Bagian 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pada akhirnya, aku menerima taaruf dari Bara setelah cukup lama berpikir. Nggak ada salahnya memulai lembaran baru setelah putus dari Fandi. Lagi pula, sepertinya memang Bara lebih baik dan lebih serius dengan aku. Untuk masalah tampan, sudah tentu Bara lebih tampan dan kalem. Yang pasti Bara ini jauh sangat lebih baik dari Fandi. Perbedaannya antara langit dan bumi. Aku sudah mantap untuk menerima Bara. Alasan apa yang bikin aku nolak dia?

Hari ini, aku dibikin penasaran sama Alma. Dia sudah menuduh aku mengenai penerimaan taaruf dari Bara karena pelampiaaan. Aku nggak pernah cari pelampiasan biar cepat move on dari Fandi. Maksud dia apaan coba ngomong gitu ke aku?

Aku membuka pintu ruangan kerja di distro sambil mengucapkan salam. Mulai beberapa hari yang lalu, aku mengubah kebiasaan buruk menjadi lebih baik. Setiap masuk ruangan harus mengucapkan salam.

Setelah mendapat jawaban salam dari Alma, aku langsung menegurnya, "Maksud lo apa nuduh gue cari pelampiasan ke Bara?" Aku menatap Alma serius.

"Lo sudah tahu kabar mengenai Fandi dan Nela?" tanya Alma balik.

Badan segera kubalikkan untuk menghadap meja kerja, meletakkan tas di atas meja. Malas banget bahas dua manusia itu. Tubuh segera kudaratkan di atas kursi. "Ya, mana gue tau. Terakhir ketemu Fandi saja pas waktu dia ke sini dan nuduh gue selingkuh sama Bara. Gue sudah nggak berhubungan sama dia di mana pun, baik di Sosmed atau dunia nyata. Kenapa lo nanya gue? Kalo lo kangen, ya, nanyanya ke sdia langsung."

"Ya, gue kira lo tuh uptudate."

"Uptudate masalah apa? Fandi sama Nela?" Aku tertawa sumbang. "Kayak gue kurang kerjaan aja. Gue udah nggak peduli sama mereka. Mau mereka nikah atau apa pun itu aku udah nggak peduli."

"Iya. Fandi sama Nela mau nikah." Alma menambahi.

Jadi benar kalau Fandi sama Nela mau nikah? Secepat ini? Bahkan aku belum dapat penggantinya, tapi mereka sudah mau nikah? Apa jangan-jangan mereka pacaran waktu Fandi masih pacaran sama aku? Apa ini salah satu alasan Fandi nggak mau serius sama aku? Dia lebih serius ke Nela?

"Nela hamil, Sar."

Seketika mataku terbuka lebar. "Serius, Al?" tanyaku sambil menatapnya. Maaih nggak percaya.

Alma hanya mengangguk dengan tatapan miris.

Gila! Nela hamil? Astagfirullah. Syukurnya Fandi nggak pernah macam-macam sama aku. Aku bersyukur karena nggak sampai mengalami perbuatan menjijikan itu. Fandi memang pernah pernah ngajak aku menginap di hotel, tapi aku nolak dan memilih untuk langsung pulang.

"Sar. Elo nggak pernah ..." Alma menggantungkan kalimatnya.

Seketika tatapanku berubah tajak ke Alma. "Gila saja lo! Lo nuduh gue tidur sama Fandi? Gue masih punya harga diri, Al! Gue nggak sebejat itu!"

Alma hanya tersenyum lebar. Aku masih memasang wajah garang padanya. Tega-teganya dia nuduh aku seperti itu. Sebenarnya, wajar juga sih kalau Alma nuduh gitu, secara aku sama Fandi sudah dua tahun pacaran. Tapi aku nggak saja dituduh begitu, sedangkan nggak pernah ngelakuin. Aku juga bukan cewek murahan.

"Jangan bahas dia lagi di depan gue. Eneg rasanya pagi-pagi bahas orang nggak jelas dan nggak mutu. Bikin mood ambyar saja," lanjutku sambil membuka laptop. Mood jadi terkontaminasi gara-gara bahas dua makhluk akstral itu.

"Gimana kelanjutan taaruf lo sama Bara?" Alma mengubah topik obrolan ke Bara.

Mending bahas Bara daripada dua makhluk menjijikan itu. Eneg rasanya bahas mereka berdua.

"Ya, belum ada perkembangan. Bara kayaknya sibuk. Dia juga nggak banyak nanya. Aku juga cuma diam saja. Lagian Bara kalau nggak ditanya nggak duluan ngobrol. Lo kan tau di chat grup. Dia nggak japri aku. Aku jadi bingung." Aku berterus terang pada Alma.

"Lo bisa nanya, Al. Bara memang maunya didampingi biar aman dan nggak timbul hal-hal di luar syariat taaruf. Nggak masalah kalau lo mau nanya duluan. Kan ada aku." Alma mengingatkan.

"Bara serius nggak sih sama aku, Al?" Aku memastikan.

Alma menatap aku. "Kalau dia nggak serius, ngapain dia ngajak lo taaruf? Dia serius, Sar. Lo minta dinikahi segera pasti Bara usahain."

"Gue cuma takut." Aku mendadak galau.

"Mending begini. Gimana kalau gue saranin Bara buat silaturrahmi ke rumah lo sekalian minta restu buat taaruf sama lo. Biar lo yakin kalau Bara serius sama lo. Gimana?"

Bara ke rumah? Minta restu? Aku bahkan belum cerita sama Mama kalau lagi taaruf sama Bara. Aku cuma takut kalau Bara nggak serius makanya aku belum cerita ke Mama masalah taaruf aku sama Bara.

"Sar."

Panggilan Alma bikin otakku oleng. Senyum getir kuberikan. "Gimana, ya?" tanyaku bingung.

"Lo sudah salat Istikarah?" Alma memastikan.

Aku hanya mengangguk lemah. Memang, sudah dua hari semenjak Bara ngajak aku taaruf, aku mulai salat Istikarah. Tapi sampai saat ini belum dapat jawaban. Aku jadi bingung.

"Ya sudah, mending gitu saja. Aku saranin biar Bara ke rumah lo. Kan keluarga lo belum kenal Bara kecuali Malik." Alma melanjutkan.

"Mama gue sudah ketemu sama Bara di acara nikahannya elo," ungkapku.

"Serius?" Alma terdengar nggak percaya.

"Nambahin dosa saja bohong sama lo." Aku memutar bola mata.

"Terus?" Alma penasaran.

"Bukan cuma Mama doang yang sudah pernah ketemu sama Bara, tapi Mama gue juga ketemu sama uminya Bara." Aku menambahi.

"Terus, terus?" Alma semakin ingin tahu.

"Ya, gue cuma jelasin ke Mama apa adanya mengenai Bara waktu Mama nanya masalah dia. Mama malah pernah muji Bara di depan uminya. Gue yang malu sama uminya Bara waktu Mama banyak cerita. Lo tau sendiri mama gue seperti apa." Aku melanjutkan.

"Lo jodoh kali sama Bara. Allah udah temuin kalian semua dan bahkan Mama lo muji Bara. Mama lo sudah setuju, terus apalagi yang bikin lo nggak yakin sama Bara? Kalian itu jodoh. Percaya sama gue."

Andai elo tau kalau gue belum bilang ke Mama masalah taaruf sama Bara.

"Gue percaya sama elo? Musyrik, Al." Aku tertawa.

Alma terlihat memanyunkan bibir. Aku nggak bisa lama-lama serius. Kepala aku bisa pecah karena banyak memikirkan hal serius. Sudah cukup kerjaan bikin aku pusing gara-gara pernikahan Alma. Aku jadi menunda masalah desain buat kaus. Semoga saja aku dan Bara benar-benar nerjodoh. Aku senang banget kalau bisa dapat jodoh seperti dia. Semoga.

♡♡♡

Doa nggak pernah lelah selalu aku panjatkan untuk kemajuan taaruf bersama Bara. Semoga dia pilihan terbaik dari Allah buat jadi imamku. Aku nggak muluk-muluk dalam hal jodoh sekarang. Cukup yang bisa bimbing aku supaya lebih baik lagi. Aku sudah banyak tahu tentang Bara. Tentang pekerjaannya, orang tuanya, keluarganya, bahkan tentang apa saja yang dia sukai. Beberapa hari yang lalu aku memang tanya sama dia mengenai semua itu dan dia balas dengan detail. Bara memang tipe yang nggak banyak bicara, tapi dia serius. Baru kali ini aku kenal cowok sepertinya. Dia terkenal pintar dan rajin. Nggak salah kalau Alma pernah suka sama dia. Tapi pada akhirnya dia taarufnya sama aku. Siapa yang nggak beruntung dikasih kesempatan buat taaruf sama dia?

Ketukan pintu kamar bikin aku kaget dan bikin apa yang ada di pikiran buyar. Malik terlihat menyembulkan sebagian tubuh saat aku menatap ke arah pintu.

"Kak, ada Mbak Alma sama suaminya mau ketemu Kakak." Dia menyampaikan.

Alma? Datang ke sini? Tumben? Nggak kasih kabar dulu mau ke sini. Apa dia habis jalan-jalan terus mampir?

"Cepat, Kak!"

Suara pintu kamarku tertutup menyusul seruan Malik.

"Iya, Kakak ganti jilbab dulu." Aku beranjak dari sajadah, lalu melepas mukena yang masih kupakai.

Setelah melipat sajadah dan mukena, aku bergegas memakai jilbab yang tergeletak di atas kasur. Malik sudah pergi dari kamarku. Aku bergegas melipat mukenah dengan asal, lalu memakai jilbab yang sebelumnya sudah aku pakai. Aku bergegas menuju pintu untuk keluar dari kamar. Suara obrolan dari arah ruang tamu terdengar dari ruang tengah. Aku segera menghampiri ruang tamu untuk menmui Alma. Langkahku terhenti ketika melihat sosok laki-laki yang nggak asing sedang duduk di samping Rio. Laki-laki yang selalu kusebut dalam doa. Laki-laki yang aku harapkan jadi jodoh dunia akhirat. Bara Hameed. Dia terlihat sangat tampan pakai kemeja panjang warna hitam dipadu celana levis senada.

"Sarah."

Hampir saja jantungku copot dari tempatnya saat mendengar suara Mama menyebut namaku. Beliau terlihat membawa nampan berisi camilan dan minuman. Tubuh kuputar untuk kembali ke kamar.

"Kamu mau ke mana? Itu Alma sudah nunggu kamu, Sar."

Pertanyaan Mama terpaksa kuabaikan, bergegas masuk ke dalam kamar untuk siap-siap supaya penampilanku nggak acak-acakan. Tentunya nggak kelihatan polos tanpa tanpa make up.

Duh, kenapa Alma nggak bilang kalau mau ke sini sama Bara? Aku kan belum siap kalau Bara mau datang sekarang. Kenapa dadakan kayak gini, sih?

Lemari segera kubuka untuk mencari gamis. Beberapa gamis kukeluarkan untuk dipilih. Rasanya bingung mau pakai yang mana. Semua kelihatan nggak cocok, padahal  semua gamis ini pilihan terbaikku. Berulang kali aku mencocokan gamis-gamis ini satu per satu. Terdengar suara pintu kamarku terbuka. Paling Mama yang masuk, karena tadi lihat aku putar balik.

"Lo lagi apa, Sar?"

Suara itu membuat aku mengalihkan pandangan. Alma. Dia terlihat menghampiriku. "Lo kenapa nggak bilang kalau mau ke sini sama Bara, sih? Tau lo mau ke sini sama Bara, gue bisa siap-siap dari tadi. Gue malu mau nemuin Bara kalau pakai baju ini." Aku ngedumel.

"Sorry, Sar. Tadinya Bara mau kasih kabar lo kalau mau ke sini, tapi gue larang. Gue mau kasih kejutan sama lo. Sudah, sih, ngapain lo jadi berantakin lemari? Bara terima lo apa adanya, bukan ada apanya." Alma menjelaskan.

"Ya, gue malu aja kalau kelihatan jelek di depan dia. Menurut lo, gue bagus pakai yang mana?" Aku menempelkan dua gamis di dada, meminta penilaiannya.

Alma meraih dua pakaian di tanganku, meletakannya di atas kasur, lalu meraih tanganku agar ikut dengannya. "Lo sudah cantik seperti ini. Bara lebih suka cewek yang apa adanya daripada yang berlebihan."

"Tapi gue nggak PD, Al." Aku menolak, tapi masih berjalan mengikuti Alma untuk keluar dari kamar.

"Lo kudu percaya diri. Lo pasti habis salat, jadi lo tetap terlihat cantik." Alma memuji sambil mendorong tubuhku biar mau ke ruang tamu.

Kalau sudah seperti ini, aku nggak bisa nolak, khawatir didengar Bara malah bikin aku tambah malu. Aku pasrah dengan paksaan Alma. Sesampainya di ruang tamu, aku hanya menunduk. Papa langsung menyuruh aku buat duduk di samping beliau. Alma bikin aku kesal karena nggaj dikasih kesempatan buat siap-siap.

"Mama nggak nyangka kalau kamu beneran lagi taaruf sama Nak Bara, Sar." Mama bersuara.

Duh, Mama! Kenapa kudu ngomong gitu, sih? Nggak tau apa kalau Sarah malu? Belum lagi penampilan Sarah kayak gini.

"Gimana, Sar?" tanya Papa dengan nada pelan.

"Gimana apanya, Pa?" tanyaku balik.

"Nak Bara datang ke sini buat minta restu sama Papa. Kamu sudah taaruf dengan Nak Bara, Jadi dia minta kepastian kapan kamu siap buat dilamar." Papa menjelaskan.

Apa?! Dilamar? Baru beberapa hari taaruf langsung main lamaran? Ini nggak salah? Bara ini gimana, sih?

Tatapan kulempar ke arah Alma. Dia juga msnatap aku, lalu kedua bahunya terangkat. Aku mengedarkan pandangan. Semua mata tertuju ke arahku, kecuali Bara. Kapan dia mau natap orang yang bukan mahram dia? Aku bingung, ya Allah.

"Bissmillah, Sar. Bukannya kamu memang ingin segera menikah dengan Bara biar cepat nyusul aku." Alma berkomentar.

Alma! Kenapa kamu kudu ngomong gitu?!

"Sarah."

Panggilan dari Papa bikin menatap beliau, lalu bergantian ke Mama. Sumpah. Aku galau. Pandangan kualihkan ke arah laki-laki yang minta kepastian hubungan kita. Aku memang harus kasih jawaban biar semua orang puas.

"Sarah terserah Mama sama Papa. Kalau Mama sama Papa setuju, ya, Sarah juga setuju." Aku mengungkapkan.

"Baru kali ini ada laki-laki pemberani yang datang ke rumah saya untuk meminta restu. Sebelumnya, belum ada yang berani datang untuk berhubungan serius dengan putri kedua saya." Papa malah curhat.

"Mama sangat setuju kalau Sarah dengan Nak Bara daripada dengan Fandi. Nak Bara lebih serius, sopan, dan mapan." Mama angkat suara.

Duh, kenapa Mama kudu sebut si makhluk menjijikan itu, sih? Malas banget sebut dia di sini. Nggak pantas dia dibandingkan dengan Bara.

"Alhamdulillah. Bara senang bisa mengenal keluarga Sarah lebih dekat." Bara menyambar.

"Saya terserah Nak Bara mau melamar putri saya kapan. Saya sebagai orang tua hanya ingin yang terbaik buat Sarah. Kalau Nak Bara benar-benar serius, maka lamaran dilakukan lebih cepat akan lebih baik." Papa menyampaikan.

Penyampaian Papa bikin aku tersenyum. Aku memang sudah cerita sama Papa dan Mama mengenai Bara setelah diskusi dengan Alma waktu itu. Papa dan Mama berhak tahu kalau aku sedang taaruf dengan dia. Mama senang bukan main saat tahu aku sedang taaruf dengan Bara karena beliau sudah pernah ketemu dan melihat langsung seperti apa sosok laki-laki yang sedang taaruf denganku. Apalagi Mama ngobrol langsung dengan Tante Maryam. Nggak heran kalau Mama langsung setuju pas aku minta restu ke beliau. Mengenai Papa, beliau setuju-setuju saja karena aku dapat bantuan dari Mama untuk meyakinkan beliau. Papa ini tipe orang yang pilih-pilih. Makanya Fandi takut datang ke rumah kalau cuma buat main-main karena beliau pasti akan banyak nanya.

"Insya Allah, saya akan datang bersama orang tua untuk melamar Sarah secepatnya." Bara membalas pengajuan dari Papa.

Selanjutnya, obrolan ringan pun berlanjut untuk mencairkan suasana. Papa banyak tanya mengenai pekerjaan Bara. Ini yang masih belum aku pahami benar. Aku hanya tahu kalau Bara ini seorang dokter saja, nggak tahu dokter apa. Ternyata dia dokter anak. Pantas saja di postingan media sosial dia banyak anak-anak. Aku baru paham sekarang. Mama lebih banyak muji Bara. Kayaknya Mama senang banget bakal dapat calon mantu seperti Bara. Jangankan Mama, aku saja senang banget. Siapa yang nggak mau dapat suami seperti Bara?

Ya Allah, mimpi apa aku semalam dapat kejutan seperti ini? Bara mau lamar aku. Secepatnya. Siapa yang nggak kaget? Baru beberapa hari yang lalu kita taaruf, terus dia sekarang datang dan mengungkapkan mau lamar aku. Ini benar-benar kejutan yang nggak terduga. Semoga ke depannya dimudahkan oleh Allah. Aku jadi nggak sabar.

♡♡♡

Selamat ikut baper, mlo ... 😅

Jangan lupa vote, koment, dan suscribe. Eh, salah. Follow maksudnya. 🙈

Noted: mohon maap kalau nanti part ini atau part selanjutnya bermasalah dan bakal update ulang lagi. Kadang draft bermasalah, jadi terpaksa harus hapus dan pindah kolom part lain. Mohon pengertiannya, ya. Alasan dihapus biar urut partnya, jadi yang baca nyaman dan nggak ada yang hilang di bagian part bermasalah. Kalo dibiarin nanti ga urut soalnya. Terima kasih atas pengertiannya. 🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro