Silas, bahkan memiliki kehidupan seperti orang normal. Namun saat Silas memberi tugas, mereka harus siap melakukannya. Walaupun begitu Silas selalu mengatakan bahwa mereka harus mengutamakan nyawa sendiri, daripada tugas yang Silas berikan.

Bawahan Silas menyebar,baik di Cinder, bahkan ada yang di luar kerjaan seperti Cleopat. Selanjutnya, Beberpa orang juga bergabung dengan Silas baik sukarela, atau yang ingin balas budi dengan Silas. Entah berapa banyak mata yang dimiliki Silas sekrang. Dan untuk para pengkhianat, Silas memberi pilihan untuk diam, atau mati.

Silas menoleh ke belakang, dia panik karena tidak mendapati keberadaan Real. Silas mulai mencari, namun sulit karena krumanan tadi sudah mulai membubarkan diri. Sebentar lagi waktunya kembang api dilepas, sehingga mereka akan berkumpul di alun-alun atau atap rumah untuk menikamnya.

Tidak perlu waktu terlalu lama dari tang difikiran Silas untuk menemukan Real. Dia melihat Real duduk di kursi panjang pinggir jalan sedang berbicara dengan seorang nenek. Ada yang tidak beres dengan Real, wajahnya terutama pipi memerah, tubuhnya bergerak tidak biasa saat berbicara dengan nenek itu. Jika biasanya dia akan merengut dan memandang Silas sebagai musuh, namun kali ini saat Silas mendekati Real, Real malah tersenyum lebar pada Silas.

"Silaaaaas!" Teriak Real seraya berdiri dan memeluk tubuh Silas. "Akhirnya kau datang," nada Suara Real terdengar aneh.

Silas hafal bau khas manis ini. "Apa kau mabuk?"

"Mana mungkin aku mabuk, aku minum sedikit," jawab Real dengan menggesekkan pipi ke tubuh Silas.

Silas terdiam, ini situasi yang cukup berbahaya. "Hei hentikan," tegur Silas sedikit kelas. Namun dia justru mendengar kekehan dari nenek itu.

"Dia anak yang manis," ujar Nenek itu yang masih tertawa kecil.

"Apa kau yang memberikan minuman itu?" Tanya Silas, dia ingin melepas pelukan Real, tapi setelah difikirkan sangat langka Real mau memeluknya seperti boneka seperti ini, jadi dia membiarkannya. Dan lagi, Real sekarang nampak sangat manis. Silas tidak sadar dirinya tersenyum saat memperhatikan wajah Real.

"Sudah tradisi seorang nenek memberikan minuman ke cucunya saat festival. Aku sedikit kecewa kau tidak mengenalkanku padanya."

Silas tertawa menutupi rasa bersalahnya. "Maaf, dia yang tidak memberiku kesempatan berbicara tadi," jawab Silas. Dia mencubit pipi Real yang merah, wajahnya sangat lucu ketika merintih sakit.

Real yang kesal melepas pelukannya, dan berjalan pergi meninggalkan Silas. Namun sebelum pergi terlalu jauh, Silas memegangnya. Akan merepotkan jika Real berjalan sendiri dengan kondisi mabuk. Dia sangat manis hingga menggugah selera para predator. Tidak terkecuali Silas sendiri.

Nenek itu tersenyum kecil. "Aku tidak pernah melihatmu seperti ini sejak Lina meninggal."

Silas merenungkan ucapan itu. Dia kembali menatap Real. "Jika difikiran, akhir-akhir ini terasa sangat menarik."

"Aku senang, dan Lina pasti juga senang. Lain kali, ajak dia ke rumahku," ucap nenek itu yang kemudian berbalik dan berjalan menjauh dari sana.

Silas meluruskan bibirnya dan menyipitkan matanya. Ia melambaikan tangan Real, kapan lagi Real mau diperlakukan seperti boneka. Saat ia sadar, bisa-bisanya dirinya habis duluan. Silas sering kali harus menggunakan tipuan dan sedikit ancaman agar Real mau menurut. Dia tidak seperti gadis biasa yang bahkan rela membuka pakaiannya ketika Silas meminta mereka.

"Apa kau mengenal nenek itu?" Tanya Real dengan wajah penasaran.

Silas terkekeh, "Dia nenekku," jawab Silas dengan sekali lagi mencubit pipi Real.

Ini fakta yang disembunyikan, semua hanya tahu Lina diadopsi oleh keluarga Lote, tapi tak banyak yang tahu asal usul Lina. Lina sebenarnya punya seorang ibu, namun karena satu hal, dia dan ibunya dipisah. Ibu Lina sendiri dikirim ke Cleopat tanpa kesempatan untuk bertemu anaknya. Dan anakanya berstatus budak di Cinder. Lina bisa kembali bertemu dengan ibunya saat dirinya sudah menjadi Permaisuri, dan di sana Silas mengenal neneknya. Namun sampai akhir hidup Lina, dia tidak pernah mengungkit ibu kandungannya, dan semua orang yang tahu tentang itu sudah Silas habisi.

Tidak puas dengan jawabnya, Real merengut. "Kau itu menyebalkan, kenapa juga aku bisa berurusan dengan orang sepertimu," ocehnya seraya melepaskan diri dari Silas. Real berjalan menjauh dari Silas, dan Silas berajaln tepat di belakangnya.

"Kenapa kau mengatakanku menyebalkan? Padahal aku orang tertampan di kerajaan."

"Itu karena aku seorang pangeran, mana ada gadis yang tidak mengatakan kau tampan. Kecuali aku tentunya. Lagipula kau itu sikopat, jika ada psikiater akan ku kirim ke sana."

Silas tidak paham dengan istilah-istilah yang dikatakan Real. Dia hanya tersenyum dan menjawab seadanya. "Tapi kau nyatanya tetap bekerja sama denganku. Padahal kau bisa mengajak orang lain."

"Itu karena terdesak. Sejujurnya aku menyesal bekerjasama denganmu. Kau bilang aku selalu mengambil bagian lebih banyak. Padahal kau juga seperti mengikatku agar tidak kabur seperti hewan peliharaan," lanjut Real.

Silas tidak bisa lagi menahan tawanya. Dia memegang tangan Real, dan menariknya ke belakang. Real terkejud, dia mendangakan kepala untuk menatap Silas. "Benar, jika bisa aku ingin mengikatmu agar kau tidak pergi dariku. Sekalipun aku harus mengurungmu di sangkar emas. Aku ingin menjadikanmu burung yang hanya bisa aku seorang nikmati bulu indahnya, dan suaranya." Silas menggunakan tangannya untuk menyisir rambut Real, dia merusak kepang rambut Real hingga saat ini tergerai ke bawah.

Satu kembang api besar meletus ke langit, Real melepas pandangannya ke Silas, dia membalikkan badan dan kegirangan ketika melihat langit yang kini berwarna warni disertai percikkan cahaya. Dalam waktu Singkat, puluhan kembang api meletus di langit. Suaranya sangat keras hingga membising ke telinga orang-orang. Real tidak peduli, dia nampak sangat terpukau dengan semua kembang api itu. Dia tidak sadar Silas saat ini sedang menutup telinga Real agar tidak sakit karena suara kembang api. Di saat orang-orang menikmati indahnya kembang api di langit, Silas justru menatap Real yang nampak sangat Senang, seperti anak kecil.

Real menatap Silas, mereka sempat saling menatap beberapa saat sebelum Real tersenyum kepada Silas. "Sudah kuduga, kau tokoh cipataanku yang paling keren. Pantas saja banyak orang yang menyukaimu padahal kau seorang villain."

Sekali lagi Silas tidak paham ucapan Real, tapi kali ini ia merasa itu berarti bagus, mungkin. Silas tidak mengatakan apapun, karena suaranya tidak mungkin terdengar jelas oleh Real, dan lagi Real mungkin akan melupakannya karena sedang mabuk. Dia memilih melakukan dengan tindakan, yaitu mengecup bibir Real walau hanya sebentar. Lidahnya tidak sengaja merasakan sisa minuman di bibir Real.

"Sidak kuduga, minuman itu sangat manis," gumamnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro