Bab 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kamu nggak dimarahin Mama?" tanya Arnold tanpa mengalihkan matanya dari gawai di tangan. Sejak masuk kafetaria di lingkungan kompleks, cowok itu sibuk sendiri. Padahal, ini hari sabtu sore. Meski ada tugas, setidaknya mengerjakan di besok juga tidak masalah.

"Liat apa si?" tanya Vale penasaran. Mengintip chat yang masuk secara beruntun di ponsel tunangannya. Langsung saja marah ketika username _VanyaK tertangkap penglihatannya.

Segera saja Vale merebutnya tanpa ijin. Belum smepat menjelajah lebih jauh, Arnold mengambilnya kembali. Sempat ternganga sesaat karena cengkraman di tangan membekas rasa sakit.

"Jangan ambil barang orang sembarangan," ujar Arnold setelah mengatur emosinya sendiri. Wajahnya merah padam. Lantas, memasukkan gawai itu ke dalam saku celana.

"Kenapa? Ada sesuatu yang lo sembunyiin?" tanya Vale menyindir.
Sekai lagi, mendengar Vale memanggilnya dengan sapaan itu terasa canggung. Padahal, dulu risih sekali jika Vale bertingkah manja alih-alih seperti ingin menguburnya hidup-hidup.

"Nggak ada. Lupa kalau aku nggak suka privasi diganggu?" tanyanya lembut. Tepat ketika itu pelayan membawa pesanan mereka. Berpikir kalau Vale tidak akan memperpanjang masalah.

"Kita udah tunangan," jelas Vale. Tidak ingin dibantah.

Arnold lupa, Vale terlalu keras kepala. Sifat yang membuatnya juga jengah. "Ada belajar kelompok. Aku, kan mau ujian," jelasnya seraya menepuk kepala Vale. Meyakinkan gadis itu dengan segala upaya. Pertengkaran mereka tidak pernah berakhir baik. Mengulangnya sama saja berbuat kesalahan yang sama.

"Sama Vanya?" tanya Vale yakin. Dia tahu jawabannya. Meski begitu tetap mengatakannya. Luka di hatinya kembali terbuka. Seperti ditaburi garam ketika Arnold mengangguk tanpa rasa bersalah.

"Sama temen-temen yang lain. Vanya juga, sih," jawab Arnold tertawa garing. Tidak cukup menghiburnya yang sedang ngambek. "Gue pergi dulu, ya."

Entah karena tidak ingin mendengar omelan Vale lebih lanjut atau masalah lain, Arnold terlihat buru-buru keluar dari sana. Seperti dikejar maling saja.
Jadilah Vale merasa ada sesutu yang janggal. Rasa marahnya tersendat di jalanan. Padahal, dia ingin sekali memarahi orang.

Nah, beteulan Hiro lewat. Dengan wajah tengilnya seeprti biasa, dia mendekat ke arah Vale. Jangan heran melihatnya selaku mengganggu Vale. Misinya kan tidak jauh-jauh dari Vale.
Mungkin nyawanya ada sembilan atau himau tiba-tiba nyeletuk, "Hidup memang berat untuk orang-orang jahat."

Vale keki sekali dengan pernyataan itu. Ditahannya mulunya agar tisak sembarang menghujat. Apalagi suasana kantuk kompleks mulai ramai. Efek dari malam minggu hari ini.

"Gue orang jahat gitu?" tanyanya dengan wajah kejam. Siap terbakar amarah jika Hiro menjawab iya.
Malangnya, Hiro mengangguk polos. Tidak tahu bahaya yang akan dihadapinya. "Lo bisa mengudangi dosa lo dengan cara sedekah."

Oh, kelanjutannya pasti seperti apa yang dipikirkan oleh Vale. "Kayak memberi gue makan. Gue juga laper," tambah Hiro sesuai dengan ekspektasi.

Vale tertawa garing. Tidak menanggapi godaan itu. Kepalanya terjatuh di atas meja. "Emang gue kurang apa sih?" tanyanya tidak mengerti. Memikirkan itu membuat kepalanya bertambah pusing saja.

"Memangnya lo kurang apa?" tanya Hiro balik. Setelah penantian panjang, akhirnya Vale mengabulkan. Lebih karena malu dan takut dianggap memalak cowok berwajah kekanakan itu.

"Nyerobot aja tuh mulut kaya pelakor," balas Vale menanggapi ucapan Hiro.

Hiro bergidik. Takut disemprot lagi. Tetapi karena dia calon raja. Dan, calon raja haruslah mencontihkan hal baik, Hiro tetap saja belagak bodoh. "Kalau dia suka sama lo, ya suka. Kalau nggak suka ya nggak suka. Repot amat jadi manusia," komentarnya gemas.

Ini, sih seperti alur cinta segitiga kayak di sinetron. Malahan ada juga cinta yang bersegi-segi sampai tidak ada ujungnya. Padahal itu membosankan sekali dan konfliknya bisa dipecahkan dengan mudah. Tidak heran kalau kehidupan manusia di sini sama pahanya dengan yang ada di film.

Vale tertegun mendengar kalimat itu.
"Sesuatu yang dipaksa hasilnya nggak bakalan baik," ujar Hiro kembali. Kali ini dengan mulut penuh. Saos bahkan menempel hingga ke pipinya.

Kalimat itu luar biasa bagi Vale. Dia merasa tertampar oleh kenyataan. Melihatnya, tentu saja membuat Hiro senang bukan main. Berarti selama ini dia memang langsung aja jadi Raja. Tidak usah melakukan misi-misi seperti ini segala.

"Gue tahu," ungkap Vale dengan mata berbinar. Wajahnya lebih cerah daripada tadi. Satu tangannya terngkap seperti mau mnejawab soal saja.

"Apa?" tanya Hiro dengan mata terharu. Dia merasa pernuuagannya hampir habis dengan tenggat waktu yang singkat.

"Lo pasti bisa buat Arnold jatuh cinta sama gue," ujar Vale tanpa merasa bersalah. Bayangannya seindah di cerita negeri dongeng. Di mana dia menjadi putrinya dan berakhir hidup bahagia.

"Hey!!" teriak Hiro tidak percaya. Mulutnya sampai ternganga mendengar itu.

Tentu saja di lupa, orang jatuh cinta itu seperti orang gila. Semuanya benar dan dianggap sebagai pembenaran. Hiro menyesal tidak memikirkan itu duluan. Pantas saja raja memberikan misi ini padanya.

"Dasar cinta bodoh," omelnya pada cinta yang tidak tahu apa-apa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro