Cactus || Xi Lu Han (Luhan)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hampir selesai!"

Kau memekik semangat kala tugas praktikum kimia lingkungan yang kau kerjakan dari dua hari yang lalu sebentar lagi akan tuntas. Meski otakmu rasanya ingin pecah, tetapi semangat masih sedikit membara dalam benakmu, masih ada sedikit harapan bahwa sebentar lagi laporan akan selesai dan kau dapat berisirahat sejenak dari rutinitas melelahkan ini sebelum kembali berkutat dengan laporan-laporan lain yang sedang mengantre untuk dikerjakan.

"Ya, cepat selesaikan tugasmu. Nanti kita jalan-jalan."

Luhan mengelus-elus pelan kepalamu sambil tersenyum. Pria itu duduk menemanimu yang sedang mengerjakan laporan dari dua jam lalu tanpa mengeluh dan malah terus memberimu support meski bukan selayaknya para supporter bola yang biasa berteriak-teriak di tribun. Melainkan ia duduk manis di sampingmu, di bawah sebuah pohon rindang di area kampusmu sambil membawa camilan dan minuman dingin yang segar. Pas sekali dipadukan dengan keadaan yang memang terasa ruwet dan membutuhkan pemikiran ekstra.

"Jalan-jalan?"

Mendengar kata itu, semangatmu kian terpacu untuk menyelesaikan tugasmu secepat mungkin. Ada sebuah rasa bahagia yang menggelitik dalam dirimu. Rona merah jambu tak bisa kau sembunyikan karena rasa bahagia ini.

Meski hanya jalan-jalan, yang biasa diselipkan dengan obrolan ringan tanpa beban, rasanya kau sangat bahagia.

Luhan mengangguk mengiyakan gumamanmu. Sambil tersenyum, ia pun kemudian berkata, "Makanya cepat selesaikan tugasmu."

"Siap bos!"

Kau terkikik geli usai mengucapkan kalimat itu. Sementara Luhan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa.

Tak butuh waktu lama, akhirnya laporanmu selesai. Jika dirasakan, ternyata tanganmu rasanya pegal luar biasa karena sudah menulis ratusan kata di kertas dengan referensi dari jurnal-jurnal yang harus kau baca sebelumnya. Sepertinya, sudah cukup kau yang merasakan kelelahan itu, tak penting pula apabila terus dikeluhkan atau dibayangkan, yang penting sekarang kau akan jalan-jalan dengan Luhan.

Setelah merapikan barang-barangmu, Luhan berdiri dari posisi duduknya namun ia mengikat tali sepatunya terlebih dulu.

"Kita mau ke mana?" tanyamu setelah selesai merapikan barang-barang dan memasukkannya ke dalam tas.

"Jalan-jalan," balas Luhan singkat.

"Aish... Aku juga tau. Kau kan tadi memang mengajakku jalan-jalan, tapi ke mana?"

Luhan terkekeh, ia selalu tertawa apabila melihatmu sedang kesal karena termakan candaannya. Menurutnya, kau itu terlihat lucu ketika kesal seperti itu.

"Bercanda," ucapnya sambil mengacak-acak pelan rambutmu, "Kita pergi jalan-jalan saja ikuti kemana kaki ini melangkah."

Kau merasa kaget dan sedikit heran. Jadi yang dia maksud jalan-jalan itu adalah jalan-jalan yang memang berarti jalan-jalan dengan kaki kedua kaki, bukan pergi ke suatu tempat yang jauh atau mengasikkan tanpa harus berjalan jauh dengan kaki, cukup menggunakan transportasi pribadi atau bahkan transportasi umum.

Hal ini terasa diluar dugaanmu. Namun, kau tidak mau terlalu mempermasalahkan hal itu, jika dipikir-pikir tidak ada salahnya juga hanya berjalan santai menikmati udara segar di sekitar untuk melepas rasa penat.

"Ada masalah?" tanya Luhan yang melihatmu melamum selama beberapa detik.

Tersadar, kau segera tersenyum dan menggeleng pelan.

"Kalau begitu, ayo kita jalan-jalan," katamu sambil melingkarkan tangan di tangannya Luhan.

Luhan merespon dengan baik, ia kembali menampilkan senyum manisnya padamu, sukses membuat pipimu merona lagi.

Cuaca hari ini sedang cerah, sangat mendukung untuk jalan-jalan. Tak banyak yang kalian lakukan ketika jalan-jalan di sekitar kampus. Hanya menyusuri trotoar yang cukup bersih dan sejuk karena rindangnya pohon yang berbaris di setiap sisi jalan.

Pun sesuai dugaanmu, kalian hanya melakukan sebuah obrolan ringan yang manis, yang membuatmu tak berhenti untuk tersenyum. Bagimu, hal ini sudah lebih dari cukup untuk menghilangkan rasa penat. Lebih dari cukup untuk membuatmu bahagia karena Luhan selalu ada di sampingmu. Ia selalu menemanimu, setia menunggu dan selalu memberikan aura positif yang membuatmu nyaman ketika berada dekat dengannya.

Luhan.

Beruntung sekali dirimu ketika memiliki laki-laki satu ini. Ketika puluhan gadis berlomba-lomba untuk mencuri perhatian laki-laki itu. Tetapi, siapa sangka Luhan memberikan separuh hatinya untukmu, untuk orang yang tak terlalu memedulikan kisah cinta dan tak menggebu-gebu ketika membahas persoalan semacam ini.

Kau sangat bersyukur, apapun yang terjadi, kau sudah berjanji dalam hatimu bahwa kau akan memberikan dan melakukan yang terbaik untuk Luhan, sang pangeran berkuda putih yang manis nan gagah.

"Tunggu sebentar."

"Eh?"

Perkataan Luhan seketika menyadarkanmu kepada realita. Lamunanmu tadi langsung lenyap dalam memori. Yang ada kini, kau melihat Luhan menghampiri seorang bapak tua penjual kaktus yang sedang mencari uang di pinggir jalan.

Luhan menghampiri pak tua itu sambil tersenyum. Kau hanya memperhatikan. Luhan bertutur kata dengan ramah, tak lama ia kembali dengan membawa sebuah kaktus bulat yang di taruh dalam pot kecil.

"Untukmu," katanya sambil menyodorkan kaktus itu dan menampilkan senyum tulus di wajahnya.

Kau segera meraih pemberiannya.

"Terima kasih."

Luhan hanya mengangguk, kemudian mengajakmu berjalan lagi. Namun sebelum itu, kau merasa sedikit penasaran kenapa tiba-tiba luhan membeli kaktus yang sekarang berada di tanganmu.

"Kau tau kenapa aku membeli kaktus itu?"

Seolah tau apa yang kau pikirkan, Luhan mengatakan pertanyaan yang sempat melintas di otakmu. Kau hanya tersenyum sambil menatap kaktus yang sekarang berada dalam genggamanmu.

"Kenapa?" tanyamu sambil menatap Luhan penasaran.

"Karena kau mirip dengan kaktus itu."

Kau langsung tertawa cukup kencang.

"Bilang saja kalau kau sebenarnya kasihan dengan pak tua itu, makanya kau membeli kaktusnya," jawabmu masih dengan sedikit tawa. Meski setelah dipikir-pikir perkataanmu barusan terdengar menyakitkan.

"Ya sebetulnya kau benar. Tapi aku serius tentang kau itu mirip kaktus itu."

Kau terdiam sesaat. "Tidak adakah tanaman atau bunga yang lebih indah untuk menggambarkan diriku? Atau memang aku seburuk kaktus ini?" tanyamu dengan berbagai kemungkinan yang melintas di otak.

Luhan tampak sedikit sedih melihat responmu yang seperti itu, namun ia tersenyum kecil ketika sebuah kalimat yang pas terangkai dalam benaknya dan siap untuk diucapkan.

"Tak tahukah kamu jika kaktus itu memiliki bunga yang sangat indah ketika hari yang tepat tiba? Meski ia berduri, namun itulah bentuk perlindungannya. Kaktus itu kuat, ia tak membutuhkan banyak air untuk kelangsungan hidupnya. Tapi, bukan berarti ia tak membutuhkannya sama sekali. Sama sepertimu, kau itu kaktus, tangguh, kuat dan indah. Untuk itu, biarkan aku menjadi air yang dapat membuatmu hidup meski jarang kau butuhkan."

Ada sedikit rasa bergetar dalam hatimu ketika mendengar ucapan Luhan. Tenggorokanmu rasanya ada yang mengganjal, sehingga kau sulit untuk mengucap kata. Kau meremas erat pot kaktus yang ada di tanganmu dan menatapnya seraya tersenyum tipis.

Luhan masih berdiri di posisinya. Ia masih memerhatikanmu yang menunduk menatap kaktus.

"Ah... Apa aku terlalu berlebihan ya bilang seperti itu?"

Seketika tubuhmu bergerak dan memeluk Luhan erat. Laki-laki itu tampak kaget namun balas memelukmu dan mengelus pelan kepalamu dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.

"Lucunyaaa," kata Luhan sambil tertawa kecil.

Kau masih memeluk Luhan erat meski di salah satu tangamu memegang pot kaktus yang mungkin bisa berbahaya apabila jatuh atau mengenai punggung Luhan.

"Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu? Sedang menggodaku huh?" protesmu dengan nada kesal meski dalam hati kau sedang menjerit bahagia.

"Eh? Aku hanya mengutarakan kalau aku sayang padamu."

Kau tersenyum dan menatap Luhan tepat di matanya. Sangat teduh dan nyaman

"Aku juga menyayangimu, Luhan."

[]

-fin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro