19: Penjelasan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Setidaknya sampai lulus, kumohon Linga."

Seperti kata Lingga hari itu, ia benar-benar akan melakukannya. Menyindir terang-terangan di depan kelas, membuat gosip tentang Vrinn, semua hal yang membuat hidupnya tidak tenang.

Teman-teman Vrinn mulai bertanya apa hubungan sebenarnya antara ia dengan Lingga terlihat dekat di satu saat, tetapi serasa bermusuhan di waktu yang berbeda.

"Sampai lulus? Itu artinya lo udah lolos? Lo pikir gue bego membiarkan lo lolos begitu aja?" sahat Lingga, lagi-lagi mereka di belakang sekolah. Kali ini Vrinn yang menariknya paksa ke sana.

"Ngga, aku sudah bilang 'kan, kalau apa yang kamu lihat itu salah paham. Aku enggak pernah jadi selingkuhan ayah kamu." Air muka Vrinn menunjukkan kesedihan.

"Aku turut kaget mendengar Pak Naratama cerai, tetapi sungguh tidak ada dalam pikiranku untuk menghancurkan keluarga kamu, Ngga." Perlahan cairan bening jatuh dari pelupuk mata, menuruni lekuk wajah Vrinn. Ia mengusapnya kasar. "Aku minta maaf, Lingga. Aku salah, ini semua karena keputusanku yang salah. Kumohon jangan lakukan ini padaku."

Lingga melihat kesungguhan dalam kata-kata Vrinn, tetapi tidak mampu mematik empatinya, laki-laki malah senang dengan hasil yang ia dapatkan. "Ini masih permulaan, cantik." Ia berjongkok mensejajarkan posisi dengan Vrinn yang berlutut di depannya. Menarik dagunya agar bisa melihat mata merah sembab itu.

"Menyedihkan," katanya lalu kembali berdiri. "Malaikat baik, biarkan semua orang tahu kebaikan kamu."

Kalimat sarkas itu membuat tubuh Vrinn lemas, ia tidak berhasil melakukan negosiasi. Lingga meninggalkannya tanpa berkenan melihat ke belakang.

***

Seperti biasa istirahat kedua mereka menghabiskan waktu dengan menikmati makan siang bersama, karena di luar sedang hujan, alhasil mereka makan di dalam kelas saja. Kali ini mereka hanya bertiga, Lia absen hari ini, katanya perempuan itu sedang sakit. Vrinn duduk berhadapan dengan Bona. Sedangkan Bona bersebelahan denga Wynaa, Bona makan paling cepat sudah separuh bekalnya habis. Di sampingnya Wynaa mencomot nuget dan sosis dari kotak bekalnya, Bona segera mencegahnya dengan menahan sendok yang ingin membawa pergi makanan itu.

"Bagi dikit doang, Na. Pelit banget lo."

"Dikit?" Bona memutar mata, jengkel melihat kelakuan temannya yang satu ini. "Ini nuget ke ketiga dan sosis keempat yang lo ambil. Gue makan apa kalau lauk gue lo comot semua."

Wynaa tergelak lalu tetap mengambil satu sosis lagi dengan gerakan cepat, sebenarnya ia punya lauk, tetapi capcay di bekalnya tidak ia sentuh sama sekali. Ia tidak suka capcay, karena banyak sayurnya, tetapi ibunya memaksa untuk membawa lauk itu beralasan Wynaa harus menghargai jerih payah ibunya.

"Tukeran aja yuk, kamu makan lauk aku. Ada capcay nih, banyak potongan dagingnya." Tanpa menunggu jawaban Bona ia menuangkan sayur itu ke kebekal Bona yang kini tersisa hanya satu nuget dan nasi.

"Enak kok capcay-nya. Cuma bukan selera gue aja, rasanya terlalu aneh di lidah gue. Habisin ya biar kenyang."

Pada akhirnya Wynaa kembali mengambil nuget terakhir yang tersisa, dengan tidak merasa bersalah sama sekali ia memasukkan nuget ke dalam mulut dalam sekali 'hap'. Bona yang melihat itu meringis, menyesal tidak bawa lebih banyak tahu kalau ternyata ia punya teman yang doyan banget sama nuget dan sosis.

"Terserah deh, yang penting gue kenyang." Bona melanjutkan makannya dengan lauk capcay, saat menyuapkan makanan itu ke mulut, lalu mengunyah perlahan, Wynaa benar capcay-nya enak. Sedikit bingung kenapa pula Wynaa tidak menyukai makanan seenak ini.

Bona hampir menghabiskan bekalnya ketika matanya melirik bekal Vrinn yang hanya berkurang satu sendok doang. "Lo kenapa, Vrinn?"

"Ha?" Vrinn yang sedari tadi melamun, tersadar akibat pertanyaan Bona. "Ya, kenapa, Na?"

"Muka lo kayak emak-emak yang setres mikirin anak-anaknya. Cerita sini ada apa?" Wynaa ikut menimpali.

Ini sudah kesekian kalinya mereka mendapati Vrinn bertingkah seperti ini. Tidak seperti Vrinn yang dulu mereka kenal, meskipun tidak seberisik Wynaa dan Bona, perempuan itu kerap nimbrung saat mereka bercanda.

"Sebenarnya...."

Vrinn menggantung kalimatnya ia sangsi kedua temannya bisa menerima cerita yang ingin ia sampaikan. Takut ia bakalan kehilangan mereka lebih cepat daripada yang ia duga.

"Sebenarnya apa, Vrinn?" Wynaa tidak sabar menanti penjelasan lebih lanjut. Ia sampai lupa menelan nuget yang sudah hancur ia kunyah.

Wynaa dan Bona sama-sama menunjukkan ekspresi keingintahuan. Tetapi Vrinn masih belum berani, ia pun menggeleng. "Enggak jadi, aku lupa mau cerita apa." Lalu melanjutkan makan membuat dua orang itu cemberut.

"Kita udah dalam tahap kepo maksimal malah dibilang kagak jadi, ish, lo mah!"

Wynaa akhirnya menelan nugetnya, lalu menutup bekalnya yang tersisa hanya nasi. Ia malas melanjutkan makan, nafsu makannya mendadak hilang karena tingkah temannya.

Bunyi bel istirahat berbunyi, mendadak kelas mulai ramai. Semua siswa balik ke kelas masing-masing. Tepat ketika hampir keseluruhan murid telah kembali ke bangkunya masing-masing. Seorang adik kelas masuk dengan mengetuk pintu terlebih dahulu, wajahnya takut-takut masuk ke ruangan kakak kelas.

Vrinn terbelalak melihat wajah Nai di sana, apalagi yang semakin membuat ia terkejut adalah Nai memanggil namanya.

"Kak Vrinn di suruh Pak ... anu, lupa namanya ke kantor kepala sekolah."

Setelah beberapa tahun tidak mendengar ia dipanggil kakak oleh Nai, Vrinn merasakan hatinya menghangat. Walaupun ia tahu pasti alasan Nai berlaku sopan padanya hanya untuk akting di depan teman-temannya layaknya adik kelas baik pada kakak kelas.

"Vrinn, dia adik kelas sialan yang pernah aku ceritain." Wynaa berseru setelah melihat dengan jelas wajah Nai.

"Hah?"

"Lo inget nggak soal istirahat kemarin? Dia nih pelakunya. Adik tukang drama."

Vrinn mengingatnya, ia kembali terkejut. Mengapa bisa Nai berurusan dengan sahabatnya? Ia lalu melihat Nai. Adiknya itu hanya menduduk takut, meremas ujung roknya menahan gugup.

"Oke, nanti kita cerita. Aku harus ke ruangan kepala sekolah dulu," ujar Vrinn. Ia kemudian beranjak pergi keluar dari kelasnya dan diikuti oleh Nai.

Sampai agak jauh dari kelas, berjalan di koridor yang sudah sepi barulah Nai mengangkat kepala. Perempuan itu menarik napas dan mengembuskannya perlahan.

"Kamu bisa jelaskan masalah kamu sama Wynaa itu kenapa?" tanya Vrinn menghentikan langkahnya, penasaran apa yang terjadi dengan mereka.

"Lo enggak usah ikut campur. Udah sana pergi gue mau balik ke kelas."

Nai ingin membelok ketika sampai di pertigaan, tetapi Vrinn menahan tangannya. "Kamu harus jelasin ke Kakak nanti."

"Lepas!" Nai manrik tangannya mukanya menunjukkan ketidaksukaan. "Enggak usah sok peduli." Kemudian pergi.

Vrinn pun melanjutkan perjalanan ke kantor kepala sekolah yang dimaksud. Sampai di depan ruangan yang cukup luas berdinding kaca hitam. Di depan pintu kaca yang bertuliskan 'dorong' ia menarik napas dalam-dalam.

Berharap tujuannya ke sana tidak karena sebuah masalah. Perlahan ia dorong dengan kuat pintu tersebut.

Melangkah masuk pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Saat sampai di meja kerja sang kepala sekolah ia tidak menemukan Bu Turi selaku kepala sekolah mereka sekarang melainkan Pak Naratama.

"Pak Tama?"

"Halo Vrinndani, sudah lama kita tidak bertemu. Ayo duduk dulu."

Pria itu sedang duduk di sofa. Memang di samping meja kerja itu ada satu set sofa Hitam lengkap dengan meja kaca dan vas bunga imitasi di atasnya.

Jantungnya berdebar kencang, mengapa pria ini menemuinya lagi. Bukankah perjanjian mereka sudah berakhir sejak satu semester lalu?

"Kamu apa kabar?" tanya Naratama berbasa-basi.

Vrinn ingin mengatakan kondisi yang sesungguhnya, bahwa ia tak baik-baik saja sejak kedatangan anaknya ke kelas Vrinn.

"Baik, Pak. Bapak sendiri bagaimana?" Namun Vrinn tidak berani, ia masih sadar posisinya sebagai murid di sekolah yang dimiliki Naratama.

"Tidak baik-baik saja sejak saat itu," aku Naratama berbanding terbalik dengan Vrinn, ia jujur mengungkapkan perasaannya.

"Pak, Bapak bisa cari perempuan lain. Kenapa harus saya?"

"Karena hanya kamu yang mengerti kondisi saya Vrinn. Saya tahu saya tidak sadar diri akan posisi kita, tapi jati saya terlanjur nyaman sama kamu."

Ada sesuatu yang kuat menekan dada Vrinn, rasanya sesak dan menyakitkan secara bersamaan. Mendadak matanya panas. "Enggak, Pak. Ini salah, sebelum semuanya semakin rumit tolong jangan temui saya lagi."

"Saya mohon, Vrinn. Berikan saya kesempatan sekali lagi." Naratama mendekatkan posisinya pada murid perempuan itu, ia meraih tangannya lalu digenggam erat. "Saya sudah cerai dengan istri saya."

Perasaan Vrinn tidak bisa ditahan lagi, tangisnya pecah, dan Naratama membawanya dalam pelukan.

[]

Sebenarnya apasih hubungan mereka?

Vrinn kata bukan selingkuhan tapi pelak-peluk gitu.🙈

Tunggu kelanjutannya besok, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro