Arfi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ini hari pertamaku kuliah sejak sempat vakum untuk mengelola bengkel mobil yang sudah kudirikan sejak masih SMA. Aku menginjakkan kaki ke kampus yang telah lama tidak kulihat. Tidak terlalu banyak yang berubah. Hanya mahasiswa saja yang wajahnya terlihat muda. Pasti. Karena aku lebih tua dari mereka. Tapi jangan tanya. Aku juga sama-sama terlihat muda seperti mereka, cuma umurku saja yang lebih tua.

Semua mata menatapku. Aku memang merasa risih melihatnya tapi ada sebersit kebanggaan karena mereka mengagumiku. Tapi saat aku menjadi pusat perhatian, tiba-tiba ada seorang cewek menabrakku dari belakang. Dasar mengganggu!

Dia mengaki-makiku dengan kata-kata yang sama sekali tidak membuatku berpikir untuk meminta maaf. Tapi aku bukan tipe laki-laki yang senang berdebat dengan perempuan, akan terjadi perang dunia ketiga kalau aku tidak segera mengalah.

"Oke oke. Gue minta maaf" Kataku sambil menyodorkan tangan kanan walau sebenarnya tidak ikhlas

Sesuai dugaanku, dia langsung menerima tanganku dan menjabatnya.

Aku meninggalkannya. Tidak peduli apapun yang dia lakukan. Cewek yang tidak sopan itu bukan tipeku. Jadi tidak mungkin kalau aku bertemu lagi dan berkenalan. Aneh.

Klek..

Sepertinya sepatuku menginjak sesuatu. Aku segera melihat apa yang sudah menimbulkan suara itu

Jepit

"Hah, jepit?" Ujarku sambil memegang jepit berwarna biru

"Kayaknya punya cewek tadi" Aku menduga hal yang masuk akal

Aku menaruhnya di saku. Berharap setelah berjalan beberapa langkah lagi akan menemukan tempat sampah

Ketemu. Aku mengeluarkan jepit mungil dari saku jaketku. Tapi..

"Man, lo ngapain?" Sapa seseorang yang ternyata sahabatku Nando

Aku langsung merangkul bahunya dan sudah pasti batal membuang jepit tidak penting itu. "Ngga penting bro. Gimana kabar lo?" Tanyaku ramah. "Masih pacaran sama si Lisa?" Kataku langsung menyinggung soal pacar terakhirnya yang kuketahui

Nando memukul lenganku "Maksud lo apa fi. Emang lo udah punya cewek?" Jawabnya sambil menodongkan jari telunjuknya beberapa senti ke hidungku

Aku menjauh "Apaan sih. Gue sih gak peduli sama cewek. Apalagi pacaran?!" Jawabku sambil berbalik meninggalkannya

"Prinsip lo masih sama sekali gak berubah ya?" Tanyanya heran padaku

Aku menggeleng "Harusnya elo yang ngerubah prinsip. Masa iya, nanti istri lo jadi orang yang kesekian kalinya yang bisa buat lo jatuh cinta?" Ujarku

Nando diam. Sepertinya terpojok. "Tapi ada fakta kalo orang itu baru ketemu sama cinta sejatinya kalo udah jatuh cinta tujuh kali" Katanya membaca sebuah fact yang di ambil dari akun sosmednya

"Lu masi percaya sama mitos aja do?" Kataku tidak percaya pada Nando

"Why not?" Jawabnya sok berbahasa Inggris

"Udah ah. Gue mau ke kantin"

Tanpa di ajak pun dia langsung ngekor di belakangku

Skip

Mau pesen apa?" Kataku seraya memperlihatkan menu padanya

Nando memilih-milih makanannya "Sama kaya elo dah" Sahutnya sambil menyodorkan menunya kembali padaku

Aku melambaikan tangan untuk memanggil pelayan dan mengatakan apa yang kupesan

Skip

Aku pulang ke rumah. Rumah kosong lebih tepatnya. Hanya ada aku dan adik perempuanku Andis yang masih bersekolah SD. Aku pun langsung di sambutnya

"Hai kak!!" Katanya sambil tersenyum dan menggelayuti tanganku

"Apa?" Jawabku malas

Ia tidak menjawab. Ah, seperti biasa, ia selalu merogoh-rogoh saku jaketku. Berharap menemukan sesuatu yang menarik untuk di mainkan.

"Wahhh" Katanya gembira sambil menggenggam erat sebuah benda

"Nemuin apa kamu?" Tanyaku

"Ada dehh. Kakak beliin buat aku ya??" Katanya sambil mengintip-intip benda kecil di tangannya

Aku masih tidak mengerti apa yang dia bicarakan "Beliin apa coba?"

"Ini" Kata Andis sambil memperlihatkan benda yang sanggup membuatku penasaran

Jepit. Jepit biru milik perempuan aneh itu. Bagus kalau jepit itu ditemukan Andis, jadi aku tidak perlu repot-repot membuangnya.

"Iya, ambil aja!" Kataku sambil tersenyum simpul

Andis bersorak gembira dan segera memakainya di rambutnya yang potongan dora dan berwarna hitam bersemu coklat akibat terlalu sering bermain di terik matahari.

Skip

Drr.. Drr..

Hpku bergetar. Rupanya ada telepon

"Halo" Ternyata Bokap tidak bertanggung jawab itu. Bahkan aku tidak sudi memanggilnya papa

"Gimana keadaan kamu, fi?" Tanyanya pada keadaanku

"Butuh apa?" Ujarku sudah lelah mendengar suara pembohong besar ini

"Papa cuma pengen tau kabar kamu sama Andis. Kamu masih ada uang kan?" Tanyanya lagi, berusaha membuatku merasa butuh padanya

"Ada dan bukan urusan lo lagi!" Kataku kasar lalu kuakhiri sambungan telepon paling membosankan dan suara yang paling memuakkan

Oh ya, aku ini sudah pernah mengalami broken home yang di akibatkan oleh papa yang awalnya ku kira baik dan bertanggung jawab, tapi nyatanya aku salah. Salah besar. Banyak kebohongan yang sudah dibuatnya dan sanggup membuat mama frustasi lalu memilih untuk menyelesaikannya dengan mengakhiri hidupnya.

Aku merebahkan tubuh yang letih ini ke kasur. Ya, aku tau. Memang tidak sopan berbicara seperti itu pada ayah kandungku sendiri. Tapi dia sudah mengambil mama, walau itu sudah lumayan lama. Tetap saja aku menolak kalau harus memaafkannya.

"Kakak!!" Sapa Andis seraya menyembulkan kepalanya ke dalam kamarku

Memotong lamunan panjangku tentang orang yang tidak bertanggung jawab itu. "Apa dis?" Jawabku seraya bangkit dari kasur

Andis memasuki kamarku yang di penuhi gambar-gambar otomotif, tidak peduli motor, mobil bahkan becak sekalipun, asalkan menarik.

"Ada telepon dari papa ya?" Sahut Andis sambil melihat-lihat gambar yang menutupi hampir seluruh tembok kamarku

Aku heran, kenapa Andis bisa dengan gampangnya menyebut nama orang yang bisa kubilang paling kubenci. Aku memang tidak memberitahu secara pasti sebab kematian mama. Tapi seharusnya Andis bisa sadar kenapa papa tidak tinggal disini.

"Iya. Kenapa?" Tanyaku seraya menatap layar hp

Andis mendekatiku kemudian duduk di samping sambil menyandar pada lengan kiriku. "Andis kangen sama papa. Kapan ya bisa ketemu lagi?" Kata Andis pelan dan lirih

Aku menghela napas panjang dan berat untuk mengambil keputusan
"Sabtu sampe Minggu. Jadi kamu bisa nginep disana" Jawabku walau tidak rela

"Yeaaaaa" Andis langsung bersorak mendengar keputusan yang kubuat.
Keputusan berat demi menyenangkan hati Andis yang tidak berhak merasakan trauma seperti aku. Andis masih terlalu kecil untuk mengerti tentang apa yang terjadi saat itu. Lagipula Andis juga butuh papanya. Semirip-miripnya aku papa, tetap tak akan bisa menggantikan figur papa yang sudah melekat pada dirinya.

---------------------

Hay hay reader yg author hormati 😊😊
Selamat datang di story yg lumayan gj & acak-acakan :'v
Tapi bissmillah semoga bisa menyenangkan hati reader semuaa 😊😉😍
Makin kesini, author lagi nyari kebetelulan2 yang lain ⊙﹏⊙
Jadi otomotis buanyakkk bangettttt
Typo ato ketidaknyambungannya
Secara story ini juga memang beda dari yang sebelumnya dan yang paling pentingggg..
Ini adalah TRUE STORY
Walau gak semuanya juga 😄
Tetep suka sama story ini yaa
Bissmillah
Semoga suka 😊😊
Luv u ❤😘🌸

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro