Chapter 30: Jadi Ojol Dadakan?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

________
Lo tuh aneh! Seneng banget ya liat gue makin hari makin penasaran sama tingkah lo!
~Garry Alexandre.
___________
***

Tak lama, panggilan telepon berdering dari kamarnya, segera Clara mengambil gawainya dan mengangkat panggilan masuk itu.

"Ya?"

"Makanannya udah sampe?" saut suara dari dalam telepon, tak perlu ditanya lagi, suara itu milik Garry.

"Iya udah sampe, tumben—"

Tut.
Panggilan berakhir begitu saja.

"Ha, hallo? Hallo?" Clara menjauhkan gawainya dari telinga, terlihat layar homescreen. "IH!!!"

Clara kesal sendiri. Ia mengepal tangannya erat. Berjalan kembali ke meja makan. Terlihat ayahnya yang memperhatikan makanan itu.

Saat melihat ayahnya, sontak Clara bersembunyi. Ia kembali berontak kesal dalam diam. Berharap ayahnya tidak mencurigai dari mana datangnya ayam panggang dan kentang goreng itu.

"Clara...." Ayahnya memanggil, ia semakin panik, matanya melotot, terkejut. Mampus gue.

Clara pura-pura menyaut sambil berjalan ke arah ayahnya. "Iya, Yah..."

Ia berjalan pelan, mengulum bibir, berusaha menahan senyum. "Kenapa, Yah?" kata Clara, seolah tak mengerti apapun.

"Ayam ini, kamu yang pesen?" tanya ayahnya balik.

Dengan terpaksa, benar-benar terpaksa Clara menganggukkan kepalanya atas pertanyaan barusan.

"Tapi kan, kamu dari kecil nggak pernah suka sama kentang goreng, Clara."

Duh, kena gue!

"Anu, Yah, kepencet." Clara berasalan, berusaha bersikap senatural mungkin.

Ayahnya diam, memandangi kentang goreng itu cukup lama, jantung Clara deg-degan, bagaikan naik ayunan dengan kecepatan tinggi.

Hingga dia tersenyum, mengangkat tempat kentang goreng itu. "Ya udah, kalo gitu, kentang gorengnya buat Ayah ya. Bolehkan?"

"Oh, iya, Yah, silahkan." Clara tersenyum lebar.

Ayahnya berlalu begitu saja. Clara menghela napas lega, seolah selamat dari maut. Dia melihat ayahnya masuk ke ruang kerjanya, segera Clara mengangkat ayam panggang itu dan pergi ke kamarnya.

Ia kembali mengunci pintu, meletakkan ayam itu di atas nakas. Kembali memanggil nomor Garry, tapi ditolak begitu saja.

"Kok!" Clara tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi sekarang.

Notif pesan muncul.

Garry:
Udah gue bilang, itu tuh makanan sampah, jadi buat lo aja. Nggak usah telepon.

"Loh!" Segera Clara membalas pesan cowok brengsek itu.

Anda:
Ya nggak bisa gitulah, siapa tau lo masukin racun ke makanannya.

Baru beberapa detik Clara membalas, sudah ada pesan balasan lagi.

Garry:
Lo pikir, gue takut kalau challenge yang dikasih Papa gue bakal berhasil? NGGAK! Yang ada gue malah seneng karena seluruh aset perusahaan udah ada di tangan gue.

Clara membalas.

Anda:
Sotoy banget nih fucek boy!

Tiba-tiba profil Garry lenyap, Clara mencoba mengirimkan stiker kucing ke Garry, tetapi hanya centang satu.

"What? Gue di block?" Clara berkedip beberapa kali, benar-benar tak mempercayai apa yang sedang terjadi sekarang.

Segera ia ambil ayam panggang itu, kemudian menggigitnya secara brutal, mengunyahnya cepat, tak perlu waktu lama untuknya menghabiskan paha sebanyak itu.

Tak lama, bunyi bell di rumahnya berbunyi lagi. Ia segera beranjak dan membukakan pintu lagi. Terlihat seseorang di luar pagar memakai baju salah satu e-commerce ojol.

"Ya, Pak?" tanya Clara sesaat setelah menggeser gerbang besi itu.

Ojol berhelm itu menyodorkan sebuah es, berwarna keunguan, rasa taro. Clara tak mengerti, dia hanya memandangi es dalam kresek transparan itu.

"Buat saya, Pak?" tanya Clara memastikan.

Ia mengangguk.

"Issh, pasti dari dedemit fucek boy itu, kan, Pak?" ucap Clara sambil menerimanya. Ia memajukan bibirnya, manyun.

"APA LO BILANG?!" Segera Ojol itu membuka kaca helmnya, ada wajah Garry di dalamnya.

Clara sampai terkaget, ia tak pernah menyangka akan melihat Garry dengan penampilan kocak seperti ini.

"Gar, Garry?" Ia tersenyum besar, matanya terbuka lebar. "Lo, lo jadi ojol kah?"

"Gosah salah paham deh, loh, gue tuh cuma kepaksa."

Dipikir, Clara bakal percaya dengan alasan konyol semacam itu.

"Ijin foto ya, berita luar biasa banget sih ini, kalo disebar ke sekolah." Clara tanpa aba-aba membuka kamera handphone dan mengarahkannya ke Garry. Pria itu menutupi wajahnya segera.

"Lo apa-apaan sih?! Mau ditaruh dimana muka gue, kalo satu sekolahan liat gue gini. Bisa hancur karir gue, bego!"

"Bodoh amat!" Clara terus saja memfoto pria itu, hingga dia tak sengaja menabrakkan kakinya sendiri hingga terjatuh ke depan, tepat di tubuh Garry. Mereka terjatuh berbarengan.

Mata mereka beradu, saling pandang, cukup lama, bahkan hembusan napas Clara saja terdengar jelas.

Clara menatap ke arah lain, Garry segera mendorong tubuh gadis itu ke samping, ia segera beranjak, membersihkan bajunya yang kotor, berdebu.

Karena cuacanya yang begitu panas, Garry melepas helmnya. Dia masih sibuk membersihkan baju ojolnya itu. Clara masih terduduk. Mendongak, ke pria itu.

"Lo apa-apaan sih, nih baju minjem bego. Kalo abang ojolnya marah gimana?"

"Ya elah, Gar, tinggal cuci gitu. Sini deh, gue cuciin kalo lo merasa keberatan, emang salah gue sih, keasikan ngefoto lo."

"Itu karma namanya. Untung aja tuh esnya nggak tumpah." Garry memberitahu dengan nada ketus, masih cukup kesal.

"Iya, iya, maafin napa?"

Garry hanya mendengus kecil, kemudian berlalu begitu saja, ia meletakkan es itu di dekat Clara, setelahnya menghidupkan motor matic itu dan menjalankannya dengan pelan.

"Aneh banget. Tumben-tumbenan juga tuh si dedemit bertingkah kek gini. Apa jangan-jangan, kehasut dedemit beneran?"

Ah, sudahlah, Clara tak mau memikirkan hal semacam itu. Dia segera berdiri dengan memegang kantong kresek berisi es itu dan membawanya masuk.

***

"Tuh, Pak," kata Garry melempar sembarang jaket ojolnya ke pria dewasa, sekitar 30 tahunan. Ia menangkap dengan gesit jaketnya.

"Loh, bentaran doang, dek?" tanyanya, berusaha sopan.

"Ya. Itu bajunya berdebu ya, Pak, gue ganti satu juta deh ya, tapi nggak sekarang, gue nggak bawah cash."

"Sat, satu juta, dek? Ah, yang bener?" Pria itu meragukan penawaran dari Garry.

Garry mengambil dompetnya, memegang telapak tangan pria itu dan meletakkan uang seratus ribuan.

"Itu DP ya, Pak, besok gue tambahin. Sharlock aja."

Mata pria itu melotot, benar-benar tak percaya, anak muda di depannya ini memberikannya uang sebesar lima ratus ribu secara cuma-cuma.

"Iya, makasih banyak ya, Dek."

Dia masih kegirangan dengan uang di tangannya. Tak sia-sia dia meminjamkan seragamnya ke orang asing.

Garry langsung pergi dari sana, menghidupkan mobilnya kembali, lalu menghilang di persimpangan jalan.

Garry benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Dia bahkan ragu dengan dirinya sendiri. Berdamai dengan Larry bukanlah hal yang sulit, saudaranya itu akan menurutinya begitu saja, seperti mereka kecil dulu.

Bukan hal yang aneh jika terdapat sepasang anak-anak kembar yang menyayangi saudaranya sendiri. Begitu juga dengan Garry dan Larry, keduanya sangat akur, satu sama lain, tetapi semuanya hancur saat Larry mengakui penyimpangan orientasi seksualnya.

Sejak saat itulah, Garry menjaga jarak darinya dan menolak kehadirannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro