👑47👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lady Cane berencana membakar distrik parisa," ujar Dhara dengan suara pelan. Mulutnya ia dekatkan dengan batu pipih yang menyala di tengah kegelapan. Dhara berusaha tidak membuat suara yang dapat di dengar oleh orang lain. Atau tidak, nyawanya akan terancam.

'Kapan dia akan melakukan itu?' suara Silas menjawab melalui batu itu.

"Tepat di awal tahun, ulang tahun Raja," jawab Dhara.

Ini informasi yang tidak sengaja ia dengar. Malam itu Dhara terbangun karena kehausan. Dia mulai merasa tugasnya ini sia-sia, menyamar menjadi pelayan bisu yang masuk ke kediaman Marquez Cane. Namun siapa sangka, dia justru mendengar percakapan itu. Lady Carina mengamuk di tengah malam, mengacaukan kamarnya, tidak aneh setiap pagi para pelayan dibuat kewalahan membersihkan kamar Lady Carina. Tidak hanya merapikan tempat tidur, mereka juga harus menggantik kain yang terkoyak, dan perabotan yang hancur. Untungnya gudang Marquez Cane menyimpan banyak perabotan pengganti.

"Saya sudah melakukan yang anda perintahkan. Sekarang bantu saya keluar dari sini hidup-hidup. Dan Pastikan, anda tidak menganggu anak itu," ujar Dhara.

'Jangan risaukan kedunya, semua aman. Akan ada seseorang yang menjemputmu, tetaplah diam sampai dia datang.'

"Saya percaya pada anda."

'Sebelum kau mengakhiri pembicaraan ini, letakan batu ini ke lantai. Dia akan berubah menjadi debu dan tidak akan barang bukti.'

"Baiklah, saya akan melakukannya."

Dhara meletakan baru itu ke lantai, dan benar saja, dalam sekejap benda keras itu berubah menjadi debu. Tugas Dhara di sini sudah selesai. Untuk pertama kalinya dia merasa takut untuk mengerjakan tugas. Berdiri di samping Lady Real bukan hal utama yang ia lakukan. Dia beberapa kali melakukan pekerjaan kotor di rumah Count Deana. Namun semenjak Real berubah, dia tidak lagi melakukan itu dan membantu setiap rencana Real. Real memberi uang lebih dari cukup daripada pekerjaan kotor yang selama ini ia lakukan.

"Aku harus bergegas keluar dari sini," gumam Dhara.

###

Hester masuk ke ruangan grand Duke Ryan dengan terburu-buru. Wajahnya pucat dengan cucuran keringat dari keningnya. Berlari dari gerbang hingga ruang kerja Ryan hal yang mudah dan tidak akan menguras tenaga seorang prajurit sepertinya. Namun mengetahui isi dari surat yang diberikan utusan istana membuat dirinya merasa geram.

"Istana mengkhianati kita, ini pasti perbuatan Putra mahkota!" Tutur Hester dengan lantang.

"Tidak Hester, kami memang memiliki hubungan buruk. Tapi kali ini semua perbuatan Marquess Cane," sahut Ryan. Dia berdiri di ambang jendela besar ruangan kerjanya. Menatap seperempat bulan yang bersembunyi di balik awan. "Putra mahkota menghubungi sebelum utusan istana datang." Hester menggeser tubuhnya, dan memperlihatkan burung merpati pos yang bertengger di jendela itu.

"Apakah anda percaya dengan itu? Setelah perbuatannya selama ini pada anda?"

"Sebenarnya, baik dia dan aku tidak berbuat salah. Yang salah adalah generasi sebelum kami, membuat perpecahan dan lalu sekarang menjadi perang dingin. Dan lagi istana sejak awal bertolak belakang dengan keputusan putra mahkota sendiri. Tanpa pemberitahuan dari putra mahkota, jelas ini perbuatan istana dan Marquez Cane. Lagipula, dia tidak membiarkan putrinya kita temui, lalu surat dari istana datang bersamaan dengan kabar kedekatan Raja dengan Marquez Cane," jelas panjang lebar Ryan.

Hester masih meragukan ucapan Ryan tentang putra mahkota. Hamun bukan berarti yang di katakan Ryan tidak masuk akal. "Utusan istana meminta anda datang. Mereka ingin mendengar penjelasan dari kita tentang penculikan lady Deana, dan eksekusi yang dilakukan Duchy Lote tanpa perintah Raja." Hester menghela nafas panjang-panjang memikirkan kalimat itu. "Setelah difikirkan lagi ini memang benar ulah Marquez Cane. Kenapa dia terlalu menyayangi anaknya itu?"

"Kita akan tahu saat melihatnya nanti." Ryan mengubah posis tubuhnya dan menatap Hester dengan tatapan dingin. "Setelah sekian lama putra mahkota meminta bantuan dari kita. Mungkin tidak akan kulakukan jika tidak untuk lady Deana." Sebelum mengatakan perintahnya, Ryan mengehela nafas dalam-dalam. "Evakuasi semua penghuni distrik Parisa. Lakukan dengan diam-diam saat tengah malam."

"Lady Parisa milik Ria Parisa itu? Kenapa?"

"Kecurigaan kita benar, pasar gelap dan distrik parisa adalah campur tangan putra mahkota. Tapi distrik parisa sendiri dibuat atas keinginan Real Deana sendiri."

Hester terkejut mendengar itu. Bagaimana tidak, dia cukup lama mengenal Real, walaupun tidak terlalu dalam. Real sama halnya seperti gadis bangsawan lain yang lebih suka dunia sosialita daripada mengurus amal berkedok bisnis. Seperti yang Ria Parisa lakukan. Parisa berdiri tidak hanya untuk kepentingan pribadi. Semua penghuni distrik parisa, para pekerja di sana, mereka dulunya adalah orang miskin yang hampir kehilangan harapan karena krisis ekonomi ini. Namun sejak adanya distrik parisa hanya dalam kurun waktu 1 tahun, kehidupan mereka cukup membaik. Apa benar itu lady Real yang mereka kenal? Real sekarang dan dulu sangat berbeda. Ryan juga pasti menyadarinya.

"Ada apa dengan distrik itu jika saya boleh tahu yang mulia?" Tanya Hester. Dia hampir tidak pernah bertanya tugasnya, kecuali saat ini.

Ryan mengehela nafasnya dalam-dalam. Memang Gila memikirkan apa sebenarnya yang diingatkan orang itu. "Putra mahkota memberitahu, seseorang akan membakar distrik itu. Jangan tanya siapa pelakunya, karena undangan itu sudah menjawabnya."

###

Gadis kecil itu berdiam di kamarnya dengan raut murung ketika Xi membuka pintu kamar. Matanya berkaca-kaca ke arah Xi, dia nampak beda sejak Xi membawanya ke sini. Memang sulit mengatakan hal itu pada gadis sekecil ini. Namun akan lebih rumit jika Xi mengatakan padanya ketika Anais jauh lebih besar.

"Kita harus pergi segera Anais," ujar Xi. "Harusnya aku menunggumu lebih besar lagi seperti yang dikatakan lady Real. Ini salahku."

Anais mengehela nafas dalam-dalam. "Lady Real sudah sangat baik pada kami. Dia bahkan memberi kami hadiah dan membawa kami ke istana. Tapi kakak justru membuat lady Real hampir tiada. Itu karena aku," ucapan yang menyayat hati dilontarkan untuk anak sekecil itu. Orang mengatakan anak akan dipaksa dewasa saat kehilangan orang yang ia cintai. "Ini bukan salah anda, tapi salah kami yang terlalu lemah."

Xi terdiam sambil merangkai kata. "Kau tahu, aku dulunya juga seorang budak. Aku memiliki majikan dan dia tidak layak disebut manusia. Ada banyak hal yang harus kurelakan hingga bisa berdiri seperti sekarang. Hidupmu masih panjang nak. Dan kita harus pergi jika kau tidak ingin kakakku mati dengan sia-sia."

Butuh beberapa waktu untuk menunggu Anais turun dari kasur dan berdiri. Wajahnya masih nampak murung dan tubuhnya nampak seperti daun yang tertiup angin. Namun dia masih tetap berjalan ke arah Xi, tempat yang nampak lebih terang.

"Apakah balas dendam itu dosa besar?" Tanya Anais pada Xi.

"Tak seharusnya menanyakan itu pada seorang ateis nak," Xi mendengus keras. Namun dia tersenyum lebut pada Anais. "Kau perlu tubuh sekokoh pohon bukan selembut daun jika ingin mempertanyakan itu."

Mendengar hal itu Anais membalas senyum Xi. Perasannya jauh lebih baik daripada sebelumnya. "Aku akan berusaha lebih keras lagi agar sekokoh pohon." Xi mengelus rambut Anais setelah mendengar hal itu.


###

Hai semua jangan lupa vote, koment, dan follow untuk yang belum ^^

Dan kalau ada typo kabari ya, hehehehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro