👑48👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Carina berencana membakar distrik?" Gumamku ketika tidak sengaja mendengar percakapan Silas dengan Dhara.

Mendengar suaraku, Silas membalikkan badan dengan raut terkejud. "Real kau sudah bangun?" Tanya Silas. Dia melangkah mendekatiku, dan langsung memegang kedua pundakku. "Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja," ucapnya dengan suara lembut.

"Mana mungkin baik-baik saja. Semua usahaku akan dia hanguskan dalam sekejap," ujarku dengan nada frustasi. Aku tidak tahu lagi harus merasakan apa. Marah, sedih, semuanya terlalu banyak menumpuk dalam diriku. Hingga aku tidak bisa merasakan yang mana saja. "Ini sudah cukup, aku benar-benar muak dan lelah," rintihku dengan air mata menetes.

Silas mendekap tubuhku, memelukku erat dan mengelus punggungku. "Sudah kubilang kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun Real. Semua akan baik-baik saja, aku berjanji akan mengurus semuanya."

Aku menghela nafas dalam-dalam. "Kenapa, kenapa kau mau melakukan itu?" Aku mendorong tubuh Silas. Memang hanya dorongan pelan, namun Silas paham untuk segera melepaskanku. "Padahal ini tidak ada hubungannya denganmu." Ini semua urusanku dengan Rina. Konflik ini, semua, hanyalah tentang aku dan dia. Aku marah, dan muak, itu karena dia. Lalu kenapa Silas terlibat. "Apa karena kau takut kehilangan aset Bisnismu? Sebelumnya aku tidak pernah menanyakan ini, walau selalu menghantui fikiranku. Kenapa kau membantuku dari awal sampai sejauh ini?"

Silas terdiam dan menatapku, aku tidak paham ekpersi yang ia buat. Dia terkejut dan seakaan ingin marah, namun ia menahannya. Berusaha menghadapiku dengan dingin. Karena dia tahu, jika ia mengikti emosinya, mungkin aku akan segara berlari keluar dan melakukan hal yang tidak terduga. Sama seperti saat aku memutuskan untuk melompat hari itu. Aku melipat kedua tanganku di depan dada, sambil menunggu jawaban yang jelas darinya.

"Jika kau tahu, aku tidak peduli jika Parisa terbakar. Aku hanya merasa bersalah pada korban yang akan berjatuhan nanti, sekalipun bukan nyawa yang hilang," lanjutku. "Tujuanku membuat Parisa adalah untuk mengumpulkan modal agar aku bisa pergi dari kehidupan Real Deana. Sekarang aku sudah ada di Cleopat. Aku bisa kabur karena berada di tempat asing di mana Real Deana tidak ada yang mengenal."

"Apakah salah jika aku menganggapmu menarik?"

"Menarik? Itu berarti aku bagimu hanya sebagai hiburan?" Aku memotong ucapan Silas.

Sudut bibir Silas naik. "Itu benar, aku mendekati karena kau terlihat menarik. Tunangan Grand Duke yang tiba-tiba berubah menjadi orang lain. Siapa yang tidak tertarik pada hal itu."

Aku mengehela nafas dalam-dalam. "Baikalh sudah cukup. Tapi itu bukan alasan bagimu untuk terus membantuku kan?"

"Benar, seperti yang kau katakan tadi. Aku takut kehilangan aset bisnisku jika Parisa hancur. Namun mendengar alasanmu yang sebenarnya membuat Parisa, entah kenapa aku berubah fikiran. Kau mungkin berada di tempat asing. Tapi kau tidak punya apa-apa sekarang."

Silas melangkah maju, membuaku melangkah mundur namun yang tidak kusadari, di belakangku hanya ada tembok. Silas memblokir jalan keluarku, dia hanya satu jengkal di depanku, dan satu tangannya ia tempelkan di tembok. Tidak ada jalanku untuk keluar dari posisi ini. Karena melawanpun pasti aku akan kalah karena perbedaan tenaga.

"Itu tetap tidak menjelaskannya," sahutku.

"Kau bukan seperti lady Deana yang kudengar sebagai tunagan malang Grand Duke. Real yang kukenal punya ambisi, berani, dan sedikit arogan. Setiap hal yang ia fikiran pasti mengejutkan dan tidak terduga walau kadang serasa tidak berguna. Itu membuaku ingin mengenal lebih jauh, kau orang seperti apa. Dan kenapa aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja. Kenapa aku ingin selalu membantumu, melindungimu, dan berada di sisimu. Sebenarnya aku tidak paham Real," jelas Silas. Dia memegang ujung rambutku. Tatapan matanya terasa dalam mengarah padaku. "Apakah itu salah?" Tanyanya padaku.

Aku menundukkan kepala. "Aku tidak tahu," jawbaku singkat. Yang kutahu itu hal sama yang kau rasakan saat mencintai Layla. Jawaban sederhananya adalah, Silas mencintaiku. Dan itu membuatku bingung. "Kau tak seharusnya merasakan itu padaku."

"Memikirkan kau akan pergi nanti, entah kenapa rasanya ada yang menusukku," ujar Silas. Ucapan yang terdengar menggelikan. Silas menyandarkan kepalanya di pundakku. Tidak membiarkan wajahnya nampak olehkku seperti beberapa saat lalu.

"Sebenarnya aku juga tidak yakin untuk pergi. Namun jika di sisimu tempat yang tenang, mungkin aku akan berubah fikiran. Namun lihat apa yang terjadi." Walaupun justru karena kehadiranku, Silas harus berhadapan dengan masalah baru. Aku cuma takut Silas hancur seperti yang terjadi di dalam novel. Itu sebabnya terkadang aku merasa ragu untuk tetap di sampingnya atau pergi. "Jika boleh jujur, di sini bersamamu terasa menyenangkan."

Aku tidak pernag menari bersama seseorang dulu. Berjalan-jalan di pasar sambil tersenyum lebar. Berpura-pura menjadi sepasang kekasih tanpa merasa jijik, seperti ketika aku bersama pria lain. Di bantu berulang kali. Di selamatkan sekalipun itu hal yang berbahaya baginya. Dan benar saja tanpa kusadari walau dengan kehadiran Rina yang benar-benar memuakan, hari-hariku sebagai Real sangat menyenangkan dibandingkan saat menjadi Ria dulu. Dulu tidak ada orang yang mau melakukan semua ini padaku, bahkan hanya untuk melakukan bantuan kecil. Jika ada mungkin, aku tidak akab merasa sefrustasi itu.

Silas mengangkat kepalanya, poni rambutnya memang menutupi matanya. Namun aku bisa merasakan kesedihan dari sana. Senyum Silas memang sangat menyebalkan. Dia seolah tidak pernah tulus memberikannya padaku. Bukan berarti itu buruk. Terkadang aku merasa, cara dia tersenyum padaku dengan orang lain berbeda.

"Jika kau ingin membantuku kali ini, setidaknya libatkanlah aku," ujarku pelan seraya meremas kemaja putih yang ia kenakan.

"Real, itu hal yang berbahaya."

Aku mengehela nafas. "Aku tidak pernah mengatakan ini pada siapapun. Tapi sebenarnya aku punya urusan yang harus diselesaikan dengan Carina. Dan dia akan selalu menggangguku jika tidak kuselesaikan." Aku mengangkat kepala dan menatap Silas dengan mata memelas. "Kumohon Silas," ucapku lembut.

Aku bisa mendengar decitan dari dirinya. Dia tidak bisa melarangku sekarang. "Berjanjilah kau tidak akan terluka."

"Bukankannya kau akan melindungiku?" Aku tersenyum padanya. "Dan lagi aku ingin semua ini segera selesai, kau juga kan?" Saat itu sebenarnya aku tidak berjanji untuk tidak terluka.


###

Hai semua jangan lupa vote, koment, dan follow untuk yang belum ^^

Dan kalau ada typo kabari ya, hehehehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro