BAB 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

      “Kamu bilang dia hobi gambar?” Arion mengangguk. Dia baru saja sampai di kantor kepolisian tempat Gesa mendekam sementara waktu dan sudah disodori sebuah pertanyaan dari seorang psikolog yang belum sempat berkenalan.

      “Orang yang sering menggambar, jarang menggambar dan nggak pernah menggambar itu punya kelenturan tersendiri,” Arion masih belum mengerti maksud dari perempuan di depannya sampai ia mengeluarkan selembar kertas dan memberikannya pada Arion. “Lihat gambar ini, kaku, sangat jauh dari kesan hobi gambar dan jauh berbeda tingkat kepedeannya dari gambar yang kamu tunjukin ke Dimas.”

      “Jadi, maksud— saya harus manggil apa?”

      “Aa, iya lupa, Inge, panggil aja Kak atau semacamnya, umur saya dan kakak kamu nggak beda jauh. Saya psikolog yang dipanggil ke sini sama Kakak kamu.”

      “Jadi, maksud Kakak selama ini dia bohong kalau dia hobi gambar?”Arion tampak tidak suka dengan hasil pemikiran perempua itu.

      “Tapi, dia menggambar dengan meniru. Dari gerakan tangannya, dia berusaha mengingat satu gambar, terus disalin.” Antusias Inge tidak sama dengan Arion.

      “Gambar-gambar yang saya tunjukin itu, dibuat di depan mata saya sendiri.” Arion masih mampu menekan emosinya sekali pun sedang lelah. “Belum ada ilmuwan yang bisa nyiptain robot tangan yang bisa mengeluarkan darah dan menampakkan tulang putih waktu terluka, kan?”

      “Luka?” Arion tidak menjawab juga tidak mengangguk, mata tajamnya menyoroti Inge. “Hobi dia apa selain menggambar?”

      “Dia lagi belajar main gitar dan hampir mahir.” Tak lama Inge langsung pergi tanpa menjelaskan sesuatu pun pada Arion.

      Ia tidak peduli. Tujuannya hanya bertemu Algio dan menceritakan apa saja yang sudah seharian ia dapatkan tanpa menggigit satu jenis makanan pun. Senja sudah hampir terlelap dan Arion memang belum makan sejak membolos, jangankan makan, minum pun tidak. Tenaga dan otaknya seluruhnya ia pusatkan mencari informasi yang diminta Algio.

      “Wanita, tiga puluhan, seorang akuntan yang bekerja sama dengan perusahaan tempat papanya Gesa bekerja,” Arion menjelaskan tanpa permisi. Di ruang yang bersekat membentuk kubus tak bertutup, Algio dan rekan-rekan satu divisinya terkejut melihat kedatangan seorang anak berseragam sekolah. “Rambutnya cukup panjang dan perokok.” Lanjutnya.

      “Nggak bisa lebih spesifik lagi? Terlalu umum.” Komentar Dimas.

      “Tingginya kira-kira lima sentimeter di atas Gesa, cuma itu yang bisa didapat.” Algio bisa melihat dengan jelas wajah lesu adiknya.

      “Dalam sehari, nemuin informasi segitu juga udah bagus, kita punya perkembangan.” Ia membesarkan hati adiknya agar tidak terdengar sia-sia usaha yang sudah adiknya lakukan. “Bentar lagi magrib, kita break dulu, jam setengah delapan harus kembali ke sini.” Algio mengomandoi rekan-rekannya. “Dan kamu, ikut Mas.”

»»»»»

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro