👑46👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wanita berkemeja hitam dengan celana jeans navy berdiri di samping pagar pembatas jembatan sungai besar. Senja samar-samar mulai mengurangi mega merahnya. Para pekerja lalu-lalang untuk kembali ke rumah masing-masing. Entah dengan berjalan di pinggir jembatan, atau melewati jembatan dengan kendaraan yang mereka banggakan.

Rambut pendek hitamnya berkibar di terpa angin sore. Earphone hitam menempel di kedua telinga, sedangkan matanya menatap layar ponsel. Senyum kecil terbesit di bibirnya, saat ia membalas ucapan yang terdengar melalui earphone itu.

"Maaf aku tidak bisa mengucapkan ulang tahunmu secara langsung. Hari ini tunanganku mengajak pergi berlibur. Jangan khawatir, aku sudah mengirimkan kado," ujar seseorang dari telfon.

Wanita itu tersenyum. "Jangan khawatir, setidaknya ada yang mengucapakan."

"Haaa ... Apa tidak ada yang mengucapakannya selain aku?"

"Aku sengaja tidak memberitahu siapa-siapa. Siapa tahu ada yang mengingatnya. Ternyata tidak." Wanita itu membalikkan badan, dan meletakan kedua tangannya di atas pagar sambil menatap lurus cakrawala. "Orang tuaku pun seperti tidak ingat. Padajal mereka selalu merayakan ulang tahun Rina."

"Sudahlah Ria, jangan terus mempersalahkan hal itu. Lihatlah sekarang, hidupmu sudah cukup membaik. Kau bisa mencari kebahagiaan sendiri."

Ria menatap sungai yang sangat jauh dari jembatan ini. Entah berapa dalam sungai ini. Ria memungut batu, dan menjatuhkannya ke dalam sungai. Namun dia tidak dapat mendengar apa-apa.

"Ngomong-ngomong ceritamu 'Love Rose' sangat banyak penggemar. Keputusan yang bagus menguploadnya lagi di web itu."

"Itu hanya cerita sampah yang kubuat saat SMA. Sudah berapa tahun itu," jawab Ria. Dia menatap langit yang mulai menghitam.

"Tulislah beberapa cerita lagi. Mungkin kau akan menjadi penulis terkenal seperti impianmu saat SMA dulu."

"Entahlah, aku terlalu sibuk." Ria bahkan tidak yakin masih paham dasar-dasar menulis cerita. Dia tidak pernah menulis cerita lagi sejak kejadian itu. "Sepertinya aku akan merayakan ulang tahun dengan berbeda tahun depan." Senyum Ria melebar, dia menghela nafas panjang.

"Benarkah? Seperti pesta perayaan?"

"Mungkin seperti itu."

"Baiklah aku akan datang. Ah- sepertinya aku harus pergi, sekali lagi selamat ulang tahun Ria." Telefon itu tertutup begitu saja sebelum Ria mengatakan apapun.

Dia adalah sahabat? Teman dekat? Yang ia miliki dari SMA dan menjadi saksi semua penderita yang Ria alami. Mereka bersama cukup lama, dan akhirnya tetap berpisah. Di bandingkan Ria, dia punya kehidupan yang bahagia dan juga normal. Keluarga harmonis, teman-teman yang baik, dan kekasih. Entah berapa banyak Ria merasa iri, dia bahkan sempat menjauh karena perasaan itu.

Ria menatap lurus, ke arah matahari yang sudah hampir tenggelam. Dia melepas earphone dan membanting ponselnya begitu saja ke trotoar. Tempat ini mulai sepi ketika lampu-lampu jalan menggantikan cahaya matahari. Sekarang dia hanya mendengar suara mesin kendaraan daripada langkah kaki.

"Maaf aku berbohong, tahun depan tidak akan ada pesta." Mata Ria menatap layar ponsel yang retak. "Aku kalah, aku sudah tidak bisa hidup seperti ini. Sekalipun kau mengatakan aku bisa menemukan kebahagiaanku sendiri, tapi nyatanya aku tidak bisa. Aku menyerah," ujarnya dengan mata berlinang air mata namun dia tetap tersenyum. "Selamat tinggal," gumamnya pelan.

Kendaraan lalu-lalang, menampakan pundak kecil yang sudah tidak mampu menahan semua penderita ini sendiri. Ria naik ke pagar pembatas, menampakan kedua kakinya tanpa alas ke beton dingin itu. Alih-alih menatap tempatnya mendarat, dia menatap matahari yang ingin menghilang. Angin kencang menghantam, dan ketika sebuah mobil besar melintas, pundak kecil itu sudah tidak lagi terlihat. Hanya terdengar sebuah hantaman keras ke sungai yang membuat orang-orang mendekat Karena rasa ingin tahu. Ria menjatuhkan diri ke dalam sungai tepat saat matahari sudah tenggelam sepenuhnya.

"Love Rose, mungkin akan lebih baik jika aku hidup di sana, daripada di sini," suara itu terdengar dari kegelapan dan dinginnya air.

###

'Bukankah ini yang kau inginkan? Lalu mengapa kau ingin kembali?'

Suara itu membangunkanku, aku membuka mata pelan-pelan, membiasakan cahaya silau dari jendela masuk ke mata. Bantalku basar karena air mata, dan aku merasa kedinginan. Sedingin saat aku masuk ke sungai itu, keputusan yang mungkin akan terus kusesali, namun tidak ada cara untuk kembali.

Saat aku bertemu Real dalam mimpi, dia mengatakan tubuhku di sana baik-baik saja, aku hanya sedang tertidur. Namun dia tidak mengatakan aku tidur di mana. Sebelum aku terbangun, aku melihat diriku berbaring di kamar rumah sakit, jarus infus di tangan, dan suara mesin aneh terdengar.

Pada akhirnya aku benar-benar memilih untuk mengakhiri semua, dan mati tanpa kembali berusaha. Lagipula sulit hidup di tengah trauma dan kenangan masa lalu seperti itu. Hanya orang gila yang bisa bertahan, dan bukan orang kesepian seperti dirinya dulu.

"Lalu aku harus apa sekarang?" Gumamku.

Semua yang kulakukan dari awal, hingga sekarang terasa sia-sia. Ini yang kuinginkan, hidup di dalam cerita yang kubuat. Lalu bagaimana sekarang? Aku harus apa? Aku tetap hidup sendirian. Namun anehnya dibandingkan menjadi Ria dulu, aku merasa hidup menjadi Real tidak begitu buruk. Lagipula ini yang kuinginkan.

Aku bangun, dan membuka jendela lebar-lebar. Ini belum jam bangun biasa, bahkan matahari masih mengintip di antara bukit batu. Masih sangat dini, namun orang-orang di pasar sudah mulai sibuk mempersiapkan dagangan mereka. Aku kembali memutar memori dari awal aku di sini, dan hingga akhir. Dibandingkan menjadi Ria, ada banyak hal menarik yang bisa kulakukan.

Ingat Sam? Dia berlayar dan terus mengatakan bahwa dunia ini sangat menakjubkan. Banyak hal yang bisa dijelajahi, dan hal menarik yang bisa dilihat. Aku masih tidak ingin hidup sebagai Bangsawan di mana orang-orang memakai topeng dan berusaha menjatuhkanmu. Namun aku bisa menjadi petualangan, alih-alih hidup tanpa tujuan seperti dulu. Egoiskah jika kubilang, aku tidak ingin kembali?

Tapi, "Harus ku apakan saudariku itu?"

Apakah aku akan kembali jika Rina kukalahkan? Entahlah aku tidak tahu. Tapi sekalipun aku kembali, aku akan merasa puas karena bisa melampiaskan dendamku. Aku tidak ingin menjadi baik dan membiarkan orang seperti itu berkeliaran sesukanya. Kali ini aku akan melakukan apapun yang kumau. Karena di sini tidak ada orang-orang itu yang terus mengingatkanku dengan masa lalu menyedihkan.

"Lagipula Ria sendiri yang menginginkan untuk mati. Real asli juga sudah tidak ada. Sekarang aku Real yang sesungguhnya. Jadi aku bebas melakukan apapun. Maaf aku menjadi egois mulai sekarang," gumamku pelan.


###

Hai semua jangan lupa vote, koment, dan follow untuk yang belum ^^

Dan kalau ada typo kabari ya, hehehehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro