🌼 Epilog 🌼

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Yang mulai, bukannya lebih baik andai naik ke kuda dan pergi bersama rombongan. Rakyatnya sangat menanti kedatangan anda," ujar Ryan.

Silas nampak sudah terlanjur nyaman bersandar di batang pohon. Dia baru saja menemukan surga tersembunyi di kerajaannya. 10 tahun menjadi Raja, kenapa baru dia menemukan tempat setenang ini sekarang. Ladang rumput dengan bunga liar dihembus angin sepoi-sepoi yang sopan menghantam tubuh. Bukit-bukit hijau yang menyegarkan mata, lalu aliran sungai yang tenang dari arah telaga. Rumah-rumah dibangun dengan jarak tertentu, membuat satu rumah nampak terisolir dari rumah lain. Tempat yang tepat untuk berlibur dari pekerjaan penat di ibu kota.

"Aku akan ke desa dengan jalan kaki. Kau bisa giring rombongan yang lain ke tempat tujuan," titah Silas.

"Tapi yang mulia, keselamatan anda adalah hal utama," bantah Ryan.

Silas merenung, dia tidak pernah ke sini dan hampir orang di sini tidak mengenali wajahnya. Lagipula hal besar apa yang bisa terjadi padanya di tempat seperti ini. "Biarkan Jenderal Kwan bersamaku. Lagipula kami sudah terbiasa blusukan di kota tanpa ada yang mengenali. Jangan membantah Grand Duke, ini perintah Raja."

Ryan mendesis, dia nampak kesal karena selalu kalah dari Silas. "Baik yang mulia, jaga diri anda baik-baik. Karena sampai saat ini kerajaan ini belum punya penerus."

Silas terkekeh dengan ucapan Ryan. "Jika aku mati, kau yang akan menjadi Raja."

"Akan saya anggap ucapan anda hanya bercanda," jawab Ryan sebelum meninggalkan Silas.

Silas menghela nafas dan berdiri. Dia menatap bukit-bukit dengan rumah-rumah kecil diatasnya. "Sepertinya aku akan ke sana," gumamnya.

###

"Ria, Ria! Apakah kau dengar, katanya Raja akan datang ke sini?" Tanya seorang anak kecil kepada seorang gadis berambut putih seputih salju dengan mata biru yang sangat indah.

Gadis itu tersenyum pada anak kecil yang biasa dipanggil orang Rina. "Benarkah? Kau dengar dari mana?"

"Kak Anais yang memberitahu. Dia mendapatkan berita dari ayah angkatnya di ibu kota. Aku tidak sabar melihat bagaimana rupa Raja. Kak Anais bilang dia sangat tampan dan juga bijaksana," celoteh Rina.

"Rina, kau masih berusia 8 tahun. Terlalu dini untukmu memikirkan pria," ujar Ria halus sambil tersenyum.

Rina nampak kesal dengan ucapan Ria. "Kakak sendiri bagaimana, sekarang usia kakak 19 tahun kan? Kapan kakak akan punya suami."

"Pertanyaanmu sangat menyakiti hati, dari mana kau belajar kata-kata itu?" Ria mengulurkan tangannya ke Rina, dan Rina memegang tangan Ria.

"Pengrajin kayu yang beberapa lalu datang ke sini, dia punya istri yang sangat cantik, kalau tidak salah pengrajin itu memanggilnya dengan nama Layla," ujar Rina. "Dia berkata bahwa gadis yang bahagia apabila bertemu pria yang tulus mencintanya."

"Kata-kata nya bijak, tapi kau yang salah memaknainya. Lagipula aku terlalu muda untuk menikah," tutur Ria.

Ria dan Rina berjalan menyusuri perbukitan. Langit biru sudah berubah menjadi senja, dan angin lembah bertiup dengan dingin. Mereka harus sampai ke rumah, atau ibu mereka akan marah karena dua anak perempuannya tidak segera pulang saat akan petang. Ini semua karena Rina yang suka bermain terlalu jauh dari rumah. Ria bertugas menjaga Rina, tapi kadang dia lupa waktu dengan menulis cerita. Suatu saat dia berangan ingin ke ibu kota dan menjadi penulis terkenal di sana.

"Kak lihat senjanya sangat indah," tunjuk Rina ke matahari yang hampir tenggelam.

Senja hari ini memang sangat indah, dibandingkan hari biasa di bukit ini. Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang, meniup pita yang mengikat rambut panjang Ria menjauh pergi.

"Gawat, itu pita rambut kesukaanku. Kau di sini dan jangan pergi!" Ria meninggal Rina untuk mengejar seutas pita panjang berwarna biru.

Angin kali ini sangat menyebalkan bagi Ria, dia seperti dipermainkan. Angin trus membawanya menjauh. Walaupun dia sudah berlari dan melompat, dia belum bisa mendapatkan pita nya kembali. Dia hampir menyerah, tapi angin kembali mempermainkannya. Pita miliknya berhenti di bawah kaki seseorang pria. Pria yang melihat ada sesuatu di kakinya, mengambilnya, melihat pita panjang berwarna biru itu.

"Maafkan saya tuan, pita itu milik saya," ujar Ria yang ingin pita nya kembali.

Wajah pria itu terangkat, matanya yang berwarna merah muda melongok melihat Ria. Pria itu menatap seolah menemukan sesuatu yang sangat ia rindukan dan ia cari-cari selama ini. Ria merasa heran dengan cara dia di tatap. Tapi harus Ria akui, pria itu nampak tampan, apalagi dengan rambut pirang keemasan yang bersinar indah terkena cahaya senja. Namun semakin Ria menatap pria itu, ada rasa sedih dalam lubuk hatinya. Tanpa sadar dia meneteskan air mata, walau tidak tahu penyebabnya.

Pria itu berjalan mendekati Ria, dan Ria hanya diam membiarkan pria itu datang. Dengan lembut dan senyuman kecil pria itu mengulurkan tangan untuk menghapus air mata yang mengalir di pipi Ria. Mata merah muda nya nampak juga berbinar-binar, tapi dia menahan agar tidak meneteskan air. Angin berhembus begitu kencang, dan senja nampak lebih indah dari sebelumnya. Pria itu menyelipkan rambut Ria yang berterbangan ke belakang telinga.

"Selama ini aku mencari mu," ujarnya dengan lembut kepada Ria. Ria tidak menjawab dan hanya memberikannya senyuman lebar yang sangat indah.

Dari sini sebuah cerita baru akan tercipta. Cerita di mana mereka sendiri pemiliknya, dan mereka sendiri karakter utamanya. Memang bukan cerita yang sempurna, dan akan ada hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi setidaknya mereka akan berakhir bahagia. Epilog cerita ini adalah prolog bagi kisah cinta mereka.






THE END

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro