BAB 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

      Langit mendung ketika Arion sampai di depan rumah Gesa yang sepi tanpa penghuni. Ia menatap sedih rumah yang sudah ia ukir penuh kenangan. Bunga baby breath yang daunnya keluar dari pagar adalah tanda bahwa kasih mereka tumbuh subur, mereka menanamnya bersama-sama di saat yang sama, mendung. Selesai menanam, hujan turun deras mengurung Arion pulang. Ia masih ingat kenangan itu. Dan, hujan memang turun selang beberapa menit berikutnya.

      Lagu berjudul Call Your Name yang biasa diputar dalam anime Attack on Titan, kartun kesayangan mereka, menemani Arion berteduh di teras rumah Gesa yang memang pagarnya tidak pernah di kunci. Ia termenung kewalahan memecahkan teka-teki siapa Gesa sebenarnya atau tepatnya, kenapa Gesa melakukan itu.

      “Woi!” Suara itu mengalihkan lamunan Arion. Ia mencari sumber suara yang terselip di derasnya hujan. Menoleh ke kanan dan kiri, tidak ia jumpai seorang pun keluar dari persembunyiannya. “Gua di atas,” seru suara itu lagi. “Gesa nggak ada di rumah, udah sebulan rumah itu kosong.” Arion menengadah ke arah rumah bercat oren terang. Berdiri seorang laki-laki sebaya dengannya di balkon. Anak itu masih memakai pakaian sekolah dan ada beberapa orang di belakang sedang bergitar. Ah, ia jadi teringat pada gitarnya yang ia titipkan pada Abrar.

      “Bisa turun sebentar? Ada yang mau gua tanyain.” Anak di atas sana tidak langsung menjawab, ia tampak menoleh ke teman-temannya, semacam berdiskusi, barulah ia menghilangkan ke dalam rumahnya.

      Suara pagar bergeser memunculkan sosok pemuda tadi keluar dari rumahnya dan menghampiri Arion setengah berlari. Mereka berjabat tangan saling memperkenalkan nama, anak itu akrab disapa Daffa.

      “Kalau lu cari Gesa, waktunya nggak tepat, kami semua juga nyariin dia.” Tutur Daffa.

      “Kami?” Arion sedikit berpikir negatif.

      “Warga sini,” Arion masih belum mengerti. Bagaimana bisa warga yang terkenal individual bisa mengetahui hilangnya Gesa? “Orangtuanya itu donatur acara apa aja yang dibikin RT sini, Gesanya juga cukup aktif bersosialisasi, nggak malu gabung sama ibu-ibu atau bapak-bapak, bocah bunglon kalau anak-anak sini nyebutnya. Tapi malam itu, dia pergi dan nggak pernah balik lagi.”

      “Malam itu? Kapan tepatnya?” Rasa penasarannya kembali meningkat.

      “Waktu lu nganterin Gesa yang lagi sakit.” Sesuai dugaannya.

      “Lu lihat gua nganterin dia pulang?” Daffa mengangguk pasti. “Sebelum hari itu, lu lihat tingkah Gesa yang aneh?”

      “Dia berantem besar sama Papanya, sampe teriak-teriak gitu. Gua sempat lihat dia ditampar, terus keluar dari rumah,” Kalimat itu terhenti. “Itulah kali terakhir gua lihat dia dan sejak saat itu juga, rumah ini jadi kosong.” Daffa berpikir sejenak. “Gua rasa, mama sama adeknya belum tahu soal ini.”

      “Adek?” Hal lain lagi yang tidak diketahui Arion.

      “Dia punya adek, lu nggak tahu?” Daffa mengernyitkan keningnya. Tidak menyangka kekasih dari tetangganya tidak tahu soal kecil seperti itu. “Mamanya nemenin adeknya yang sekolah di Padang.”

      “Selain itu, ada yang aneh dari dia?” Arion mengenyahkan sesaat fakta baru itu. Ia menginginkan informasi lebih.

      “Beberapa kali gua denger dia teleponan sama orang, Var Var gitu manggilnya, mereka kayaknya lagi bahas soal film pembunuhan.”

      Arion semakin gusar, fakta yang ditemuinya memberatkan Gesa bahwa gadis itu memang berencana membunuh seseorang. “Ada lagi?” Daffa menggeleng dan meremas bahu Arion, mengisyaratkan agar tegar.
           

»»»»»

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro