18: Tawaran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Besok ada ulangan harian bahasa Inggris, di meja khusus belajar sudah ada buku catatan, buku materi, dan kamus besar bahasa Inggris-indonesia. Satu tangannya bermain-main dengan pulpen, menekan ujung benda tersebut sehingga berbunyi "kletek-kletek" yang begitu berisik.

Telinganya tersumpal earphone, tangannya kanannya menggeser-geser layar smartphone. Mengobrak-abrik playlist-nya di sebuah aplikasi permusikan berlogo tiga garis melengkung berwarna hijau hitam.

Ia tidak bisa belajar jika tidak sambil mendengarkan musik, tetapi musiknya juga harus sesuai perasaannya. Semisal hari ini galau, ia akan mencari lagu-lagu sedih, jika sedang gembira ia akan mencari lagi ceria. Tetapi sekarang ia stres, ia pun bingung harus mendengarkan lagu seperti apa.

Pilihannya jatuh pada sebuah band Jepang yang cukup terkenal, One Ok Rock. Lagu berjudul Take What You Want mulai memasuki gendang telinganya, memberikan efek semangat pada dirinya. Ia meletakkan ponsel di atas meja, mulai beralih pada buku paket berisi materi yang dua minggu ini mereka pelajari.

Ia mengambil sticky notes berwarna pink dengan bentuk apel, mencatat materi yang sekiranya penting-penting saja. Volume musik yang ia dengarkan cukup tinggi, kepalanya naik turun mengikuti irama, kakinya dihentak-hentakkan ke lantai.

Baru satu menit ia sudah tidak fokus, terlalu menghayati lagu, ia melepaskan pulpen menirukan gaya seorang pemain gitar listrik ketika musik sampai pada reff yang sangat ikonik. Itu bagian kesukaannya.

Can you hear me?
I'm trying to hear you
Silence strikes like a hurricane
Now I'm singing for you, you're screaming at me
It's hard to see your tears in the pouring rain~

Terbawa suasana ia sampai berdiri, ponselnya dimasukkan dalam kantung baju tidur, membayangkan dirinya berada di sebuah panggung konser. Mengambil sapu di sudut ruangan sebagai peraga gitar, satu kakinya naik ke atas kursi yang sebelumnya ia duduki.

Tangannya mengacung ke atas, dengan tiga jari ala metal, jempol telunjuk dan jari manis.

Take what you want, take what you want and go
Take what you want, take what you want and go
Take what you want, take what you want and go
Just go now, just go, go, go

Pintu kamarnya diketuk dari luar beberapa kali, sambil sebuah suara memanggil namanya.

"Nai!"

Tidak ada jawaban perempuan itu masih asyik melakukan konser tunggal dalam kamarnya, mulutnya melafalkan lirik walau terdengar agak fals dari nada asli, ia tidak peduli.

"Nai, Kakak masuk ya?"

"Take what you want, take what you want and go!"

Pintu dibuka, kebetulan tidak dikunci, bersamaan dengan musik selesai Vrinn muncul dari balik kayu itu. Nai terlonjak kaget agak terhuyung ke belakang. Rambutnya acak-acakan, ditangannya masih ada sapu, ditelinganya sekarang berputar lagu dangdut. Sungguh aneh daftar musiknya.

Sapunya ia lempar asal, lalu melepas earphone, kemudian menyugar rambutnya. Sedikit malu, tetapi ia lebih menunjukkan ekspresi tidak suka akan kelancangan Vrinn masuk kamarnya.

"Bukankah kita udah pernah berbicara mengenai larangan masuk kamar satu sama lain?" tanya Nai menaikkan satu alisnya.

Vrinn tidak mengindahkan perkataan adiknya beralih meletakkan buku ke atas meja, beberapa buku tebal dan buku catatan. Ia lalu duduk di tepian tempat tidur Nai.

"Pertama maafkan kakak sudah masuk tanpa izin, sebenarnya aku sudah mengetuk dan memanggil tadi, tapi kam--"

"Gue enggak peduli, jangan sok akrab sama gue. Lo mendingan keluar deh sana sebelum aku tarik paksa," cecar Nai lalu mengambil buku-buku tadi kemudian menyerahkannya pada Vrinn.

"Dengar dulu, Nai. Kumohon."

"Nggak-nggak, keluar!"

Sesuai dengan apa yang ia pikirkan, ini akan sulit. Namun ia tidak boleh menyerah, ia harus bisa membujuk Nai untuk bekerja sama. Tidak memedulikan tatapan tajam yang Nai berikan ia tidak beranjak dari sana.

"Sepuluh menit, berikan aku waktu sepuluh menit saja untuk bicara."

"Berapa kali harus gue bilang, enggak ya enggak, Vrinn." Nai mencebikkan bibirnya, padahal tadi mood-nya sudah membaik kini kepalanya kembali panas karena menahan emosi. Ini akan terjadi setiap kali berurusan dengan Vrinn.

"Lima menit gimana?" Vrinn memohon dengan wajah memelas.

"Tiga menit, atau tidak sama sekali," kata Nai memutuskan penawaran terakhir.

"Fine, oke."

"Cepetan karena waktunya udah dimulai."

Vrinn buru-buru berdiri menunjukkan buku-buku yang ia bawa. "Mulai hari ini izinkan aku ngajarin kamu, ya."

Kepala Nai refleks menggeleng mulutnya hendak mengeluarkan kalimat bantahan, tetapi jari telunjuk Vrinn diletakkan di bibir mengisyaratkan bahwa ini masih waktunya untuk bicara.

"Kamu akan dapat beberapa keuntungan kalau mau bekerjasama. Keuntungan pertamamu adalah hari Rabu kamu enggak perlu bimbingan aku akan membicarakan dengan ayah."

Telinganya naik, penawaran yang menarik, ia menunggu kelanjutan dari penawaran Vrinn, juga menunggu penjelasan alasan mengapa secara tiba-tiba saudarinya itu memaksa untuk mengajarinya.

Dulu sempat Vrinn melakukan hal yang sama, karena nilai adiknya itu yang terus menerus merosot. Ia kasihan melihat ayahnya bolak-balik ke sekolah dipanggil guru, tetapi tentu saja kebencian Nai padanya sudah ada bahkan sejak SMP. Nai menolak mentah-mentah, berakhir mereka bertengkar hebat, setelah itu Vrinn tidak pernah menawarkan diri untuk mengajari lagi.

"Tetapi sampai kamu bisa masuk sepuluh besar di kelas."

"What?" Nai tidak kuasa menahan mulutnya.

"Tenang-tenang, Kakak akan membantu kamu semaksimal mungkin."

"Itu mustahil Vrinn. Gue nggak bakalan bisa," bantah Nai.

Kalian pikir saja, apa yang bisa dilakukan oleh siswa yang memiliki empat kali pengalaman hampir tinggal kelas sepertinya dirinya. Bisa memiliki nilai di atas KKM saja sudah sujud syukur.

"Pasti bisa kalau kamu bekerja keras dan belajar serius."

"Gue enggak mau. Waktu lo habis, silahkan keluar."

Vrinn tidak percaya ia gagal. Ia menggenggam erat buku yang ia bawa, tidak boleh. Ia tidak boleh gagal. Otaknya dipaksa berpikir keras, mencari alasan kuat untuk membujuk Nai. Mungkin sesuatu yang disukainya. Bohlam tak kasat mata bersinar di atas kepalanya, satu ide terlintas di mungkin ini bisa membujuk Nai pikirnya.

"Kakak akan bantuin kamu supaya bisa sama Rega."

Deg.

Mata Nai membulat, mulutnya terbuka lebar. Dari mana perempuan ini tahu mengenai kedekatannya dengan Rega?
Ia tidak pernah cerita pada siapapun.

Nai teringat cerita Andien mengenai club EMC yang banyak menyimpan info-info mengenai gosip terkini. Dan, Vrinn merupakan anggota EMC. Tetapi ia juga tidak pernah cerita pada Andien, apa selama ini kedekatannya dengan Rega terlalu mencolok sehingga orang-orang tahu ia menyukai sang abang kelas?

"Bagaimana?"

Sial, ini semakin menggoda dan sulit ditolak, pikirnya. Kesempatan besar yang tidak bisa dilewatkan.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro