Bab 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kerjaan lo kan emang nggak pernah bener," gerutu Vale dengan mulut penuh. Dia bisa mengomel lantang begini karena mama pergi keluar. Biasa, kerja dan meninggalkan anak kesayangannya sendiri. Untung saja ada Hiro. Jangan mikir aneh-aneh. Vale bosan harus memarahi vas bunga, sapu atau benda mati lain. Tidak ada tanggapan dari mereka. Kalau sama Hiro meski sedikit mengesalkan, setidaknya dia tidak menganggap dirinya jadi gila sendiri. Sepi tidak lagi menggelayuti.

Hiro mengeluarkan tulang ayam yang tadi hampir ditelan. Tidak sempat tertelan karena Omelan itu. "Yey! Yey! Sekate-kate aja ngomong. Gue jadiin butiran marimas baru tahu," balasnya. Kembali sibuk dengan dua paket MCD yang dijanjikan Vale tempo hari. Ayam seenak ini membuat Hiro lupa kalau makanan ini tidak cocok dengannya.

"Buktinya mana. Kacamata gue masih nempel kayak perangko nggak dikasih lem," balas Vale lagi. Dia mendorong kotak bekas makannya ke sembarang arah. Malah dengan teganya melambaikan tangan kepada Ruby. Rubah itu langsung melesat ke arahnya dengan imutnya. Tidak seperti si pemilik yang mukanya terlihat masam kalau dilihat. "Buang dong Ruby," perintahnya.

Hiro ternganga. Jabatannya serasa dilecehkan saja. "Itu hewan punya gue!" teriaknya sewot. Tetapi lain lagi dengan tangannya yang mengambil kotak berisi daging itu.

Vale memang memesan lima kotak. Dua untuk Vale dan tiga untuk Hiro. Bersyukur Vale tidak pernah pelit kalau soal makanan. Makanya Hiro betah merencokinya untuk membeli berbagai makanan untuk dicoba. Itung-itung nambah ilmu. Barangkali nanti Hiro mau jualan di Venus, ya, kan? Pemikiran itu membuat Hiro tertawa.

Vale jadi ngeri. Dia melempar lap kotor ke wajah Hiro.

"Way! Ini muka artis, geng. Lo sekate-kate kalau bicara."

Dan, kosakatanya bertambah banyak saja. Ini karena tontonan TV di kamar Vale yang seenak jidat ditonton Hiro tanpa kenal waktu. Untung saja cowok itu bisa dikerjain. Sekali Vale bilang bakalan ad hantu keluar dari sana kali dia nonton hantu, Hiro bakal mematikan tv dan beranjak pergi.

Vale memijit kepalanya. "Makanya. Tunjukkan kemampuan calon raja dong," sindirnya telak sasaran.

Hiro berdecih. Baru saja dia mengeluarkan kekuatan yang masih tersisa. Tetapi kabut hitam yang melingkupi tangannnya kembali samar saat Vale menarik kotak makanannya.

"Oke. Oke. Mau bicara apa, yang?" tanya Hiro dengan ekspresi polos. Akibat makannya direbut tadi, cowok itu memasukkan semua daging ke dalam mulut. Takut kalau Vale menyandera makannya lagi.

Vale merasakan pipinya memerah. Kembali dilemparkannya bantal di sofa. "Permintaan terkahir gue," ungkap Vale mengingatkan.

"Oh, soal kacamata lo itu," gumamnya menghentikannya ucapan. Dia menatap kacamata Vale yang biasa saja. Tidak ada yang spesial. Tetapi, Hiro masih tidak yakin kenapa kekuatannya tidak mempan sama sekali.

Padahal itu bukan sesuatu yang berkaitan dengan sihir. Atau—

"Lo dapetin itu darimana?" tanyanya dengan wajah serius. Auranya berubah seratus delapan puluh derajat.

Vale tergagap ditatap sedemikian rupa. Untuk beberapa kejadian, dia percaya kalau Hiro memang makhluk asing yang dicalonkan menjadi raja, seperti saat ini.

"Apanya?" tanya Vale seraya memutar mata.

Hiro bersedekap. Secepat kilat dia mendekati Vale. Menatap matanya seolah mencari sesuatu yang selama ini menghilang.

Vale melotot. Lantas mendorongnya. Meskipun hasilnya sia-sia. Hiro seperti besi yang tidak bisa dirubuhkan.

Hiro menegak. Ruby mendarat di salah satu bahunya. Mereka kenapa terlihat seram sekali? Vale menahan napas. "Gu—gu e. Dapet dari paman Clon. Dia menggelengkan kepalanya untuk megusir rasa gugup.

"Paman Clon," gumam Hiro dengan mata menyipit. Dia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. Mau tak mau dia juga penasaran kenapa Vale tidak pernah bisa dibaca. Seperti pikirannya yang tidak pernah bisa Hiro raih. Vale misterius.

"Ruby. Cari tahu Paman Clon," perintah Hiro tenang. Ruby segera melesat seperti komet. "Besok kita ke tempatnya," lanjutnya lagi pada Vale.

Vale mengelus dadanya sendiri. "Sekarang apa?" tanyanya bingung.

Hiro berjalan santai. Kemudian duduk kembali di tempatnya. Dua tangannya sibuk dengan kotak makanan yang masih tersisa. Kembali lagi dalam mode anak-anaknya.

"Memangnya apa?" tanya Hiro balik. Ekspresinya sangat menyebalkan. Kedua alisnya naik turun tanpa beban. Mulutnya sibuk menjilat tulang ayam. Tidak tahu saja Vale hampir jantungan karena khawatir sesuatu terjadi.

"Kacamata gue!" teriak Vale gemas. Berniat mengacak-acak rambut metalik milik Hiro. Sekalian saja membuatnya seperti landak sekali-kali.

"Nggak tau."

Nah, benar, kan. Umur Vale masih panjang, kan? Jika iya. Dia mau menyusun rencana balas dendam sama cowok ini.

"Tapi," ucapan Hiro digantung. Matanya diselimuti kabut hitam. Ketiak kabut itu menghilang, dia mengucapkan sesuatu yang aneh di telinga Vale. "Kehancuran itu hampir nyata."

Bolehkan Vale takut sekarang? Meski dia menganggap ini lelucon. Tetapi suasananya tidak mendukung sama sekali. Dia yakin ini ada kaitannya dengan mama. Mama selalu menyembunyikan semuanya kepada Vale. Melarangnya dengan alasan yang aneh. Vale merasakan kepalanya berdenyut. Semua baik-baik aja, Vale. Mungkin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro